CATATAN KEPALA SEKOLAH SATAP (Bagian 10- Selesai)

Fiksiana, Terbaru31 Dilihat

RASA KEKELUARGAAN YANG ERAT TERJALIN

Bisa jadi karena lingkup sekolah yang kecil, jumlah guru yang sedikit dan mayoritas ibu-ibu, kekompakkan dan rasa kekeluargaan semakin erat terjalin. Hal itu penting dalam suatu gaya manajemen partisipatif, agar semua unsur mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap sekolahnya. Imbasnya diharapkan memengaruhi kinerja terkait tupoksi mereka sebagai guru. Semangat yang tinggi akan dapat ditanamkan bila semua memiliki motivasi yang tinggi untuk memajukan sekolah. Gotong-royong dan asas kebersamaan aku tanamkan dalam mindset kami.

Dalam segala segi kehidupan sekolah, bukan hanya yang bersiffat informal, tetapi juga yang terkait tugas. Contoh nyata, ketika dana BOS belum cair juga, sementara sekolah kehabisan cadangan dana maka kami para PNS urunan, menggalang dana untuk membayar gaji guru-guru honor.

Aku melihat kesempatan itu ada di sekolah ini. Guru-guru yang masih muda tetapi keadaan ekonominya mapan. Sebagian besar sudah menerima tunjangan profesi, maka ketika tuprof cair aku mengajak untuk sama-sama meminjamkan uangnya 3 atau 4 juta rupiah per orang untuk cadangan dana sekolah. Selain itu sebagai rasa simpati dengan nasib guru-guru honorer.

Rasa kagum akan ketulusan mereka masih kurasakan dan selalu terkenang sampai sekarang, ketika aku sudah tidak di sekolah itu lagi. Terima kasih Pak Subhan, Bu Tita, Bu Siti dan Bu Mei, nama kalian selalu ada di hati Ibu. Juga Bu Nia, Bu Desi, Bu Siska, Pak Ajat, Pak asep, walaupun kalian guru honorer, naman bakti dan kesungguhan kalian sangat Ibu rasakan. Selama dua tahun, berkat kalian Ibu bisa mewujudkan apa yang terbaik untuk sekolah kita saat itu. Berkat kalianlah kesulitan apa pun yang dihadapi selalu mendapatkan jalan keluar yang baik.

Ah, begitu banyak kebersamaan yang sering kami nikmati.  Misalnya, saat berburu durian murah. Pak Subhan memimpin kami untuk konvoy mencari rumah-rumah yang memiliki buah durian untuk dijual. Kami pun sepuasnya makan di sana dan membawa pulang untuk keluarga di rumah. Keseryan itu masih aku ingat ketika musin durian tiba.

Lalu, saat kami, ibu-ibu, ingin berlibur yang sederhana. Kami pergi ke Jakarta, mengunjungi Kota Tua naik KRL. Sekedar ingin selfie-selfie dan berburu kuliner yang ada di ibu kota. Setelah puas di sana,  kami singgah ke Tanah Abang untuk membeli batik seragam kami dengan dana masing-masing dan dibantu sekolah yang bersumber dari hasil warung koperasi sekolah, sebagiannya untuk para guru honorer. Luar biasa pengalaman saat itu, rasa bahagia terpancar dari wajah-wajah kami. Kami merasa masih ABG ketika menikmati panorama di Kota Tua, itu aku sadari dari foto-foto yang aku buka dalam album HP-ku.

 

 

 

 

Kenangan di Kota Tua

Menerima Surprise Luar Biasa

Satu lagi moment yang akan selalu kukenang. Ketika itu kami akan mengadakan rapat akhir tahun menjelang kenaikan kelas. Agar suasana berbeda kami ingin melaksanakannya di suatu resort wisata yang ada di daerah kami. Aku merasakan suatu keanehan, kenapa mereka ini bukannya segera berkumpul untuk rapat di area yang sudah kami booking.

Masing-masing bilang, “Sebentar ya Bu, saya ke sana dulu.” Hmm.. ,aku biarkan saja toh ada juga dua orang yang belum sampai di tempat itu. Tapi anehnya gak ada yang mau menemaniku di tempat itu. Masing-masing asyik dengan diri masing-masing. “Kenapa ya, mereka itu?” kataku dalam hati.

Tiba-tiba dari arah pinggir, mereka bersama-sama datang mengiringi bu Mira yang membawa kue ulang tahun, dan mereka menyanyikan lagu “ Happy birthday”! Aku kaget sekali bercampur haru, sampai mataku berkaca-kaca karena bahagia.

Aku berseru,”Ya Allah, terimakasih teman-teman. Ibu sungguh terharu,” kataku tersendat, sambil menghapus airmata haru. Ternyata tidak hanya itu, ada beberapa kado juga. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Sungguh sesak oleh rasa haru, karena mereka begitu perhatiannnya padaku. Lalu kami pun memotong kue dan menikmatinya bersama-sama sebelum memulai rapat.

Kejutan Ulang Tahunku, ternyata saat-saat terakhirku di sana..

Itulah kenangan-kenagan indah yang akan selalu kukenang dan kubawa dalam ingatan ke mana dan di manapun aku bertugas. Bukan tanpa hambatan, bukan tanpa intrik yang terjadi. Bukan pula tanpa kesalahpahaman diantara kami. Namun setiap intrik, setiap hambatan dan setiap kesalahpahaman yang terjadi diantara kami selalu mencair dengan dilandai kebersamaan dan saling mengerti. Di manapun, dan dengan siapa pun kita, pasti masalah akan selalu ada. Namun bagaimana menyikapi masalah dan mencari solusinya, itulah yang akan menentukan keadaan setelahnya.

Di sekolah kedua itu yang aku ingat hanyalah bagian-bagian menyenangkan dan membahagiakan semua. Baik dari guru-gurunya maupun anak-anak. Anak-anak yang begitu dekat denganku, semakin memberi kekuatan padaku untuk terus memperbaiki layanan yang ingin kuberikan. Anak-anak yang selalu ceria, yang selalu berebut menyalamiku setiap aku datang, ah, telalu indah untuk dilupakan. Semoga kalian mendapatkan masa depan yang cerah ya anak-anakku.

Kondisi yang aku ceritakan di atas membuatku semakin betah dan semangat bekerja di sekolah satu atap ini. Walaupun sekolah yang kecil namun bagaikan memiliki mutiara yang berkilau. Aku terlanjur sayang terhadapnya. Dan bertekad tetap menjaganya berkilau dengan taburan-taburan prestasi baik fisik maupun mentalnya.

Akhirnya Kutinggalkan Jua

Namun, apa pun kehendak kita, hanya kehendak Tuhanlah yang menentukan. Manusia akan tunduk kepada takdir hidupnya. Begitu pun keberadaanku di sekolah ini harus kuakhiri, tidak lama setelah aku mendapatkan kejutan ulang tahun itu. Aku sadari keberadaanku di sekolah ini hanya menjalankan tugas dari negara. Kemudian aku harus siap pindah ke sekolah lain.

Akhirnya kutinggalkan jua semua yang aku bangun, semua yang aku sayangi, dan kuanggap sebagai keluarga ke dua dalam hidupku. Doaku semoga sekolah ini semakin maju di tangan penggantiku, karena aku sadari masih banyak PR yang belum sempat tersentuh.

Itulah catatan perjalanan menjadi kepala sekolah daerah terpencil dan sekolah kecil satu atap yang aku abadikan dalam tulisan, semoga menjadi kenangan abadi, baik bagiku maupun bagi warga sekolah di mana aku pernah singgah di dalamnya. Tak ada gading yang tak retak. Begitu pun diriku hanya manusia biasa yang memiliki keterbatasan. Masih banyak yang belum mampu aku raih dan aku bangun di dua sekolah itu, namun biarlah menjadi pelajaran berharga bagiku untuk melangkah di sekolah baru nanti.

Selesai.

Tinggalkan Balasan