Di Kota Cimahi Penularan HIV/AIDS Disebut Karena Seks Bebas di Luar Nikah

Kesehatan138 Dilihat

92 Orang di Cimahi Tertular HIV/AIDS Akibat Seks Bebas” Ini judul berita di news.detik.com, 1/12-2020.

Dengan rentang waktu epidemi HIV/AIDS di Indonesia sudah 33 tahun dan di dunia 39 tahun serta informasi HIV/AIDS yang akurat sudah tersebar luas tidak masuk akal masih ada media, dalam hal ini media online, yang menulis HIV/AIDS sebagai mitos (anggapan yang salah).

Di lead berita disebut “Pemerintah Kota Cimahi (Jawa Barat-pen.) meminta masyarakat terutama generasi muda tidak melakukan aktivitas seks bebas di luar nikah untuk menghindari tertular HIV/AIDS”. Pernyataan ini sama ngawurnya dengan judul berita, karena:

Pertama, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (di luar nikah, zina, seks bebas, melacur, selingkuh, dll.), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual (salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS, suami atau laki-laki tidak memakai kondom setiap melakukan hubungan seksual). Ini fakta medis (Lihat matriks).

Kedua, risiko tertular HIV/AIDS tidak tergantung dari umur atau usia tapi karena perilaku seksual,

Ketiga, seks bebas adalah terminologi yang ngawur bin ngaco yang merupakan terjemahan bebas dari ‘free sex’ yang tidak ditemukan dalam kamus-kamus Bahasa Inggris.

Disebutkan dalam berita: …. catatan Dinas Kesehatan Kota Cimahi, sejak tahun 2005 hingga 2020 di Kota Cimahi terdapat 855 orang pengidap HIV/AIDS. Sebanyak 517 orang di antaranya merupakan warga Kota Cimahi, sementara sisanya berasal dari luar Kota Cimahi.

Dari dalam atau dari luar Kota Cimahi tetap saja ada risiko penularan ke warga Kota Cimahi, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Pertanyaannya: Mengapa dan bagaimana warga yang berasal dari luar Kota Cimahi jalani tes HIV di Kota Cimahi?

Disebutkan oleh Pemegang Program HIV/AIDS dan IMS pada Dinas Kesehatan Kota Cimahi, Mulyono: penyebab utama penularan HIV/AIDS di Kota Cimahi itu karena aktivitas seks bebas yang tidak aman baik hubungan sesama jenis alias Lelaki Seks Lelaki (LSL) maupun lawan jenis.

Jika yang dimaksud seks bebas dalam berita ini adalah zina, maka lagi-lagi pernyataan di atas menyesatkan. Seks bebas atau seks tidak bebas (dalam ikatan pernikahan yang sah) jika tidak aman yaitu dilakukan dengan kondisi laki-laki atau suami tidak memakai kondom ada risiko penularan HIV/AIDS kalau salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS.

Terminologi yang dikenal dalam epidemi HIV/AIDS sebagai hubungan seksual yang berisiko tinggi terjadi penularan HIV/AIDS adalah seks (yang) tidak aman yaitu hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan kondisi suami atau laki-laki tidak memakai kondom dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan yaitu pekerja seks komersial (PSK).

Wartawan yang menulis berita ini tidak menyadari ada pernyataan dari Mulyono yang akurat: “Kebanyakan mereka melakukan hubungan seksual tidak aman karena tidak mengenakan kondom. Atau ada juga yang lewat jarum suntik.”

Risiko penularan HIV melalui jarum suntik pada penyalahgunaan narkoba juga harus dengan kondisi beberapa orang dan jarum dipakai secara bersama-sama dengan bergantian. Kalau narkoba disuntikkan sendiri tidak akan pernah ada risiko penularan HIV.

Tahun 1990-an sampai awal 2000-an beberapa donor asing masih mau mendanai pelatihan penularan berita HIV/AIDS yang berempati, tapi belakangan ini tidak ada lagi donor yang mau mendanai pelatihan wartawan. Sedangkan pemerintah juga tidak mau karena disebut hasilnya tidak terukur seperti memakan cabai langsung terasa.

Thailand berhasil menanggulangi epidemi HIV/AIDS karena peranan media massa. Dari lima program riil penanggulangan HIV/AIDS di Thailand di puncak adalah media massa dan terakhir kondom. Di Indonesia sebaliknya. Kondom yang dikedepankan tanpa dukungan media massa dan media online.

Jika media massa dan media online serta media sosial terus memberitakan HIV/AIDS dengan balutan norma, moral dan agama maka selama itu pula masyarakat hanya menangkap mitos (anggapan yang salah) dari berita. Itu artinya upaya penanggulangan HIV/AIDS tanpa dukungan masyarakat (Kompasiana, 1 Desember 2020). *

Foto ilustrasi (Sumber: moneycontrol.com)

Tinggalkan Balasan