Buku Pusaka Guru

YPTD63 Dilihat

Salam Hormat Guru Indonesia

Berhimpun dengan rekan guru ternyata lebih banyak sukanya dari duka.   Kenapa demikian ?. Jawaban sederhana;   bersebab berita duka guru dari zaman ke zaman seakan meleleh ketika kita  bersua.  Ketika bertemu dalam setiap kesempatan bukan lagi bicara berapa honor tetapi topik pembicaraan  kini sudah berubah.  Beralih, Guru saling bertanya, apakah sobat sudah menulis ?

Pertanyaan selanjutnya meluncur relevan dari pertanyaan pertama.  Apakah Cek Gu telah menerbitkan Buku ?  Yes.  Buku ajar lah paling tidak sebagai Pusaka seorang guru.  Pusaka dalam artian jimat atau kesaktian mandraguna  ketika melakukan perkerjaan super berat ialah mendidik (bukan mengajar)

Apakah perubahan pola pikir Bapak Ibu Guru berubah karena meningkatnya kesejahteraan ? Perlu penelitian mendalam, apakah ada korelasi antara Buku dengan Kesejahteraan.  Paling tidak di era ini PGRI sedang menggalakkan peningkatan kualitas dan kuantitas Literasi Indonesia.

Tak elok pula awak menganjurkan rekan Guru memiliki buku ajar bila tak dibuktikan Thamrin Dahlan sudah menerbitkan Buku. Inilah Buku Mata Pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan (KWN).  Buku ke 14 Terbit tahun 2017 sebagai Buku Pegangan Guru dan Mahasiswa.  Alhamdulillah.

Pekerjaan guru super berat, teman.  Berat diongkos, berat perasaan dan berat menanggung tanggung jawab moral.  Muridku kata Guru SD, Pelajar ku kata Guru SMP, Siswa ku kata Guru SMA dan Mahasiswa ku kata Guru Perguruan Tinggi. Mereka anak didik, mereka generasi penerus, harus pandai, cerdas dan berguna kelak bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mohon maaf, kini awak tak hendak lagi menyebut diri sebagai Dosen.  Keputusan ini bermula ketika didapuk menjadi nara sumber Belajar Menulis gagasan sahabat lamo Om Jay.  Malu rasanya disebut Dosen, PGRI itu kepanjangan  Guru, tidak ada kosa kata Dosen. Ya panggilan Guru lebih tepat,  toh dosen juga mengajar bukan menghajar.

Buku Pusaka Guru itulah  judul posting kali ini.  Awak berhutang 1 tulisan,  Senin 19 Oktober 2020 selepas online by WA di acara Belajar Menulis badan ini rasanya litak sekali.  Tak sanggup awak menorehkan huruf, kata dan kalimat menjadi paragraph untuk menjadi sebuah artikel.  Faktor U kata istri yang juga Guru.  Tubuh renta di usia 68 tahun tampaknya tak bisa diseret paksa ke depan PC walau semngat 45 menggelora.  Sunatullah.

Hutang itu kini harus dibayar.  Tak boleh lagi ada aral melintang ketika inspirasi menulis bertumpuk tumpuk di alam sadar.  Awak akan menyelesaikan artikel ini cukup 7 patagraf atau lebih dalam waktu kurang 20 menit. Antara Maghrib ke Sholat Isa

Membayar hutang itulah perkara pelik dan sulit.  Kalau tak bersegera maka hutang semakin menumpuk.  Inilah addict atau kecanduan menulis.  Rasanya bagaimana kalau tak menulis dalam jeda waktu 24 jam. Mudah mudahan semangat menulis one day one article tak pernah padam.  Tentu dipasang pulak harapan agar tetap mendapat karunia Iman, Islam dan Kesehatan

Uhf, sudah lebih 7 paragraf.  Tulisan ini segera diakhiri dengan kata penutup \Terima kasih/  kepada rekan guru yang telah berkenan mengikuti kisah perjalanan seorang Pensiunan Polri yang kesasar ketempat paling nyaman; dunia tulis menulis atawa jurnalis.

Ketika berada ditengah para guru kita bisa saling menyemangati.  Inilah  pesan Moderator  Ibu Aam Nurhasanah.  Beliau asli guru asli.  2 kata asli pantas diberikan kepada rekan Guru ketika fakta bicara begitu banyaknya resume  belajar menulis.

Awak melihat satu persatu tulisan di masing masing blok pribadi dan meninggalkan jejak. Luar biasa,  rancak bana kata urang minang.

Pertanyaan peserta pun sudah dijawab seputar penerbitan buku ber ISBN Tanpa Biaya. Terima kasih terima kasih telah berbagi.

Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD) menunggu naskah Bapak Ibu Guru. Kita terbitkan Buku Perdana ber ISBN Tanpa Biaya.  Artikel ini selesai 18 menit, motto sekali duduk jadi dan segera di posting di website terbitkanbukugratis.id . Nah Roh tulisan itu telah menanti disana.

Salam Literasi

YPTD

Tinggalkan Balasan