Kejutan dari Suamiku
Suamiku mondar- mandir. Risau kukira. Atau mungkin dia kecewa. Dia bela-belain datang ke peluncuran novel perdanaku di luar kota, meninggalkan perusahaan demi menemui dan memberi kejutan untukku. Ternyata yang ditemuinya tak sesuai kenyataan. Aku masih saja bersikap dingin padanya.
Ya…tadi dia memberi kejutan langsung dalam acara peluncuran novelku. Rupanya dia bekerjasama dengan panitia. Ah…atau mungkin minta bantuan panitia agar diizinkan tampil dan memberi kejutan padaku.
Tepatnya di tengah- tengah acara, moderator memanggil seseorang yang akan memberikan kejutan untukku. Tampillah suamiku. Sesaat aku terpesona pada lelaki yang selama ini kuimpikan bisa menerimaku apa adanya.
Lelaki itu menyalami moderator dan mendekatiku. Aku gugup. Kukira aku sudah lama tak bertemu, bersalaman atau menatap wajahnya. Dua bulan lebih. Sebelumnya aku menatap wajahnya ketika dia tidur di sampingku, di antara cahaya redup lampu kamar.
Lelaki itu mengulurkan tangan kanannya. Aku hanya termangu. Sampai akhirnya moderator mengomentari kelakuanku.
“Ketemu sama suami kok malah bengong, mbak Ajeng…” canda sang moderator, mencairkan keadaan.
Para pengunjung tertawa. Kutundukkan wajahku. Sementara suamiku langsung merangkul dan mencium keningku ketika aku tak juga menyambut uluran tangannya.
Aku kaget bukan kepalang. Aku ingin melepaskan pelukannya namun aku jaga imej. Kubiarkan dia merangkul dan mencium keningku. Sesaat hatiku berdegup kencang. Aku merasa seperti mimpi dan aku ingin mimpi itu benar- benar nyata.
Suamiku lalu melepaskan rangkulannya. Menatapku penuh senyum. Moderator mempersilakan suamiku duduk tepat di samping kananku. Digenggamnya tanganku.
Ah…aku bahkan lupa, apakah dia pernah melakukannya selama ini. Aku juga lupa, kapan dia menggenggam tanganku untuk yang pertama atau terakhir kalinya. Ingin kulepas tapi genggamannya semakin kuat.
Moderator tersenyum melihat kelakuanku.
“Ajeng ini sering terpesona melihat saya, mbak. Jadi ya kayak gitu…” ujarnya tanpa ditanyai. Moderator tampaknya mempercayai ujaran suamiku.
“Begitukah, mas? Oh iya maaf, mas namanya siapa ya?”
“Prasetyo…”