Aku menghirup hawa pantai yang segar. Hari itu adalah kali keduaku berada di salah satu pantai di Belitung, pantai Tanjung Tinggi. Pesonanya tetap menarik daya kagumku. Bedanya kali itu aku tak hanya bersama segelintir kawanku, tapi bersama serombongan besar kawan-kawan kerjaku. Belitung memang indah, hingga mengundang banyak orang untuk ingin tahu. Coba seandainya buku ‘Laskar Pelangi’ tak muncul.
Beruntunglah dunia wisata Indonesia. Karena hadirnya buku ‘Laskar Pelangi’ disusul kesuksesan filmnya yang juga berjudul sama, wisatawan Indonesia jadinya tahu ada surga di kepulauan di Sumatera. Pulau ini menyimpan pesona pantai yang unik dan menarik berkat bebatuan granitnya.
Ya, memang batu granit inilah yang membuat panorama pantai dan lautan di Belitung tak sama dengan daerah lainnya. Paling-paling daerah sekitarnya yang ada kemiripan seperti pantai di Bangka, yaitu pantai Parai Tengiri dan pantai di Natuna, pantai Batu Kasah.
Pesona Belitung
Belitung bukan hanya memiliki pantai berpasir putih dengan bebatuan granit yang membuat tak bosan-bosannya untuk mengabadikan foto, ia juga punya kuliner sedap seperti gangan khas Belitung, ikan dengan kuah kuning. Ia juga punya danau bekas penambangan yang kemudian berwarna biru muda dengan sebutan danau kaolin.
Dan tak kalah penting dan yang membuat banyak wisatawan hadir, Belitung punya cerita tentang SD sederhana dengan murid-muridnya seperti Ikal, Lintang, Mahar, Kucai dan kawan-kawannya serta bu Muslimah.
Banyak yang penasaran akankah ceritanya nyata. Lalu dibuatlah Museum Laskar Pelangi atau Museum Kata Andrea Hirata, si penulis novel laris tersebut. Si pemandu wisata juga akan siap membawa para wisatawan menjelajah lokasi-lokasi syuting Laskar Pelangi.
Oh iya jangan lupakan Mercusuar di Pulau Lengkuas. Oh amboi indahnya panorama bentang alam dari menara ini. Tapi sekarang mercusuar ini ditutup untuk perbaikan, mengingat bangunannya juga sudah tua.
Ya, Belitung punya banyak cerita dan pesona. Ia juga menarik produser film untuk menjadikan lokasi ini sebagai lokasi syuting film “After The Dark” tentang kelompok mahasiswa yang sedang belajar filsafat.
Seandainya Andrea Hirata tak menulis buku ‘Laskar Pelangi’ mungkin obyek wisata ini tak dikenal. Obyek wisatanya akan tetap alami, tak banyak manusia mengganggui, dan hanya petualang sejati yang mengetahui.