Ada Apa Di Sana???

Humaniora0 Dilihat
Alpha Mariani

ADA APA DI SANA ???

 

Hampir semua mimpi saya terkabul, naik pesawat, menginap di hotel, kuliah S2 dan lain-lain yang semuanya serba gratis. Salah satu diantaranya adalah short course ke luar negeri yang juga gratis hihihihi. Meskipun gratis tetapi semua mempunyai konsekuensi moral  bagi saya secara pribadi yaitu harus  mengubah pembelajaran saya menjadi lebih baik.

Di awal tahun 2019, beberapa media sosial “ramai’ dengan topik program pelatihan guru ke luar negeri.  Ada teman yang sudah mendapat telepon, mendapat undangan bahkan beberapa diantaranya sudah melalui tahapan-tahapan seleksi. Program ini diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam hati juga terbersit doa, semoga saya menjadi bagian di dalamnya. Puji Tuhan…. Doa ini terkabul ! Saya dikirim untuk mengikuti pelatihan ke China University Minning and Technology (CUMT). Dalam waktu singkat saya mempersiapkan diri, membenahi bahasa Inggris saya yang ala kadarnya, belajar negara China baik bahasa,budaya, musim, pakaian yang harus dibawa dll (karena ini adalah pengalaman pertama saya ke luar negeri  dan berharap masih ada pengalaman kedua, ketiga dst J )

 

Saya akan menceritakan hal-hal sederhana tetapi sangat menarik yang ada di negeri Panda ini (untuk STEM dan HOTS sudah diulas panjang lebar oleh teman-teman alumni CUMT J). Pertama memasuki negeri ini telinga saya langsung mendengar bahasa yang jarang saya jumpai dan ternyata bahasa ini menjadi akrab di pendengaran saya selama tiga minggu ke depan. Hal yang paling menyedihkan adalah saat melihat film India di TV kamar, bagaimana tidak? Film yang saya lihat berbahasa India dengan subtitle tulisan China (padahal  saya berharap film India favorit saya ini bersubtitle bahasa Inggris J).

 

Saya tidak habis pikir untuk negara sebesar China dengan wisatawan yang besar jumlahnya dan pendidikannya yang maju, tidak semua warga bisa berbahasa Inggris meski yang paling sederhana sekalipun. Alhasil saya sering menggunakan bahasa isyarat dan senyuman yang lebar  serta anggukkan kepala dalam berkomunikasi. Pemateri hebat (kepala polisi, kepala sekolah, dosen dll) dalam penyampaian materi juga menggunakan bahasa China. Pemateri menyampaikan satu paragraf dalam bahasa China, kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh pemandu kami. Demikian pula sebaliknya, ketika bertanya kami menyampaikan dalam bahasa Inggris kemudian diterjemahkan dalam bahasa China oleh pemandu. Termasuk ketika kami mengikuti upacara pembukaan dan penutupan. Saya yakin dosen-dosen hebat di China yang sering melanglang buana pastilah bisa berbahasa Inggris dengan lancar. Namun di balik kekakuan negara tersebut dalam berkomunikasi, saya melihat ada rasa nasionalisme yang luar biasa. Betapa besar kebanggaan dan kecintaan mereka pada budaya sendiri. Kecintaan inilah yang menurut saya menjadikan bahasa China menjadi bahasa yang paling banyak dituturkan orang di seluruh dunia.

 

China juga memiliki regulasi tentang internet yang sangat ketat di dunia. Hanya aplikasi-aplikasi tertentu yang dianggap tidak bertentangan dengan ideologi mereka yang bisa diakses dan itupun adalah aplikasi buatan China. Aplikasi WhatsApp yang sering kita gunakan dilarang di negeri ini, mereka mempunyai aplikasi yang hampir sama dengan WhatsApp yaitu Wechat. Aplikasi Google andalan saya pun tidak bisa diakses disana, pengganti aplikasi ini adalah aplikasi Baidu. Untunglah sebelum berangkat ke negeri Panda kami sudah menginstal aplikasi VPN yang membuat kami bisa berhubungan menggunakan WA dengan kerabat di tanah air, meskipun VPN ini tidak begitu lancar tetapi cukuplah mengobati rindu kami. Saya melihat Nasionalisme lain dalam ketatnya penggunaan internet ini.

 

Hal menarik yang lain adalah pembelajaran di kelas. Guru pengajar di kelas dari beberapa sekolah yang saya kunjungi dan pengajar dalam short course kami selalu berdiri dalam mengajar. Tidak ada kursi untuk duduk para guru, jadi selama mereka mengajar yang dilakukan adalah berkeliling dan berdiri di depan kelas. Empat puluh menit, satu jam bahkan dua jam lebih mereka menyampaikan pembelajaran dengan berdiri. Kondisi seperti ini langka saya temui. Selalu ada kursi di meja guru yang bisa digunakan beristirahat saat kami lelah berkeliling, Sambil beristirahat kami membuka buku, mengisi ini itu dan bahkan sedikit berkutat membalas WA atau membaca berita di HP. Dan….itu tidak kami jumpai saat kunjungan di negeri Panda, seolah-olah guru fokus dengan apa yang diajarkan dan siap dengan materi maupun media dalam pembelajaran hari itu.

Kursi siswa di China seperti bangku tanpa sandaran. Kursi ini sangat fleksibel karena memudahkan siswa menghadap ke segala arah. Tanpa sandaran di kursi siwa harus duduk dengan tegak, posisi ini yang membuat mereka harus bersemangat karena tidak mendukung untuk bermalas-malasan. Saya berpikir rancangan sederhana seperti ini pasti mempunyai tujuan tertentu.

 

Karakter yang baik gampang saya temui disana. Karakter menonjol yang saya amati adalah jujur, tertib dan pekerja keras. Sepeda berjajar bisa kita temui hampir di sudut-sudut jalan. Sepeda ini bisa dipinjam dan dikembalikan ke tempat-tempat tertentu tanpa pengawsan. Kejujuran warga untuk mengambil dan menggunakan sesuai kebutuhan dilandasi dengan kesadaran pribadi ini cukup menarik perhatian saya. Pemandangan menarik ketika saya melihat  antrian yang rapi ketika menunggu bus, tidak ada saling serobot. Secara tertib mereka menunggu bus yang datang kemudian naik sesuai antrian. Sambil menunggu bus mereka sibuk melakukan aktifitas seperti membaca buku maupun melihat HP dengan serius. (entahlah, mungkin perasaan saya saja. Gerombolan yang heboh saat menunggu antrian bus, berjalan ke supermarket, di dalam bus dll adalah gerombolan alumni CUMT yaitu kami ha ha ha ha ha ) Meskipun kemudahan banyak ditemui, misalnya disediakan kendaraan/sepeda/sepeda listrik hampir di setiap tempat tetapi warga di sana lebih sering berjalan kaki. Mau tidak mau kamipun sering berjalan kaki untuk mencapai tempat tertentu. Minggu pertama jelas terasa sulit, biasanya sedikit-sedikit memanggil babang gojek…. Di negeri Panda mana bisa? Gegara berjalan kaki minimal 6 km setiap hari yang menyebabkan berat badan saya turun 5 kg dalam 3 minggu (dan ajaibnya naik 7 kg selama seminggu saat kembali ke tanah air J)

 

Praktik STEM di negeri Panda tidak hanya dijumpai di sekolah, tetapi sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di China. Mereka belajar merancang robot dari TK sampai perguruan tinggi dengan tingkat kesulitan sesuai dengan jenjang, dan hasil rancangan tersebut bisa dipergunakan untuk mempermudah kehidupan. Hampir semua warga China mempunyai dompet digital yang disebut Wechat Pay. Pengguna Wechat Pay dapat mentransfer uang ke pengguna yang lain. Layanan pembayaran melalui aplikasi ini memudahkan warga untuk memesan makanan, membeli barang, membayar ongkos bus, belanja online dll. Cara membayar melalui aplikasi ini cukup mudah, biasanya mereka scan QR code yang ada. Kemajuan tehnologi di China merupakan praktek dari STEM dalam kehidupan.  Kolaborasi dari keempat aspek dalam STEM (Science, Technology, Engineering and Mathematics) secara bersamaan dapat memudahkan penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari.

 

Masih banyak hal-hal unik di negara Panda yang ajaib.

Tidak rugi saya menuntut ilmu sampai ke negeri China. Semoga hal-hal baik di sana dapat kami terapkan di sini.

 

我感觉很好,因为我参与其中。

Wǒ gǎnjué hěn hǎo, yīnwèi wǒ cānyù qízhōng

Saya merasa senang karena pernah menjadi bagian di dalamnya.

 

 

ALPHA MARIANI

Prestasi

  1. Guru Berprestasi Jawa Tengah 2018
  2. Finalis ONIP (Olimpiade Nasional Inovasi Pembelajaran Matematika) 2017, 2018
  3. Pemenang Karya terbaik (Novel Dua Pilihan) dalam Diseminasi Literasi tingkat Nasional 2017
  4. Finalis Inobel 2015, 2016
  5. Juara Alat peraga Nasional Tahun 2015