Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom
Ketika sampai di Kota Madiun, seorang teman menawarkan untuk singgah di warung kopi. Waktu menunggu pesanan kopi, di meja tersedia beberapa gorengan sebagai camilan teman minum kopi.
Kawan itu menunjuk salah satu camilan yang katanya khas di Kota Madiun. Saya melihat yang ditunjuk itu ternyata bakwan. Di Madiun disebut Ote-Ote. Seekor udang melingkar menghiasi permukaan kue ini.
Agak geli juga ketika mendengar nama makanan camilan ini. Dalam bahasa Jawa Ote-Ote artinya bertelanjang dada alias tidak pakai baju.
Di Jawa Timur makanan ini cukup populer dikenal masyarakat. Ote-Ote Udang, atau lebih dikenal sebagai bakwan sayurnya warga Jawa Timur.
Camilan ini banyak ditemukan juga di berbagai daerah. Tentu saja dengan sebutan yang berbeda-beda. Di daerah Jawa Timur sendiri, ada yang menyebutnya weci atau heci. Sedangkan Ote-Ote juga sebutan di beberapa daerah selain Madiun, seperti Mojokerto, Gresik, Blitar. Bahkan di Banyuwangi camilan ini menyandang nama “Hongkong” entah bagaimana ceritanya itu. Di Sulawesi Selatan dikenal dengan nama Bikang Doang, di Sulawesi Tenggara Kandoang.
Di Jawa Barat, Bandung misalnya bakwan disebut bala-bala. Mungkin karena tepung yang diberi sayuran irisan wortel, kol dan tauge sebagai campurannya, lalu digoreng, bertaburan seperti sampah. Bala dalam bahasa Sunda berarti kotor (banyak sampah).
Ote-Ote banyak dijajakan di Kota Madiun dan kerap dijadikan buah tangan atau oleh-oleh dari kota yang dahulunya bernama Wanaasri.
Menurut kisah lama asal usul Kota Madiun dirintis oleh Ki Panembahan Ronggo Jumeno atau Ki Ageng Ronggo sebutannya. Seorang yang terkenal sakti dengan keris pusaka yang dinamakan Tundhung Medhiun. Dengan Pusaka inilah Ki Ageng Ronggo melakukan babat tanah Madiun. Konon kata Madiun berasal dari ” medi ( hantu) dan ayun, karena banyak hantu yang berayun atau gentayangan.
Bukan cuma itu banyak lagi julukan yang diberikan pada Kota ini. Ada Kota Brem, Kota Pecel, karena pecelnya juga terkenal, dan sebagainya.