DIA SAHABATKU

Fiksiana33 Dilihat

Litta memandangku tak percaya. Senyum di bibirnya nampak hambar. Dia meragukan apa yang aku katakan.

“Percalah dia itu sahabatku…!” Aku berusaha meyakinnya. Tapi Litta sepertinya tidak ingin mendengar perkataanku. Dia berlalu tanpa menoleh. Aku hanya diam, kulanjutkan langkahku menuju kelas. Aku tidak ingin terlambat mata kuliah ini. aku mendapatkan nilai D untuk yang pertamakalinya.

Bergegas kumasuki kelas. Bergabung dengan adik angkatanku. Ada rasa malu saat duduk bersama mereka. Tapi aku rasa bukan aku saja yang mengulang, diantara mereka aku melihat kakak angkatanku. Ku bulatkan tekadku untuk fokus pada materi ini. Aku tidak ingin menyia-nyiakan waktu untuk yang kedua kalinya. Nilai minimal B harus aku dapatkan.

Kuliah berakhir, aku kembali ke perpustakaan. kucoba selesaikan tugas yang tadi tertunda. Tanpa kusadari Farhan duduk disampingku.

“Serius bener? Ada tugas Win…?” Farhan meledekku. Dia sudah tahu kalau aku mendapatkan tugas ini.

“Kamu sudah selesai?” Kulirik Farhan, tanganku tak berhenti menulis.

“Belum, masih banyak waktu, kita nonton yuk…!” ajak Farhan

“Kapan?” Aku berhenti sejenak, kupandang wajah Farhan.

“Nanti sore, kamu gak ada kuliah kan?” Farhan menatapku.

“Kamu mau apa dari aku?” Ku tutup buku dan memasukannya ke tas.

“Menyakinkan Litta kalau kamu sahabatku.” Jawab Farhan tenang.

“Mengapa harus nonton?” Suaraku sedikit tegang.

“Hanya itu caranya.” Farhan menempelkan jarinya kemulutku.

“Baiklah, kamu jemput aku di rumah, aku mau tahu bagaimana caramu menyakinkan Litta dengan mengajaku nonton.” Kutinggalkan perpustakaan. Farhan terlihat senang.

Sore itu aku sudah bersiap. Kulirik jam ditangan. Tinggal beberapa menit lagi. Jika Farhan tidak datang tepat waktu, sudah kupastikan aku tidak akan berangkat.

“Mau kemana Win..?” Tanya ibu

“Mau nonton sama Farhan Bu.”

“Jangan malem-malem pulangnya.”

“Iya bu.”

Terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Aku segera membuka pintu. Farhan dan Litta berdiri disamping mobil.

“Sudah siap Win?” Farhan tersenyum kepadaku.

“Sudah, ayo berangkat.” Aku berjalan menuju mobil. Naik dibelakang dan menyandarkan tubuhku senyaman mungkin.

“Kamu di depan Win, biar aku di belakang.” Litta memintaku untuk pindah.

“Kamu saja, aku tidak mau jadi penunjuk jalan, Farhan suka lupa arah.” Jawabku sejujurnya.

Litta terdiam, segera masuk dan duduk disamping Farhan. Mobil melaju perlahan. Aku mulai mengantuk. Kegiatan tadi  cukup melelahkan, kututup mataku dan tertidur. Aku terbangun saat Litta membangunkan aku. Segera ku ambil tas dan melangkah menuju pintu teater.

“Kamu mau nonton film apa?” tanya Farhan.

“Terserah kalian, aku ikut saja.” Aku mulai melihat-lihat judul film yang akan tayang. Litta dan Farhan mendekati loket kemudian memesan 3 tiket. Farhan mendekatiku. Litta menunggu di pintu masuk.

“Win… ayo Litta sudah menunggu.” Farhan menuntun tanganku. Aku berusaha melepaskannya.

“Aku bukan anak kecil, kamu jalan saja dulu.” Sambil ku tarik tanganku. Farhan tersenyum dan berjalan menuju Litta yang terus memperhatikanku.

Film yang ditayangkan ternyata film drama romantic yang tidak aku suka. Aku benar-benar bête. Aku sandarkan tubuhku ke kursi dan kembali aku teridur. Aku terbangun saat Litta mengguncang tubuhku. Lampu teater menyala. Ku kerjapkan mataku, cahaya lampu menyilaukan pandanganku. Untuk sesaat aku terdiam, lalu dengan malas aku berdiri dan melangkah ke luar.

Farhan mengajak aku dan Litta makan. Sebenarnya perutku tidak lapar, tapi demi Farhan, aku meminta segelas kopi dan menemani mereka makan.

Seminggu telah berlalu. Litta menjemputku dengan motornya. Aku heran tidak biasanya dia datang.

“Kamu mau jemput aku kuliah? Farhan tidak menjemputmu?” tanyaku sambil menatap Litta tajam.

“Aku ingin berdua dengan kamu Win.” Jawab Litta sambil tersenyum

“Kenapa?” Aku mengeryitkan dahiku.

“Berterimakasih, karena kamu, kini aku yakin Farhan benar-benar mencintaiku.” Jawab Litta bersemangat.

“Aku sudah bilang begitu kan?” Jawabku sambil duduk dibelakang.

“Maafkan aku, tapi waktu itu aku tidak yakin, aku pikir Wina si kutu buku jatuh cinta dengan Farhan, ternyata dia tetap cinta dengan bukunya.” Litta tertawa geli. Aku terdiam, dalam hati aku bersyukur, aku bisa membantu Farhan menyakinkan Litta.

Tinggalkan Balasan