Menulis dan Natasya

Menulis. Selalu aku lakukan hampir setiap harinya. Bagaimana tidak? Karena aku kan pelajar. Jadi setiap belajar ya harus menulis lah. Hehe.

“Menulisnya yang bener, Sya..”, kata ibuku setiap menemaniku belajar di rumah.

Ya, di masa pandemi ini, masih PPKM ini, aku masih harus tetap belajar di rumah. Senin hingga Jumat selalu menunggu klunting dari grup kelasku. Menunggu materi dan sekaligus tugas dari bu guruku.

Namaku Natasya. Biasa dipanggil Sya. Sekarang aku kelas empat. Aku anak kedua. Kakakku bernama Sintia. Kelas enam sekarang.

“Iya, iya, bu..”, jawabku.

Menurut ibu, tulisanku tidak rapi. Masih kaya ceker ayam. Dan gedhe-gedhe gitu. Huruf besar dan kecil masih belum terlihat bener.

“Setiap awal kalimat itu pake huruf besar, Sya..”, kata bulikku yang juga sering datang ke rumahku. Bulik Wulan.

“Terus setiap kata terakhir dalam kalimat diberi tanda titik..”, lanjut bulik lagi.

Aku menanggukkan kepalaku. Aku memang kadang tidak memperhatikan itu. Padahal contohnya ada. Ibuku juga mengajariku seperti itu.

***

“Ini untuk kamu, Sya..”, kata ibu sepulang dari ibu kota kecamatan.

Ibu menyerahkan sebuah buku tulis. Tapi ku lihat garis-garisnya beda. Aku belum pernah punya buku seperti ini.

“Ini apa, bu?”, tanyaku sambil menimang-nimang buku itu.

“Ini buku halus. Untuk latihan menulis huruf tegak bersambung..”, kata ibu menjelaskan.

“Oh…”, hanya itu jawabku.

Aku belum paham apa itu huruf tegak bersambung. Belum pernah diajari guru-guruku dari kelas satu hingga kelas empat sekarang ini.

“Nanti kita belajar bareng, Sya.. Ibu mau mandi dulu.. Gerah banget dari pergi ini tadi, Sya..”, kata ibuku seraya membawa handuk dan pakaian ganti, lalu ke belakang menuju kamar mandi.

***

Sehabis makan siang. Ku perhatikan cara ibu menulis huruf tegak bersambung di buku halus. Sepertinya mudah.

“Sekarang kamu coba ya, Sya..”, kata ibu menyerahkan contoh tulisannya kepadaku.

“Siap, bu..”, kataku sambil menerima buku dari ibu.

Ku mulai meniru tulisan abjad a sampai z dalam bentuk tulisan tegak bersambung. Aku menulis memakai pensil saja agar mudah dihapus kalau salah menulis. Ku siapkan karet penghapus juga.

Ku mulai menirukan tulisan-tulisan itu. Ternyata gampang-gampang susah. Berkali-kali aku menghapus dan menulis ulang huruf-huruf itu.

“Ternyata sulit juga ya, bu..”, kataku.

Ibu tersenyum.

“Namanya saja masih latihan, Sya. Nanti kalau sudah terbiasa pasti mudah. Dan tulisanmu akan rapi..”, kata ibuku.

Ku lanjutkan latihan menulis lagi. Huft.. Masih kaku dan jelek.

“Dengan menulis huruf tegak bersambung bisa melatih kesabaran dan ketelatenan, Sya. Sabar dan telaten membentuk lengkungan-lengkungan agar tulisan menjadi bagus..”, kata ibuku lagi.

Aku menganggukkan kepalaku. Tanda setuju dengan pendapat ibuku itu. Jadi memang harus sabar dan telaten. Dan tidak mudah putus asa kalau tulisan belum bagus.

“Selain itu latihan konsentrasi juga. Tidak asal menulis dan bisa dibaca saja. Ada seninya juga..”, lanjut ibu.

Aku masih terus belajar menulis. Dan masih berkali-kali menghapus tulisan seni itu.

“Iya, bu. Tulisan seperti ini terlihat bagus. Dan terlihat rapi..”, sahutku.

Ku lihat tulisanku. Masih belum pas seperti tulisan ibuku. Karena masih keluar garis yang seharusnya. Jadi belum sesuai dengan aturannya. Hehe.

Setengah jam sudah aku belajar menulis tapi belum bagus. Asyik juga. Tapi aku capek juga. Akan ku lanjutkan menulisnya nanti malam lagi. Tentu saja ditemani ibuku tersayang.

Tinggalkan Balasan