Ilustrasi suka membaca: smkn4bdg.sch.id.
Tadi pagi adalah pertemuan perdana dengan mahasiswa baru di mata kuliah yang kuasuh. Dalam pertemuan itu, kami hanya bercakap-cakap saling berkenalan. Karena itu, tidak ada penyajian materi pembelajaran. Itu memang biasa aku lakukan di setiap angkatan.
Aku sengaja menciptakan suasana itu dengan alasan tertentu. Agar pada saat kuliah serius tidak ada alasan yang remeh temeh. Atau biasanya mereka bersembunyi di balik kemalasan. Untuk menghindari hal-hal itu, aku habiskan satu pertemuan untuk membuat kesepakatan-kesepakatan dengan mereka.
Dengan membangun kesepakatan itu, mereka akan menghukum dirinya sendiri ketika mereka berbuat. Entah sengaja atau pun tidak. Misalnya tentang keterlambatan. Aku beritahukan untuk mengatur waktu dengan baik. Kami sepakat bahwa kalau terlambat satu menit pun adalah terlambat. Jadi tidak ada hak masuk kelas, silakan rehat di luar.
Aku juga membangun paradigma mereka tentang kenapa mereka ada di prodi ini. Apakah mereka dipaksa atau sekedar ikut-ikutan atau memang pilihan terbaiknya. Dari situ akan kelihatan anak serius belajar atau tidak.
Dan rerata mereka mengatakan bahwa prodi ini adalah pilihannya. Bukan paksaan atau ikut-ikutan orang lain. Semoga jawaban mereka adalah yang sesungguhnya. Tetapi seandainya tidak pun aku tidak punya hak apa-apa untuk membatalkannya. Atau menyuruhnya pindah prodi atau keluar sekalian.
Sebab mereka sekolah untuk dirinya sendiri bukan untuk orang lain. Jadi benar atau bohong yang mereka sampaikan itu tidak berdampak apa-apa padaku. Aku juga tidak menuntut harus benar informasi yang mereka sampaikan. Berbohong atau tidak adalah hak setiap orang.
Intinya, tadi aku hanya cerita-cerita ringan dengan mereka tentang dunia kampus. Tentang budaya belajar di perguruan tinggi. Tentang bagaimana mereka mengatur diri dan mengatur waktu agar kuliahnya kelak tidak terbengkalai. Malah sebisa mungkin lulus tepat waktu.
Dan lulusnya pun haruslah karena memang sudah selesai belajar. Bukan karena sudah kelamaan di kampus. Dan juga kalau bisa lulus dengan predikat terbaik bukan asal lulus. Karena itu setiap mahasiswa perlu memiliki budaya berpikir ilmiah. Budaya ini berasal dari budaya belajar yang baik tentunya.
Apa itu budaya belajar yang baik? Belajar yang sederhana adalah dengan membiasakan diri suka membaca. Dan selanjutnya kegiatan membaca mesti menjadi sebuah kebutuhan, bukan sekedar hobi. Sebab dengan membaca sebagai kebutuhan berarti tiada hari atau tidak ada waktu terbuang percuma tanpa membaca.
Dengan suka membaca, kemampuan berpikir kritis seseorang akan terus terasah. Sebab seorang mahasiswa yang adalah seorang calon ilmuwan harus memiliki kemampuan berpikir kritis. Dan ia dibutuhkan untuk memecahkan persoalan yang ditemui. Apakah masalah yang dihadapi saat sebagai mahasiswa maupun ketika ia berkarya nanti.
Sebagai penutup kegiatan bincang-bincang itu kubilang bahwa tidak ada orang yang tetiba langsung rajin membaca. Lalu rajin belajar. Ia dimulai dari suatu keadaan yang dipaksakan. Untuk menjadi biasa harus bermula dari suatu kesadaran pemaksaan.
Oleh karena itu, paksalah diri untuk biasa membaca yang berujung menjadi biasa belajar. Sehingga aku katakan kepada mereka bahwa belajar itu adalah suatu kesadaran pemaksaan pembiasaan diri. Pemaksaan itu harus dimulai dengan kesadaran yang mantap. Sebuah tekad untuk maju dalam hal apapun yang dipelajari.
Seperti yang kulakukan sekarang ini. Secara sadar aku memaksakan diri untuk menulis setiap hari. Menulis di program KMAA (karena menulis aku ada). Semoga suatu saat menulis menjadi kebiasaan yang bermuara pada sebuah gaya hidup.
Tabe, Pareng, Punten!
Tilong-Kupang, NTT
Rabu, 22 September 2021 (17.26 wita)