Ini Dia Fungsi Penutup Kepala bagi Kaum Pria

Ini Dia Fungsi Penutup Kepala bagi Kaum Pria

Catatan Thamrin Dahlan

Sabtu pagi di akhir bulan September 2017 berserta istri Hj Enida Busri bersiap menuju museum pewayangan di kawasan Taman Mini Indonesia Indah. Pasalnya awak di dapuk menjadi Ketua Umum Panitia Perhelatan Akad Nikah dan Resepsi Putri sahabat seperjuangan Bapak dan Ibu Yuyun Suwondo.  Pukul 06.30 kami telah tiba di tempat acara yang terletak persis belakang Masjid At Tin Jakarta Timur.

Terlihat sudah cukup banyak keluarga besar tiba di tempat Akad Nilah baik dari pihak calon mempelai wanita dan maupun pria.  Awak menyaksikan rekan rekan panitia pria mengenakan jas berdasi plus peci hitam. Gagah dan rapi juga berbusana resmi itu. Awak baru sadar ternyata tak mengenakan peci hitam atau kopiah kata orang melayu.  Kelupaan, karena kalau ke masjid memory permanent ini selalu mengingatkan, kopiah,

“kopiah mana kepiah”

Demikian pula ketika bersiap olah raga, topi, topi mana topi,  Dengan demikian jarang sekali terjadi alpa bin lupa alias tidak teringat mengenakan penutup kepala pada moment moment tertentu.

Wah rasanya kurang lengkap juga tak bertutup kepala di cara bernuansa ke  Islam an seperti ini. Padahal istri dan semua panitia semua berhijab busana moslem. Terlintas pikiran awak wajib berkopiah di acara sakral ini namun apa daya , bagaimana pula bisa mencari atau membeli kopiah di tempat seperti ini.

Baiklah awak ikuti dulu acara demi acara. Sebagai Ketua Umum Panitia kosentrasi penuh mengawal acara akad nikah.  Pertama tugas menyambut kedatangan Pak Penghulu yang tiba sesuai jadwal. Beliau berperawakan gagah lengkap berbusana jas resmi berdasi dan ber peci hitam pula.  Pak Penghulu berjalan tegap dan agak kencang seperti terburu  buru menenteng map berisi berkas permohonan pernikahan antara dua calon mempelai Firdaus dan Wita.

Alhamdulillah acara sunah Rasul berjalan khidmad di awali pembacaan ayat suci Al Quran oleh Qori Ustazd Fadhil Basalamah. Firdaus tegas mengucapkan

“Saya terima nikahnya Wita”

serta merta disambut ucapan Allah Akbar Subhanallah Alhamdulillah oleh seluruh hadirin.

Sekarang urusan Ketua Panitia tak berkopiah. Setelah memberi ucapan selamat kepada pemanggku hajad tamu hadirin dipersilahkan menikmati sarapan pagi. Hari ini menu lontong plus opor ayam diringi kopi atau teh manis anget.  Panitia  mengisi perut dulu agar nanti tetap bugar berdiri dan wara wiri melaksanakan tugas masing masing selama resepsi yang akan berlansung 2 jam.

Sebenarnya awak punya juga penutup kepala yang selalu dibawa kemana mana.   Penutup kepala berbentuk topi haji berwarna coklat agak tipis sehingga bisa diletakkan di saku celana sebelah kiri.  Kopiah ini berfungsi ketika tiba waktu sholat 5 waktu terutama apabila sedang musyafir berada di luar rumah.  Namun tak pantaslah penutup kepala kupluk seperti itu di sandingkan dengan pakaian resmi jas berdasi dan bersepatu pantovel hitam mengkilap.  Apa kata dunia.

Inspirasi tiba dengan sedikit logika. Masjid At Tin seharusnya memiliki koperasi atau apalah namanya yang menjual assesoris ibadah moslem   Atau paling tidak ada pedagang kaki lima sauadaraku dari Minang Kabau yang berjaulan di sekitar masjid tempat ramainya orang berkumpul. Oleh karena itu awak bersegera menuju  Masjid At Tin. Berjalan kaki sekitar  5 menit sembari bertanya kepada para tetamu yang  bertemu dijalan,  dimana gerangan bisa membeli peci hitam.

Alhamdulillah ternyata Koperasi Masjid At Tin menyediakan busana muslim lengkap. Jadilah awak memilih peci yang cocok dengan ukuran kepala nomor 9. Jadilah awak berkopiah baru seharga 40.000 rupiah.  Kopiah ini cukup sederhana tidak terlalu istimewa, namun bisalah berfungsi menemanai atau memantasi pakaian jas berdasi.

Sembari tersenyum mendengar pedagang kopiah itu berujar.:

“Terima kasih Bapak telah ber peci hitam,  sebagai tanda seorang pria moslem”

Mbak penjaga koperasi  belum lagi selesai berbicara

“dan juga Bapak Haji tampak terlihat lebih ganteng”

Walah pujian,  mentang mentang awak membeli tidak pakai menawar, hehehehe

Kemudian awak menambah ungkapan si pedagang itu,

“begini mbak, sejujurnya  bahwa fungsi penutup kepala ini bagi orang tua seperti saya  ini adalah untuk menutupi rambut beruban”

Penampilan diri tampak tua begitu kalau ada uban banyak tumbuh di rambut kepala.  Inilah sunatullah tak dapat dihindari.  Sesuai pesan Ayahanda Almarhum Haji Dahlan bin Affan Ulama asal Bengkulu kepada anak anaknya agar tidak mengecat rambut menjadi hitam. Biarlah rambut itu berubah warna menjadi putih sebagai tanda kehidupan ini ada batasnya.

Awak pulang ke Museum Wayang dengan senang hati. Cita cita memakai peci hitam telah tercapai.  Sebelumnya  selfie ria sejenak di depan Masjid At Tin untuk menciptakan alibi tak terbantahkan bahwa awak telah ber peci hitam.  Rasanya lega, sedikit percaya diri bersebab tidak terliat lagi warna rambut putih alias uban yang mulai menguasai kepala sekitar  43 %.

Saturday story

Salamsalaman

TD

Tinggalkan Balasan

4 komentar