INILAH tanggal hari bersejarah. Bersejarah bagi bangsa kita, Indonesia. Ketika matahari pagi ini menyembulkan cahaya, kita merasa itulah cahaya untuk mengenang hari merdeka yang kita peringati hari ini. Bangun pagi ini, mungkin sama dengan bangun pagi-pagi yang lalu. Waktunya, kurang-lebih di jam-jam itu juga. Aktivitas pun tidak akan jauh-jauh berbeda. Mata terbuka, bangkit dari kasur, ke kamar mandi dan seterusnya. Lalu menghadap-Nya, membaca dan mamahmi kitab-Nya seperti biasa dan seterusnya. Selepas itu berlanjut ke aktivitas lainnya. Itulah kebiasaan yang mungkin dilakukan.
Tapi, bangun pagi di tanggal HUT RI, tujuh belas Agustus seperti ini sekurang-kurangnya ada rasa berbeda di hati kita. Bagaikan bangun di pagi raya, Idul Fitri atau Idul Adha (bagi muslim), misalnya rasanya terasa beda rasa berbanding bangun pagi-pagi lainnya. Bagaimana perasaan haru, gembira dan mungkin sedih juga. Itu akan bercampur-aduk ketika kita terbangun subuhnya. Begitulah bangun pagi di tanggal hari merdeka seperti hari ini.
Sejak awal bulan, kemarin kita bangsa Indonesia sudah merasakan bahang merdeka. Setidak-tidaknya dengan mengibarkan bendera merah-putih atau umbul-umbul lainnya. Setahun lalu, gegap-gempita tahun ke-75 kita merdeka begitu terasa harunya kita karena memperingati HUT Kemerdekaan bersamaan menyebarnya covid-19 di sebagian saudara atau tetangga kita. Tapi kita tetap melaungkan pekik ‘Indonesia Merdeka’ sebagai bukti kita selamanya cinta Indonesia.
Tahun ini, covid belum punah. Malah jumlah serangannya lebih masif dari tahun lalu untuk beberapa daerah. Tapi kita tidak akan mengalah dengan virus itu dalam usaha kita memperingati Indonesia Merdeka. Kita akan selalu membayangkan bagaimana para pahlawan bangsa berjuang. Korban harta dan nyawa adalah hal biasa mereka lakukan dan alami untuk dapat merebut merdeka. Tidak akan mampu kita menghitung, berapa banyak pengorbanan pahlawan kita dalam berjuang untuk merdeka. Tentu doa-doa kita akan terus kita sampaikan buat mereka semua.
Pagi ini ketika kita bangun dari tidur memang sama seperti pagi kemarin-kemarin itu. Tapi kita tidak mau merasa sama saja. Di tanggal hari ini, 76 tahun lalu kita merdeka. Sukarno-Hatta, atas nama seluruh rakyat Indonesia menyampaikan ucapan ‘merdeka’ sekitar pukul 10.00 pagi di Jakarta. Pasti tidak disukai oleh penjajah, tapi kita harus merdeka. Perjuangan panjang oleh para pejuang, pagi itu berkesempatan dipungkas oleh pemimpin bangsa dengan memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia ke seluruh dunia.
Sejak saat itu, secara sah kita sudah melepaskan diri dari cengkraman penjajah meskipun secara fakta tidak diakui langsung oleh bangsa-bangsa di dunia, terutama oleh bangsa-bangsa yang pikirannya sejalan dengan penjajah. Syukurnya beberapa negara sahabat secepat kilat mengakui kemerdekaan kita. Sekurang-kurangnya ada 8 negara yang tercatat sebagai Negara yang paling awal mengakui kemerdekaan Indonesia. Negara-negara itu adalah Mesir, Siria, Irak, Saudi Arabia, Yaman. Termasuk Afganistan, Iran dan Turki (goodnewsfromindonesia.id).
Tapi perjuangan kemerdekaan ternyata tidak selesai di batas pekik proklamasi pagi itu. Lama dan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun ke depannya pengakuan merdeka itu baru didapatkan dari negara-negara di dunia lainnya. Bahkan tercatat dalam sejarah kemerdekaan bangsa kita bagaimana menjaga dan mempertahankan kemerdekaan itu menimbulkan banyak pengorbanan lainnya. Perselisihan dan pertumpahan darah tidak hanya karena melawan bangsa lain, termasuk juga perselisihan sesame sebangsa. Begitulah sulitnya mendapatkan dan menjaga kemerdekaan.
Pagi ini kita akan merenung dan mengheningkan cipta dan perasaan kita sambil berdoa. Mengenang detik-detik kemerdekaan yang dikumandangkan Sukarno-Hatta 76 tahun yang lalu itu. Sebagai masyarakat yang saat ini menikimati hasil perjuangan pahlawan kita pasti kita berkewajiban menjaga, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan ini. Apapun profesi kita, itulah yang akan kita kerjakan sebagai bukti kita ikut berjuang untuk merdeka. Merdeka pada hakikatnya adalah untuk memberi kesempatan kepada kita untuk bekerja dengan baik dan tenang. Kita bekerja tidak lagi dengan tekanan penjajah. Mungkin kita berpofesi sebagai petani, nelayan, pedagang, guru, polisi, tentara, atau apa saja. Bekerjalah kita sebaik yang kita bisa sesuai profesi kita.
Perihal penyuka literasi atau bahkan literat yang sudah menjadikan literasi sebagai profesi, itu tentu lebih hebat lagi. Profesi literasi khususnya sebagai penulis, misalnya akan memberi kesempatan kepada kita untuk menularkan ilmu dan pengalaman kita kepada masyarakat lainnya melalui tulisanm. Pemeliharaan dan mempertahankan kemerdekaan dapat dilakukan dengan tulisan. Maka jika mengisi kemerdekaan ini dapat dilakukan melalui literasi, marilah kita melakukannya. Merdeka untuk bekerja, dengan literasi kita dapat berkarya. Itulah salah satu jargon yang layak untuk kita kembangkan bersempena memperingati HUT tahun ini.***