Tahun ajaran baru dimulai. Anak-anak dan aku optimis sekolah akan kembali di buka. Semua menyambut kabar ini. Tapi semua tinggal impian, saat pemerintah kembali menggulirkan pelaksanaan BDR (Belajar Dari Rumah).
Aku menerima limpahan WAG dari wali kelas sebelumnya. Anak-anak kelas VIII yang naik ke kelas IX. Aku kembali menjadi wali kelas di kelas IX. Aku coba menelpon mereka satu persatu dan berharap mereka mengangkat telponku. Banyak diantara mereka yang tidak mengangkat panggilan WA dariku.
Aku coba menggunakan telpon biasa. Beberapa diantaranya mengangkat telpon dariku. Mereka nampak senang tapi entah mengapa banyak diantara mereka yang mengalihkan telponnya. Jika di total hanya 25% yang mangangkat panggilan telpon atau WA dariku.
Nama dan photo mereka di DP beragam, hampir sebagian besar menggunakan nama dan photo tokoh kartun kesukaannya. Aku meminta mereka menggunakan photo asli untuk DP di WA dan menuliskan nama lengkapnya. Tujuannya agar aku mudah mengenalinya.
Ternyata tidak mudah meminta anak untuk melakukan apa yang aku mau. Hampir satu bulan pembelajaran berlangsung. Beberapa anak masih belum mengganti photo DP dan namanya. Bahkan nomor mereka banyak yang tidak aktif. Aku benar-benar kesulitan mengenalnya.
Petugas perpustakaan membagikan buku paket untuk pembelajaran. Mereka di minta ke sekolah dengan memakai prokes. Ini kesempatanku untuk bertemu mereka. Sesuai jadwal aku bersiap di depan perpustakaan. Dengan harapan bertemu dan berkenalan dengan mereka.
Yang ditunggu datang juga. Anak-anak terlihat mendatangi perpustakaan. Satu-satu mereka melewatiku, aku segera menyapanya. Aku perkenalkan diriku, mereka tampak bahagia dan meminta photo bersama. Dengan senang aku melayaninya.
Sambil menunggu petugas perpustakaan membagikan buku, aku menanyakan hal-hal penting pada mereka terkait pembelajaran daring. Yang mereka keluhkan hampir sama seperti yang aku rasakan:
1. Jaringan yang kurang stabil
2. Kuota internet
3. Handphone yang kurang mendukung, mereka kesulitan untuk mengkases fitur dan aplikasi yang memakan banyak memori.
4. Tidak mengerti, ingin bertanya malu, ujung-ujungnya tidak di kerjakan
5. Tidak konsentrasi
Semakin siang semakin sedikit yang datang. Aku periksa daftar nama anak. Masih banyak yang belum aku ceklis. Itu tandanya anak tersebut belum datang. Kucoba bertanya kepada petugas perpustakaan, untuk memastikan kalau mereka benar-benar belum datang.
Petugas perpustakaan membuka catatan dan menyamakan catatanku. Dia bilang catatanku hanya beda beberapa orang. Tadi sebelum aku datang ada beberapa yang sudah mengambil buku. Aku terus menunggu sampai aku bosan. Akhirnya perpustakaan tutup dan akupun pulang.
Aku kembali ke rumah. Dengan menggunakan sepeda motor aku melaju di jalanan. Siang yang terik membuatku ingin segera sampai di rumah. tiba-tiba motorku oleng, aku segera menghentikan lajunya. Kuperiksa ban motorku ternyata gembos.
Aku menuntun motor ke bengkel terdekat. Setelah di periksa ada paku kecil di sana. Aku duduk menunggu tukang menambal ban motor. Seorang anak keluar dari bengkel dan memberiku minum. Aku menerimanya dan langsung meneguknya.
“Bu… boleh saya minta photo sama ibu, tadi saya mau photo tapi ibu lagi ngobrol..” Anak itu mengulurkan tangannya padaku. Aku menatapnya. Anak itu tersenyum sambil meraih tanganku dan menciumnya.
“Saya murid ibu di kelas IX.7 nama saya Fahrid bu…” anak itu memperkenalkan dirinya. Aku tersenyum dan mengelus rambutnya. Bukan Fahrid saja yang tidak aku kenal. Puluhan bahkan ratusan anak di sekolahku tak aku kenal.
#Kisah Dibalik Pembelajaraan Daring
#KMAA-5