Dulu Saya Pernah Menulis Demi Uang
Sama sama menulis,tapi boleh jadi tujuan menulis berbeda .Ada yang menulis untuk melawan pikun . Ada juga yang menulis sebagai sebuah kebanggaan . Dan ada juga yang menulis untuk warisan anak cucu. Atau boleh jadi menulis demi uang. Apakah salah,bila orang menulis demi uang? Jawabannya pasti akan berbeda sesuai backround pendidikannya masing masing, Kalaupun menulis demi uang ,apakah salah? Tentu saja hal ini kembali kepada yang bersangkutan
Dulu saya sempat mengalami masa masa keemasan, di mana karya tulis saya laris manis dan uang mengalir kerekening saya. dengan deras. Seperti yang sudah pernah saya ceritakan, hasil dari menabung seluruh uang royalty dari Penerbit mayor PT Elek Media Komputindo di Jakarta,saya dapat membawa isteri jalan jalan keluar negeri. Karena 10 judul buku hasil karya tulis saya ,menurut Penerbit yang mengiklankannya di Koran Kompas, menjadi National Best Seller. Karena mengalami cetak ulang ,mulai dari 9 kali hingga ada yang mencapai 15 kali cetak ulang.
Buku buku tersebut ,kalau ditinjau dari sudut tata bahasa,jauh dari dapat disebut “best writer” Karena kriteria buku yang termasuk dalam best seller adalah :”laris manis dijual” .Sedangkan buku buku Best Writer lebih mengacu pada tata bahasanya . Tapi itu cerita tempo doeloe,karena belakangan ini buku buku dapat dibeli dengan harga sangat murah melalui e-book,hingga penjualan buku secara phisik,anjlok dan kemudian berhenti secara total
Menulis Di Blog Untuk Menjalin Hubungan Persahabatan
Nah, sejak buku buku saya tidak lagi diterbitkan,sesuai perjanjian kerjasama,bila tidak diterbitkan selama satu tahun,maka hak cipta kembali kepada Penulisnya. Dalam hal ini saya sendiri. Tapi saya juga tidak berminat untuk mencetaknya,karena momentumnya sudah berlalu. Sejak saat itu,hobi menulis saya alihkan dengan menulis di Kompasiana. Sesungguhnya saya sudah mendaftar sejak tahun 2009 ,tapi baru mulai menulis pada tahun 2012 ,tepatnya pada tanggal 14 Oktober ,2012
Awalnya ,menulis di Kompasiana ,sungguh merupakan sebuah perjuangan bagi saya. Karena selama ini, saya hanya menyerahkan Naskah mentahnya dan selebihnya urusan Editor di pihak penerbit. Bayangkan dalam waktu empat hari saya menulis buku ,dapat dibayangkan hasil dari tulisan saya. Tapi pada waktu itu,bukannya saya yang mendesak untuk diterbitkan,malahan saya yang didesak pihak penerbit ,agar jangan menunggu hingga buku selesai dicetak,begitu naskah diserahkan,maka mulailah menulis judul buku lainnya.
Tetapi sejak menulis di Kompasiana,saya harus mau belajar mengedit sendiri,mempersiapkan gambar ilustrasinya dan kemudian mempostingnya. Walaupun ada K Reward,tapi saya menilainya,sebagai sebuah penghargaan dari Kompasiana kepada para Kompasianer. Karena kalau dibandingkan dengan royalty karya tulis buku,tentu bagaikan siang dan malam.
Tapi karena tujuan awal saya menulis adalah untuk menjalin hubungan persahabatan dan tak kurang pentingnya adalah merupakan terapi jiwa bagi saya, untuk mencegah kepikunan, maka saya tetap konsisten menulis, walaupun yang baca tulisan saya hanya teman teman dekat saja ,tidak mengurangi semangat saya untuk terus menulis Tapi seandainya,saya menulis untuk mendapatkan uang,maka sejak lama saya sudah tidak lagi menulis di Kompasiana. Jadi seandainya suatu waktu, merasa tulisan kita kurang mendapatkan penghargaan, maka kembalilah ketujuan awal untuk menulis. Kalau menulis untuk menjaliin persahabatan dan sekalgus sebagai terapi jiwa,maka jangan berhenti menulis
Belajar dari sejarah, semuanya mengalami masa keemansan dan kemudian menyurut serta berakhir. begitu juga era untuk mengharapkan dengan royalti buku mau bawa jalan isteri ke luar negeri,sudah berlalu masanya. Kini terpulang kepada pribadi kita masing masing ,apa tujuan kita menulis?
Tjiptadinata Effendi