Sri Sugiastuti
” Ibu, yang sabar ya.. Ayo tayamum, dan salat makmum sama Adik ya Bu.” Bendungan air mata Bu Puji. ambrol. Sejak tadi sudah ditahan. Ia tak ingin kelihatan rapuh di mata anak ragilnya. Bu Puji menahan tangis sambil mengingat perjuangannya membesarkan 3 anak laki-laki. Semua sudah jadi sarjana, mapan dan punya pasangan yang membuat keluarga mereka bahagia. Di sisi lain tak ada satu pun yang mau tinggal bersamanya. Mereka punya kehidupan sendiri dengan keluarganya. Bu Puji harus ikhlas mendapat waktu yang sedikit dari ketiga anaknya. Bu Puji tidak bisa menuntut apalagi mengharuskan mereka tinggal bersamanya. Jadi apa yang dialami di masa tuanya memang bagian dari perjalanan hidipny. Menurut Bu Puji apa yang diderita saat ini adalah bagian dari kasih sayang Allah kepadanya.
Bu Puji sudah 3 bulan merawat suaminya yang terserang stroke berat. Ia hanya ditemani PRT yang sudah tua. Jadi untuk urusan suaminya yang sangat pribadi harus dikerjakan sendiri. Pagi itu, ia akan membuang kotoran suaminya. Belum sampai tempatnya ia mendengar suaminya teriak – teriak tidak jelas. Maklum syaraf lidah juga kena stroke otomatis suaminya tidak jelas apa yang diinginkan.
Antara ingin menghampiri suaminya dan membuang kotorannya, membuat Bu Puji bingung, berjalan pun tak konsen, ia pun terjatuh. Akibatnya cukup fatal. Bu Puji tidak bisa berjalan tanpa bantuan. Hati Bu Puji sangat sedih. Mengapa ia harus mengalami sakit bersamaan dengan suaminya yang juga terserang stroke.
Cerita yg menyayat hati. Bersambungkah?