Pohon yang menjulang dan rindang berdiri kokoh di alun alun Cilimus, pohon karet yang konon telah berusia puluhan tahun, pemandangan itu menjadi bagian keseharian di Cilimus. Tak jauh dari pohon karet yang legendaris, ada sebuah bangunan masjid.
Biasanya memang bangunan masjid tak jauh dari balai desa. Dahulu banget menikmati keramaian Cilimus sambil duduk duduk di beranda masjid, saat itu suasana Cilimus belum seramai sekarang dan masjidnya pun belum mengalami renovasi dan semegah seperti saat ini namun penulis menikmati saat saat dahulu dan kini telah menjadi kenangan indah tentang masjid desa Cilimus.
Meski saat ini pohon karet yang tumbuh menjulang dan rindang telah ditebang. Senang rasanya bisa kembali ke masjid Al Istiqomah Cilimus, pangling sudah pasti. Suasana masjid menjadi wow banget, alhamdulilah. Penulis menikmati kembali atmosfir masjid yang di tata lebih modern tanpa mengurangi kesakralan dari tempat ibadah kebanggaan warga desa Cilimus.
Dari areal taman Cilimus terlihat masjid Al Istiqomah bermandikan cahaya, memasuki areal masjid disambut undakan tangga, kemudian Penulis menuju tempat wudhlu pria, ada tulisan “toilet ikhwan’ dan juga larangan merokok. Deretan kran berjejer rapi dengan potongan slang agar air yang terpancar lebih terarah.
Beranjak menuju ruang utama masjid, lantai masjid terbuat granit berwarna krem yang dilapisi karpet berwarna hijau, pilar pilar penopang yang senada dengan warna lantai, sedangkan bagian dinding dihiasi granit warna abu abu. Tempat khatib dan juga imam di bagian atas ada kaligrafi berwarna keemasan, mimbar kayu berwarna coklat dan dilengkapi cungkup dengan bentuk setengah lingkaran bola.
Melongok kebagian tengah masjid, Penulis menatap langit langit masjid dan kubah bagian dalam terlihat menjulang, variasi warna kubah terdiri dari coklat dan krem. Sejujurnya Penulis berdecak kagum dengan megahnya masjid Al Istiqomah saat ini, lanjut lagi menuju anak tangga di bagian dalam yang menjadi penghubung antara lantai satu dan dua masjid. Di bagian kiri masjid ada pembatas untuk memisahkan jamaah lelaki dan perempuan.
Bukan melulu mentereng secara fisik bangunan namun masjid Al Istiqomah ini memiliki kajian ba’da Maghrib dan itu setiap hari mulai jam enam sore hingga tujuh malam. Seperti di hari Senin yang mengambil tema Tafsir Al Qur’an dan di bimbing oleh Ustadz Drs.H. Engkus Kusaeri. Bahkan hari Sabtu malam yang identik dengan “Wakuncar” dan menikati akhir pekan, masjid Al Istiqomah tetap melakukan kajian yakni Tasawuf/Akhlak yang di pandu oleh Ustadz Didi Ahmadi.
Di serambi masjid terpampang struktur Dewan Kemakmuran Masjid, untuk saat ini terlihat periode untuk tahun 2017-2022. Terdapat bagan bagan yang menerangkan posisi para DKM dan tugas serta fungsi dari organisasi. Masjid Al Istiqomah ini diresmikan oleh Bupati Kuningan, Haji Yeng DS Partawinata, SH, bertepatan pada hari Pahlawan tahun 1994 atau dalam penanggalan Hijriyah yakni pada 6 Jumadil Akhir 1415 Hijriyah.
Rasanya haru juga ketika Penulis mengunjungi masjid ini kembali, ingatan paling melekat bagi Penulis di masjid Al Istiqomah adalah saat usai sholat Shubuh dan ketika hendak beranjak menuju desa Rajawetan malah sendal nya hilang hehe, tapi by the way lah kalem aja sih hilang sendal mah. Dari Masjid ke Masjid hadir di blog kesayangan terbitkanbukugratis.id.
Pernak pernik keberadaan masjid di Nusantara, rencananya si penulis akan berikhtiar menyambangi masjid masjid yang tersebar di tanah air, jadi tunggu saja ya dan jangan baca di blog tercinta ini karena akan banyak cerita tentang masjid masjid lainnya.