Kupersembahkan Jiwaraga untuk Satwa Liar Afrika

Perjalanan kami di Ngorongor Crater ternyata menguak sebuah fakta lain yang tidak kalah menarik dibandingkan dengan keindahan alam dan keelokkan satwa liar yang ada disana.

Ketika kami akan mulai menuruni lembah menuju ke kawah Ngorongoro, saya melihat sebuah monumen atau prasasti berbentuk piramida. Piramida ini tidak terlalu tinggi dan terbuat dari batu-batu alam yang terlihat menonjol rapi.

“It is our obligation to save wild life, Ni wajibu metu kuwahif fadhi wanyamapori “, demikian tajuk pada prasasti dalam Bahasa Inggris dan Swahili dengan gambar badak di bagian paling atas.

Setelah itu dijelaskan tujuan prasasti sebagai peringatan bagi orang-orang yang telah berjasa memberikan nyawa mereka untuk pelestarian wild life atau satwa liar di Afrika Timur.

Ada sepuluh nama tertera pada prasasti ini. Nama yang paling atas terasa sedikit asing dan bukan nama orang Tanzania. Michael Grzmek. Selain itu tertulis penyebab kematiannya  yaitu kecelakaan pesawat pada 1959.

Sementara 9 nama lainnya merupakan nama-nama orang lokal yang semuanya meninggal di Ngorongoro dengan berbagai sebab. Kebanyakan karena tertembak pemburu liar dan juga ada yang diseruduk badak.

Lalu siapakah Michael Grzmek?  Sambil kendaraan mulai bergerak menuruni kawah dengan tujuan pertama  adalah Danau Magadi yang sangat unik dengan rona pink nya, Jumanne mulai bercerita bahwa Michael adalah orang Jerman yang pernah sangat berjasa terhadap satwa liar di Afrika Timur.

Mobil terus melaju, pemandangan rerumputan segera berubah dengan hamparan bunga berwarna kuning tiba-tiba saja menyeruak dan menghibur mata ini. Di sini, tidak ada satwa yang lalu lalang karena kehadiran bunga kuning yang menggantikan rerumputan itu.

Safari terus berlanjut, di sebuah savana yang luas, ada kelompok kecil simba si raja hutan yang tampak sedang asyik bermain dengan keluarganya. Dan baru di sinilah kami berjumpa dengan beberapa kendaraan safari yang lain. Semuanya asyik mengamati kehidupan Singa Afrika. Syaratnya hanya satu, jangan sekali-kali keluar dari kendaraan kalau tidak mau menjadi mangsa si simba!

Kisah tentang Michael juga terus dilanjut dengan kisah ayah dan anak yaitu Benhard dan Michael Grzmek yang sangat peduli dengan kelestarian satwa liar.

Mereka berdua membuat sebuah film dokumenter tentang satwa liar yang berjudul “Serengeti darf nicht sterben” atau Serengiti Shall not Die untuk melihat pola migrasi wildebeest sehingga bisa memetakan perbatasan taman nasional Serengiti.

Hal yang dilakukan ayah dan anak ini memang karena kecintaan mereka akan satwa liar. Benhard sendiri pernah menjabat sebagai direktur Kebun Binatang di Frankfurt dan membayangkan bahwa mesti ada tempat di bumi ini di mana satwa liar tetap bebas berkeliaran di habitat aslinya.

Mereka datang ke Afrika dengan mengeluarkan uang dari kocek sendiri dan bahkan menggunakan pesawat khusus yaitu Dornier 27 yang dicat mirip zebra hitam putih di sekujur badan pesawat.

Namun nasib berkata lain, ketika terbang solo pada 10 Januari 1959 di pegunungan Malambo, pesawat Michael menabrak burung pemakan bangkai yang sehingga pesawat tidak dapat dikendalikan dan terjun menghempas bumi. Bumi Afrika dengan satwa liar yang dicintai Michael.

Michael akhirnya dikebumikan di salah satu tempat paling indah di muka bumi yaitu di bibir kawah Ngorongoro tempat saya berada sekarang ini.

“Ayahnya Benhard kemudian meninggal di Frankfurt pada 1987 dan abu jenazahnya kemudian diterbangkan ke Tanzania untuk dimakamkan bersama dengan putranya, Michael di Ngorongoro.

Dalam perjalanan kembali naik setelah menikmati keindahan kawah Ngorongoro, kami akhirnya mampir sejenak ke makam Michael dan ayahnya.

Makam Michael dan Benhard juga berbentuk piramida yang sama seperti prasasti yang saya temukan di pintu gerbang.

Pada pusara ini tertulis singkat “Michael Grzimck – 11.4.1934 to 10.1.1959. He gave all he possessed for the wild animals of Africa, including his life.

Sementara di bawahnya tertulis: “Professor Benhard Grzmek 1909-1987. A Lifetime of caring for wild animals and their place on our planet. It is better to light a candle than to curse the darkness.”

Kunjungan melawat satwa liar di Kawah Ngorongoro ternyata membuka sebuah fakta tentang kisah ayah dan anak yang mempersembahkan hampir seluruh hidup dan bahkan nyawa untuk kelestarian hidup dan habitat satwa liar di Afrika.

Sebuah perjalanan yang sangat berkesan dan tidak terlupakan di Tanzania. Siapa sangka, selain bermain dengan satwa liar, kita juga dapat mengenang jasa para pionir yang telah memberikan jiwa raga dan segala miliknya seperti Michael, ayahnya dan orang-orang lain baik yang namanya diabadikan pada prasasti maupun tidak.

Sambil memandang langit Afrika yang biru, saya kembali merenung dan kemudian memandang jauh ke kawah, dimana ratusan atau ribuan satwa liar sedang asyik bercengkerama di Ngorongoro.

 

Tinggalkan Balasan