Badan Narkotika Nasional (BNN) melalui Program P4GN ( Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika) bekerja sama dengan instansi terkait. Salah satu institusi tersebut adalah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham. 2 Instansi ini memilik titik singgung pada sisi penanganan korban penyalahgunaan narkoba. Dirjen Pemasyarakatan Dra Sri Puguh Budi Utami M.Si ketika memaparkan tentang kondisi penghuni Lapas menyatakan bahwa hampir separuh diisi terpidana kasus narkoba.
Kerjasama BNN dengan Dirjen Pemasyarakatan tergambar pada acara temu muka dengan jurnalis, Rabu 27 September 2018 di Ruang Bima Hotel Bidakara. 2 Institusi pemerintah ini cukup bijak karena menyadari betapa besar peran jurnalis (golden bridge). Perpanjangan tangan para jurnalis diyakini mampu menyampaikan informasi dari tangan pertama ke khalayak terkait masalah penyalahgunaan narkoba.
Jurnalis ibarat burung yang memilik 2 sayap, dia mampu terbang tinggi bersama kabar gembira yang dibawa guna disampaikan kepada siapa saja. Inilah bedanya dengan masyarakat umum ketika mendapat informasi atau penyuluhan narkoba maka pengetahuan yang diterima berhenti pada diri sendiri. Sedangkan jurnalis melalui tulisan mampu menginformasikan permasalahan narkoba ke sosial media tentu dengan versi masing masing dan tawaran solusi.
dokumentasi pribadi
Paparan Ibu Dirjen tentu saja mengagetkan dalam artian kasus narkoba “didalam” sedemikian besar. Bagaimana pula dengan data penyalahguna narkoba yang ada “diluar”. Jumlah Tahanan dan Narapidana Kasus Narkoba di seluruh Indonesia berdasarkan data September 2018 sebanyak 111.848 orang terdiri dari pengguna 44,845 sedangkan bandar atau pengedar 67.003 orang.
Informasi ini menegaskan 45 % penghuni lapas adalah kasus narkoba dari jumlah keseluruhan penghuni lapas. 248 252. Distribusi data perlu di jelaskan lagi apakah mereka adalah tahanan anak, tahanan dewasa, narapidana anak dan narapidana dewasa. Tentu akan lebih menarik seandainya data kasus narkoba itu diditribusikan berdasarkan jenis kelamin dan usia,
Kepala BNN Komjen Pol Heru Winarko mengatakan 90 persen pesanan narkoba berasal dari lapas. Data ini juga mengagetkan mengingat lapas seharusnya steril dari alat komunikasi. Namun demikianlah fakta terpapar walaupun menurut Ibu Dirjen razia telepon seluler acap dilakukan. Fakta menunjukkan masih saja ada oknum petugas lapas berperan memberi kesempatan terpidana narkoba berhubungan dengan bandar di luar penjara.
dokumnetasi pribadi
Guna mengatasi permasalahan penyalahgunaan narkoba di lapas, BNN dengan Dirjen Pemasyarakatan telah menggagas 2 karja sama tertulis. Pertama: Nota Kesepahaman antara BNN dengan Kementerian Hukum dan HAM tentang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika pada 27 April 2018.
Kerjasama kedua berupa Perjanjian Kerja Sama antara Deputi Rehabilitasi BNN dengan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham tentang Rehabilitasi Narkotika bagi Tahanan, WBP dan Petugas Pemasyarakatan pada 23 Agustus 2018.
Dirjen Pemasyarakatan menegaskan bahwa dalam penanganan peredaran gelap narkoba di dalam lapas dan rutan dilakukan melalui penambahan sumber daya manusia dan Pemberian sanksi. Penambahan petugas pemsyarakatan sejumlah 14.738 orang seiring dengan over capacity lapas mencapai 99 %.
bnn987-5bb03fd8ab12ae47480e9c67.jpg
Dirjen Permasyarakatan telah memberi sanksi kepada oknum petugas yang ikut terlibat dalam peredaran gelap narkoba di dalam lapas dan rutan. Data petugas yang sudah ditindak sejak tahun 2016 sampai 2018 sebanyak 185 orang. Inilah tantangan terberat dalam pembinaan petugas di lapas melawan godaan materi dari bandar. Mereka harus mampu bersikap tegas disamping tentunya mereka mendapatkan kesejahteraan kehidupan memadai sehingga mampu melawan godaan tersebut.
Sementara itu Deputi Pencegahan BNN Irjen Pol Ali Johardi mengatakan kosentrasi menurunkan demand narkoba merupakan prioritas bekerja sama dengan Ditjen Kemasyarakatan. Pada dasarnya narapidana sudah melalui proses penegakan hukum dan kini diupayakan agar mereka bebas dari pengaruh jahat narkoba. Sementara rehabilitasi sosial dan rehabilitasi medis tetap bisa dilakukan di lapas walaupun baru lapas Cipinang yang sudah memiliki pelayanan rehabilitasi lebih lengkap.
Point yang ingin disampaikan disini adalah bahwa tindak lanjut berupa sinerginitas dua instistusi ini tentu jangan berhenti di atas kertas. Perlu aktifitas nyata ditataran jajaran kedua belah pihak yang langsung meyentuh permasalahan dilapangan. Program kongkrit dan pengawasan guna mengawal kerjasama akan terlihat apakah efefktivitas sineginitas itu membuahkan hasil optimal.
Salam- Literasi
TD