CATATAN PERJALANAN KEPALA SEKOLAH DAERAH TERPENCIL (Bagian 14)

Fiksiana20 Dilihat

Sehat.. Sehat!

Hari-hari selanjutnya adalah aku berobat ke sana- ke sini, sehingga selama 1 bulan tidak mampu ke sekolah. Karena jangankan naik sepeda motor, naik mobil pun perutku sakit. Suatu hari anak sulungku pulang dari Bandung, karena menghawatirkanku. Ia menyarankan untuk berobat alternatif, seperti yang ia jalani karena sakitnya tahun lalu. Kenapa sampai tidak terlintas sedikit pun dibenakku untuk berobat ke klinik herbal seperti aku membawanya ke sana.

Jam tiga dini hari suami dan anak-anak mengantaraku berobat ke klinik herbal itu. Sesampainya di sana,  sudah banyak orang mengantre. Jam 5 pagi antrean ditutup. Begitulah di klinik hebal itu orang harus rela antre dari dini hari, malah ada yang rela nginap di kendaraan demi mendapatkan nomor awal antrean. Padahal praktik pelayanan baru dimulai jam 7 pagi! Aku mendapatkan nomor yang perkiraan terlayani jam 11-an siang.

“ Bagaimana, Bu? Masih tujuh jam kita dapet gilirannya, mau pulang dulu atau nunggu di sini?” tanya suamiku. “ Aduh gak sanggup di jalannya, Pak. Jalan rusak dikit aja rasanya sakit ke perut,” jawabku.

“ Kita cari mesjid aja, Pak. Sambil shalat subuh kita bisa istirahat di sana, dari pada di sini, kasihan Ibu gak bisa baringan,” usul anakku.

Lalu kami pun menuju ke mesjid yang tidak jauh dari klinik itu. Untungnya di dekat mesjid itu ada rumah makan, jadi kami bisa sarapan di sana.

Setengah jam menjelang giliran tiba, kami kembali ke klinik. Ternyata satu nomor sudah terlewat! Untungnya kami boleh menyusul setelah pasien yang di dalam. Dengan hati berdebar aku masuk diantar suamiku. Pak Haji yang mengobati itu masih mengenaliku dengan baik setelah satu tahun lewat. Luar biasa, beliau memang orang yang sangat baik. Sambil ngobrol ke sana kemari, begitulah gaya beliau ketika memberi terapi, memeriksa ku dengan seksama hanya dengan menekan halus urat-urat di pergelangan tangan, seperti seorang perawat mengukur tensi darah.

Tiba-tiba beliau bertanya,” Ibu memangnya suka off road gituh? Atau kebanyakan lompat-lompat?” Aku menjawab,” Dua hari sekali saya off road, Pak Haji. Ngebonceng di sepeda motor.”

“Lho? Ke mana? Dalam rangka apa?” tanya beliau heran. “ Saya tugas di gunung, Pak Haji,” jawabku.

“ Waduh, kenapa harus ibu-ibu yang tugas ke gunung, gak ada lagi gituh bapak-bapak?” tanyanya. “ Memang kenapa Pak Haji? ada hubungannya dengan sakit saya?” tanyaku penasaran.

“ Ibu merasa sakit di sini, yah?” tanyanya,  sambil memegang perutnya sebelah kanan atas.

Luar biasa pak Haji ini, bisa merasakan apa yang kurasa. “ Benar sekali, Pak haji,” jawabku.

“Hmm.. sakit itu karena gojlokan yang terus menerus. Sementara otot perut ibu sudah tidak elastis. Jadi ada urat di diafragma antara perut dan tulang rusuk yang kejepit.Yang ibu rasa sakit seperti kalau habis lari jauh bukan?” panjang lebar beliau menjelaskan. “Ibu kalau ngebonceng harus relaks badannya, jangan tegang-tegang yah,” sambungnya sambil tersenyum, seakan tahu kalau aku ngebonceng pasti tegang karena jalan yang curam, apalagi kalau turun gunung sering kaki ikut nahan.

“ Bagaimana ngobatinnya, Pak haji. Saya sudah ke mana- mana berobat, tapi belum sembuh juga,” cuthatku. “Ibu walaupun ke mana-mana berobat tapi tidak terobati apa yang harus diobati, ya gak akan sembuh,” jawabnya sambil tersenyum. “Insya Allah, dengan ijin Allah, asal Ibu disiplin terapi dengan herbal, dalam waktu 14 hari mudah-mudahan ada perubahan, yah,” sambungnya.

“ Aamiin, terimakasih Pak Haji,” timpal suamiku. “Sama-sama, Pak. Ini resep obatnya. Nanti Bapak beli ini di apotek herbal yang sudah biasa, masih ingat kan , Bu?” sambung pak Haji. “Oh ya, nanti 14 hari lagi, kita periksa lagi yah,”sambungnya.

Setelah mengucapkan terima kasih dan menyimpan amplop di sudut mejanya, kami pun pamitan. Oh iya, beliau tidak memasang tarif pengobatan. Berapa pun tidak beliau permasalahkan. Oleh karenanya tempat praktinya selalu penuh oleh pasien dari berbagai tempat. Malah dari Palembang pun banyak yang sudah menjadi langganannya.

Satu minggu sejak terapi obat herbal itu, perkembangan yang kurasakan sangat baik. Sehingga aku sudah bisa salat dengan benar. Walaupun masih ada sedikit rasa nyutnyut di perut,  tapi tidak berlangsung lama, hanya bila ada gerakan melipat perut seperti ketika  membungkuk. Kemudian dua minggu berlalu, kesehatannku semakin baik. Tetapi aku beum berani ke sekolah, sesuai anjuran Pak haji,  minimal 1 bulan jangan dulu off road. Dua minggu selanjutnya meneruskan terapi dengan pemeriksaan terlebih dahulu. Pak Haji memberi resep obat yang sama.

Awal Maret aku coba berangkat lagi ke sekolah, dengan memakai korset, sesuai anjuran Pak Haji, agar tidak terlalu terguncang bila melewati jalan yang jelek. Tentu warga sekolah merasa senang kepala sekolahnya datang kembali. Ah, bahagianya, merasakan kembali segarnya udara gunung yang fresh. Bahagianya, ketika anak-anak berebut cium tanganku, bahagianya ketika melihat senyum-senyum sumringah di wajah guru-guru. Semua itu memberi motivasi yang kuat padaku, aku harus sehat!

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan