Satu Episode Menuju Negeri Tirai Bambu

Humaniora0 Dilihat

SATU EPISODE MENUJU NEGERI TIRAI BAMBU

Oleh Mutia Rahmah, S.Pd

 

 

Mungkin tak semua kata mampu wakilkan rasa yang ada, setidaknya  pengalaman saya yang sederhana ini dapat memberi warna pada rangkaian kenangan perjalanan kita saat mengikuti short course ke luar negeri. Perkenalkan, nama saya Mutia Rahmah, S.Pd, saya adalah guru biasa pengampu mata pelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri 2 Pelaihari, Kab. Tanah Laut Kalimantan Selatan. Allah SWT- lah yang menganugerahkan karunia indahnya sehingga saya dipertemukan dengan guru-guru hebat dan berdedikasi se-nusantara untuk ikut serta menimba ilmu yang sarat makna di negeri tirai bambu.

Ketika saya menerima telepon bu Vika beliau dari pihak Dirjen Kemendikbud menyatakan saya menjadi salah satu yang mendapat kesempatan untuk mengikuti program pelatihan STEM ke Cina. Kesan pertama adalah gembira, setelahnya ada bersit keraguan di hati karena saya harus meninggalkan anak saya yang masih dalam perawatan pasca bedah tulang dalam waktu yang lama, suara hati pun sempat tak tentu arah, namun support suami dan anak-anak menguatkan saya untuk mengambil keputusan  untuk berangkat.

 

Meskipun saya tidak berada dalam situasi injury time, seperti pak Thamrin rekan seperjuangan dalam Gupresnas 2018, namun saya termasuk yang belakangan mendapat pemberitahuan untuk mempersiapkan berbagai dokumen. Sempat jantung berdegup kencang dalam mempersiapkan seluruh dokumen ini, terutama passport. Sempat terbaca chat dalam group Whatapps peserta ke Cina, milik pak Hamzah, ternyata saya tidak sendiri yang belum melengkapi dokumen passport, dan kami saling menguatkan dan mendoakan.

 

Setelah mendaftar online, sehari sebelumnya saya mengurus surat dari Kemenag yang harus saya bawa ke kantor Imigrasi untuk dibuatkan passport in case lebih awal (karena saya termasuk CJH 2019 ada jadwal per kabupaten untuk pembuatan passport). Malam harinya anak bungsu saya yang masih balita harus dirawat inapkan di rumah sakit karena muntah-muntah dan mengalami dehidrasi, saya hampir menyerah, memutuskan untuk tidak melanjutkan pergi ke kantor Imigrasi, namun dokter meyakinkan anak saya akan baik-baik saja karena ditangani dengan cepat, Alhamdulillah, pagi harinya anak saya sudah bisa berkomunikasi, saya pamit ke dia yang ditunggui ibu saya, dan diantar suami saya pun pergi ke kantor Imigrasi untuk proses wawancara dan foto. Semua  berjalan lancar sampai pengiriman passport ke Kemendikbud.

Sore itu, Rabu, 27 Februari 2019 di gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Pendidikan bapak Muhajir Effendi menyelenggarakan acara pelepasan seribu orang Guru dan Tenaga Kependidikan untuk mengikuti program Pelatihan ke  luar negeri yaitu 12 negara tujuan. Masih lekat dalam ingatan pesan pak Menteri, sepulangnya dari pelatihan nanti semoga para pendidik dan tenaga kependidikan semakin berdedikasi dalam dunia pendidikan, mampu dan mempunyai kreativitas serta inovasi dalam hal pengembangan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi tugas dan fungsi masing-masing.

 

Setelah beberapa hari mendapat pembekalan dari Kemendikbud terkait materi dan  teknik pelatihan di luar negeri, Sabtu, 2 Maret 2019 jam 19.00 WIB  bersama pendamping ibu Rohmi Nurwiyati dan bapak Hery Azhar dari Kemendikbud, kami berangkat menuju bandara International Soekarno Hatta.

 

Di bandara sempat bertemu dan ber ‘foto ria’ dengan teman-teman Gupresnas 2018 yang berangkat ke Belanda dan Australia. Tepat jam 12.10 WIB pesawat udara Cathay Pacific jenis airbus dengan kapasitas 650 an lebih penumpang membawa kami berangkat menuju Hongkong untuk transit, perjalanan yang ditempuh kurang lebih 4 jam. Bandara Hongkong yang super luas dengan jumlah gate 500an (wah nggak kebayang kalo kita sampai salah masuk gate).

Sesampainya di bandara kami pun di arahkan ke gate terdekat dengan tujuan pemberangkatan selanjutnya, saat itu suhu sudah sangat dingin saya pun harus menggunakan mantel dan shawl, dan dengan berjalan cepat beberapa menit kami pun tiba di waiting area, kami yang beragama Islam melaksanakan shalat subuh dengan bantuan kompas mencari arah kiblat, sebagian rehat sambil menyempatkan diri menghubungi keluarga di tanah air,  akhirnya tak terasa waktu berlalu, kami pun bersegera memasuki pesawat udara Dragon airlines menuju Nanjing, Cina. Saya melihat jam digital di bandara waktu itu menunjukkan 10.25, sayapun sempat tersenyum saat melirik arloji di tangan saya, ternyata waktunya sama dengan daerah saya Kalimantan Selatan.

 

Jam menunjukkan 12.50 saat pesawat mendarat di bandara Nanjing, dan yang pertama kami cari adalah restroom, dan saya pun disambut dengan senyum tulus seorang wanita yang menjadi cleaning service (welcome to China, ma’am gumam bahasa hatiku sendiri hihihi). Setelah itu kami melewati gate pemeriksaan dokumen ke imigrasian, satu demi satu tahapan kami lalui dan tibalah kami pada pengambilan barang yang mana semua harus dilakukan self service. Kami dijemput 4 orang mahasiswa CUMT dan dikemudian hari 2 diantaranya yang akan mendampingi sekaligus menjadi sahabat kami selama 21 hari di sana yaitu Mr. Chano dan Mr. Barman. Sambil menunggu kami memutuskan untuk shalat jama qashar berjamaah, pak Hakim mengumandangkan iqamah, kami melaksanakan shalat di dekat bawah escalator karena tidak menemukan tempat yang sepi, disamping saya ibu Rusti juga bu Susi. Ada tetes bening saat takbir dilantunkan. Allahu Akbar, kami mendapat anugerah indahbisa bersujud di bumi Mu yang lain. Selesai shalat kami bergegas menuju bis, jarak yang tidak dekat semua ditempuh dengan berjalan kaki cepat sambil ‘ngangkut’ koper.

 

Perlahan bis membawa kami meninggalkan Nanjing, sepanjang jalan terlihat jejeran pohon-pohon kokoh berdiri tanpa dedaunan, negeri ini baru saja melewati musim dingin menuju musim semi, semburat langit jingga  pertanda malam kan tiba, setelah bertayamum kami melaksanakan shalat magrib masing-masing dalam laju bis tenang dan stabil membawa kami menuju kota Xuzhou.

 

Jam menunjukkan 22.30 malam kami tiba di hotel dan disambut ramah tamah oleh panita  dari CUMT, Mr. Pateson dan rekan-rekan lainnya serta dipersilakan kami diberikan makan malam porsi jumbo saat itu. Masih ingat kala itu saya bicara kepada Chano dan Pateson bahwa kami (terutama ibu-ibu) takkan sanggup menghabiskan makanan itu sebanyak itu, bu Fathul dan kawan-kawan pun juga meng iyakan. Jawab Pateson, itu bagian dari layanan terbaik mereka., tapi kami juga merasa tidak sopan kalo harus menyisakan banyak makanan nantinya di piring kami. Akhirnya mereka setuju, nanti kalo makan, self service aja. Budaya yang berbeda, tapi kita saling menghargai.

 

Setelah makan malam, kami diantar menuju kamar masing-masing, setiap kamar diisi dengan dua orang. Saya bersama bu Fathul pun di bantu Mr. Chano mengatur barang dan penghangat ruangan kamar itu. Mata mulai terpejam, besok pagi dan seterusnya ada rangkaian kegiatan yang harus kami lalui di kampus CUMT, malampun semakin larut…

 

Satu episode ini memberikan makna kepada saya dan kita semua: ‘Jika Allah swt menghendaki sesuatu menjadi milikmu, yakinlah pasti ada berbagai jalan dan caraNya sehingga Karunia itu sampai ke tanganmu’

Mutia Rahmah

Tinggalkan Balasan

46 komentar

  1. Ping-balik: sarms kaufen
  2. Ping-balik: Leverage
  3. Ping-balik: 현금홀덤사이트
  4. Ping-balik: ufatesla
  5. Ping-balik: Canik tp9sfx for sale
  6. Ping-balik: briansclub cards
  7. Ping-balik: buy shotguns online
  8. Ping-balik: apps that pay cash
  9. Ping-balik: oxandrolone 10mg
  10. Ping-balik: Nord 2 Coil
  11. Ping-balik: บาคารา
  12. Ping-balik: locksmith Nederland
  13. Ping-balik: https://leonax.net/
  14. Ping-balik: marlin 1895sbl
  15. Ping-balik: rajabandarq
  16. Ping-balik: nagaqq
  17. Ping-balik: aksara178
  18. Ping-balik: bandar darat
  19. Ping-balik: Luxury Villa Phuket
  20. Ping-balik: DEWAJITU
  21. Ping-balik: uniccshop
  22. Ping-balik: 뉴토끼
  23. Ping-balik: buy weed online
  24. Ping-balik: รับทำ SEO
  25. Ping-balik: w8888