Apa yang kau inginkan, Gi?

Terbaru11 Dilihat

22 Maret 2021 adalah awal penilaian akhir tahun untuk kelas 9. Saat itu, saya sebagai ketua panitia begitu sibuknya karena banyak hal yang tak terduga di hari pertama ujian. Dari mulai peserta yang belum mengambil kartu peserta, peserta yang belum on sampai jam 08.00 hingga peserta yang ga mau ikut ujian.

Oh betapa sibuknya hari itu, hingga Abah (tukang bersih sekolah) menyediakanku segelas air teh manis hangat agar saya tetap fit dalam kondisi yang super sibuk. Hingga dua kali nambah tanpa sadar saya telah mengkonsumsi gula berlebih yang sudah beberapa bulan ini saya tinggalkan karena sering membuat saya sakit gigi. Maaf bukan karena teh manisnya tapi karena gigi saya aja yang ganjen g bisa kesenggol yang manis-manis😁.

Selang beberapa waktu, tepat pukul 10.00 yaitu memasuki jam kedua ujian hari ini. Peserta yang tidak mau ujian masih juga belum datang. Alhasil, saya dan bu Siti salah satu guru di sana mendatangi rumahnya. Kami telusuri gang-gang kecil tempat siswa itu tinggal. Betapa mirisnya melihat keadaannya, dia tinggal bersama neneknya di kontrakan kecil nan sempit berukuran 2×2, pengap dan bahkan tak ada cahaya matahari yang masuk ke dalamnya. Kami dapati ia sedang malas-malasan sedangkan sang nenek terus membujuknya untuk ujian di sekolah, tapi dia malah berpura-pura tidur. Kami menghampirinya, membujuknya dan mengingatkan akan cita-cita yang pernah ia ungkapkan. Alhamdulillah, dengan ucapan lembut nan sabar dari bu Siti, siswa itu mau ikut dengan kami dan mengikuti ujian pertama dan kedua hingga selesai.

Sesampainya di sekolah, kami disuguhi brownies dari salah satu orang tua yang membawanya. Dengan keadaan lapar, saya langsung melahap dua potong brownies tanpa ingat bahwa makanan lezat itu mengandung banyak gula. Alhasil, gigiku mulai meronta, mencabik-cabik pipiku yang temben. Bahkan syaraf2nya mengenai kepalaku hingga membuatku sakit kepala.

Saya pamit izin kepada kepala sekolah, dan segera menyalakan jupiterku untuk sampai ke rumah.

Sesampaiku di rumah. Saya langsung menggosok gigi dan kumur-kumur. Tapi itu tak membuat gigiku tenang. Dia tetap meronta-ronta dan semakin menjengguk rambut-rambut telingaku. Saya menangis karena kesakitan hingga Salma, si sulung datang dan segera memberiku sebutir cataflam dan segelas air hangat. Saya langsung meminumnya. Tak lama kemudian, saya tertidur.

Kupikir cataflam akan meredakan pemberontakan yang dilakukan gigi-gigi itu. Nyatanya, mereka tetap memberontak bahkan lebih dahsyat hingga saya tak bisa bicara dan suhu tubuh pun cukup tinggi hingga 38⁰C, saya tak bisa melakukan apapun walau sekedar membaca WA yang masuk.

Hari itu benar-benar hari yang membosankan. Saya hanya bisa berbaring dan memejamkan mata sesekali. Bahkan tanpa terasa, suamiku telah menempelkan dua lembar salonpas cabai di pipiku.

Saya benar-benar tak berdaya. Air mata terus berderai karena kesakitan. Bibir ini hanya mampu mengucap istighfar karena ketakutan.

Di malam hari, suamiku membawaku ke sebuah klinik umum. Tiba saat saya diperiksa, dokter menanyakan apa keluhannya. Kusampaikan yang telah saya alami dua hari ini. Sampai pada kesimpulan dokter memberiku 4 macam obat, yang menurutnya sekali minum obat ini, gigiku akan tenang.

Dua hari berlalu, gigiku tak juga tenang. Dia tetap memberontak setelah beberapa jam obat itu kutelan. Hingga obat yang diberikan habispun, gigi itu gak juga tenang.

Lagi, suamiku membawaku ke dokter gigi dan lagi-lagi saya diberikan obat anti biotik, obat nyeri, dan obat radang pun diminum untuk dua hari. Tapi lagi-lagi tak membuat gigi ini tenang. Mereka tetap memberontak, pada malam keenam, saya meringis kesakitan. Ingat akan minyak kutus-kutus yang biasa saya gunakan untuk pengobatan alami anak-anak dalam segala penyakit anak. Saya meminta suami untuk segera membelinya. Saat suami pergi membeli, anakku berkata bahwa belum lama ini tetangga depan sakit gigi dan dia langsung minum ponstan, tiga kali minum sakit giginya hilang.

Saya pikir ini adalah alternatif terakhir agar gigi ini tenang dan tak lagi meronta.

Saya minta Salma untuk membelinya di warung. Saya segera minum dan menyumpal bolongan gigi dengan kapas yang sudah dibasahi minyak kutus-kutus. Alhasil, gigi-gigi itu tenang dan membuatku tak lagi kesakitan.

Tinggalkan Balasan