Guru Sekolah Luar Biasa, tentu punya banyak kisah. Seperti aku. Sebut saja namaku Heni.
Aku mengajar di sebuah sekolah khusus anak tunalaras. Anak-anak khusus yang sulit dikendalikan. Kalau menurut orang awam sih bisa diberi label anak nakal.
Pengalaman dan kisah yang sangat luar biasa telah ku rasakan sejak pertama kali aku mengabdi di sana.
Aku ingat, waktu itu aku baru lulus kuliah jurusan Pendidikan Luar Biasa. Kemudian untuk mengisi waktu pengadaan CPNS, aku memasukkan lamaran di sekolah ini.
Sungguh luar biasa sambutan anak-anak kepadaku saat itu. Baru memarkir sepeda motor saja aku sudah kena tingkah mereka.
“Ambil tasnya itu, Do..”, kata anak berbadan kecil kepada teman yang dipanggil Do. Mungkin namanya Widodo. Hehe.
“Oke, San..”, sahut Do.
Si Do yang bertubuh agak besar segera merampas tas kresek yang ku cantelkan di motor. Kresek itu berisi makanan camilan yang sebenarnya akan ku berikan untuk guru-guru sekolah ini.
“Kaburrrrr….”, seru si San seraya mereka lari kencang meninggalkan aku.
Ya, memang aku tidak boleh kaget dengan tingkah polah anak-anak seperti ini. Karena tingkah anak-anak tunalaras ini memang sangat tak terduga.
***
“Duh, di mana helmku..”, gumamku lirih.
Seingatku tadi helm ku taruh di spion motor sebelah kanan.
“Duh, kok tidak ada..”, aku masih kebingungan mencari helmku.
“Ada apa, mbak?”, sapa seorang guru perempun itu kepadaku, bu Kasmi.
“Eh, ini saya mencari helm saya, bu.. Kok tidak ada..”.
“Ya Allah, mbak.. Tadi tidak dititipkan Pak Satpam?”, tanya bu Kasmi.
Aku menggelengkan kepalaku. Terbersit dalam benakku. Dua anak tadi. Si Do dan San.
“Tadi pertama datang ketemu anak-anak tidak, mbak?”
“Iya, bu.. Do dan San..”, jawabku.
***
“Itu helmnya di sana, bu..”, kata Do kepada bu Kasmi dan aku.
Do menunjukkan ke arah tak terduga. Sebuah sumur. Nahhhh…
“Do…!!!”, seru bu Kasmi.
Ya, helm itu dimasukkan ke dalam sumur oleh Do dan San. Do dan San menunjukkan raut muka tak bersalah. Dan aku memaklumi kejadian itu.
Singkat cerita, Do dan San meminta maaf kepadaku. Tentu saja dengan bujuk rayu yang bijak dari bu Kasmi. Apakah mudah? Tentu saja tidak. Hehe.
Lalu bagaimana nasib helmku? Ya, helm tetap di dalam sumur. Karena sumur itu sangat dalam.
Akhirnya aku harus membeli helm baru lagi. Titip kepada salah satu guru sekolah ini.