Menulis Bekerja untuk Keabadian

MENULIS BEKERJA UNTUK KEABADIAN

Oleh Hariyanto

 

Menulis adalah berkerja untuk keabadian. Satu kalimat yang sangat mengispiratif, tetapi juga sulit diterapkan. Ada banyak alasan orng menjadi tidak menulis, mungkin karena gagal menyelami pengertian itu. Namun sebaliknya banyak orang yang paham, tetap juga tidak mampu melakukannya. Pekerjaan menulis.

Bagi mereka yang terbiasa menulis, mungkin mudah saja menuangkan idenya dalam beberapa lembar kertas secara runtut. Karena sebuah tulisan terjadi dengan mengalami beberapa proses dan tahapan. Karena sudah terbiasa maka tahapan dan proses menulis itu menjadi tampak singkat sekali.

Sastrawan  Pramoedya mengatakan “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah….Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Sesederhana itulah maknanya kita tangkap, agar kita segera tergerak untuk menulis. Yakni menulis itu adalah kerja untuk “masa depan.” Menulis adalah membuat prasasti yang terkadang tulisannya baru terbaca setelah ribuan tahun kemudian. Dan tulisan itu menjadi kunci sebuah pengetahuan, atau misteri kebenaran. Karena itu arti sebuah tulisan menjadi begitu berharga.

Disinilah seorang penulis diberi wawasan penimang diri, apakah mau menulis atau berhenti membuat sejarah. Paling tidak sejarah dirinya agar dibaca anak dan cucunya.

Berikut ini sebuah tulisan sahabat  Kang Amri yang hari ini saya temukan di grup WA RVL ( Rumah Virus Literasi) yang diasuh Prof Much Khoiri dosen Unesa berjudul :

Buku dan Batu Rosetta

Semua berawal dari temuan secara tidak sengaja pasukan Perancis yang sedang memperbaiki sebuah benteng lama. Sebuah batu besar berwarna hitam pekat. Sebuah batu yang tidak biasa, sebuah batu istimewa. Tempat ditemukan batu itu berasal dari sebuah kota kecil bernama Rashid. Orang menyebutnya Batu Rashid dan kemudian menjadi Rosetta stone menurut lidah Eropa.

Ketika Perancis kalah perang, batu Rosetta kemudian diboyong ke kerajaan Inggris dan ditempatkan di British museum hingga kini.

Lalu berlomba-lombalah para ahli pemecah kode bahasa berdatangan tertantang untuk menguak apa yang tercantum di batu itu. Muncullah dua nama yang bersaing ketat. Thomas Young dari Inggris dan Jean-François Champollion dari Perancis. Dunia kemudian mencatat persaingan seru keduanya laksana persaingan dua detektif fiktif terkenal yaitu Sir Sherlock Holmes dari Inggris dan Arsene Lupin dari Perancis.

Dengan ditemukannya misteri tulisan batu itu  , akhirnya misteri peradaban Mesir kuno terpecahkan.

Lalu batu Rosetta menjadi batu loncatan untuk memahami ribuan lain naskah-naskah yang telah ditemukan dan ditemukan setelahnya. Batu Rosetta kemudian menjadi semacam “lorong waktu” menjelajah peradaban kuno Mesir yang telah terkubur. Tersedot waktu 3000 tahun yang lalu. Ia seperti bercerita dalam diam. Ia seperti bertutur dalam bisu.

Bagaimana dengan buku?

Tidak salah jika buku akan mampu bercerita banyak melebihi usia penulisnya sendiri, Karena itulah batu kisah zaman dulu kini berpindah menjadi tulisan pada buku-buku yang dilindungi oleh negara dan dunia. Oleh ISBN salah satunya.

Di YPTD penulis ditantang bukan lagi menulis di atas batu, tetapi diberi kehormatan menulis di buku yang akan di berikan ISBN nya. Buku itu menjadi mahkotanya, yang siap diwariskan turun ke anak cucu lintas generasi nanti.

Ayo kita siapkan tulisan kita sebanyak-banyaknya. Semoga menjadi prasasti kebaikan kita yang abadi. Aamiin.

 

Blitar, 20 Agustus 2021

#edisi KMAA (Karena Menulis Aku Ada) seri 01

Tinggalkan Balasan