Hempasan Lautan Asa
(Bagian 6)
Baru saja aku mengakhiri kalimat pembuka rapat, dilanjutkan dengan poin kesatu tentang persiapan untuk pelaksanaan kegiatan supervisi kelas. Penjelasan belum selesai, seorang guru senior yang sudah memasuki usia setengah abad memotong dengan mengajukan pertanyaan.
“Bu Kepala, saya ingin mengusulkan beberapa hal” katanya sangat percaya diri.
” Baik Pak, tetapi tolong sebutkan namanya terlebih dahulu, sekaligus perkenalan. Silakan Pak!” Jawabku.
Pak guru tersebut mulai memperkenalkan diri. Namanya Zamirin, bertugas sebagai guru kelas tiga. Setiap butir usulan yang diajukannya, tak satu pun luput dari catatanku. Semua tercatat dalam notulenku. Setelah diberi nomor urut, usulan terakhir bernomor 30.
“Masih ada, Pak Zamirin?” Tanyaku.
“Segitu saja dulu, Bu Kepala. Semoga bisa terpenuhi semua” jawabnya.
“Baik, kita lanjutkan kembali. Bapak Ibu yang saya muliakan. Hari ini tanggal tiga puluh Oktober, jadi supervisi dilaksanakan pada minggu kedua bulan November, silakan ditentukan tanggal sesuai keinginan, dengan catatan tidak ada tanggal yang sama” kuakhiri penjelasan.
“Jadi, Bu. Kami yang menetapkan tanggal dan hari di supervisi?” Tanya salah seorang guru perempuan.
“Ya. Ibu maunya tanggal berapa?” Tanyaku balik.
“Hari Rabu, tanggal 8 November, Bu”jawabnya.
” Panggil satu persatu, Bu” usulan Pak Zamirin.
“Baik, kita mulai dari kelas 6. Silakan Bu Nes! Tanggal berapa?”
Begitu seterusnya satu-persatu ditanyai. Tak lupa aku menjelaskan administrasi yang harus dipersiapkan oleh guru. Menjelaskan teknik dan format supervisi yang akan aku pergunakan. Diberikan waktu untuk mengajukan pertanyaan selama tiga puluh menit.
Setelah diberi kesempatan bertanya. Tidak satu pun yang mau memberikan pertanyaan, tanggapan atau usulan lagi. Sebelum rapat ditutup, aku bercerita sekilas tentang guru di tempat bertugas sebelumnya, semua sudah memiliki dan mahir menggunakan laptop untuk keperluan administrasi kelas masing-masing. Semoga di sekolah ini juga bisa seperti demikian nantinya. Peserta rapat diam saja dan tidak berkomentar lagi. Akhirnya rapat ditutup dengan do’a yang dibacakan oleh Pak Ahmad Budari.
Aku kembali ke kantor setelah rapat selesai. Waktu menunjukkan pukul 11.00 WIB. Siswa kelas 4,5 dan 6 masih di dalam kelas. Pukul 11.15 WIB bel tanda istirahat kedua berbunyi. Kubaca satu-persatu usulan yang disampaikan oleh Pak Zamirin mulai dari nomor satu sampai yang ketiga puluh. Pada nomor dua puluh lima ada permintaan agar Kepala Sekolah memberikan dan melengkapi alat tulis guru termasuk penghapus papan. Aku kembali membacanya.
“Hm. Apakah benar selama ini mereka tidak diberi ATK pembelajaran lengkap? Rasanya tidak mungkin” Gumamku dalam hati.
Untuk ketigakalinya aku membaca usulan tersebut, kemudian membuat catatan di buku kerja kepala sekolah, untuk ditindaklanjuti. Tentu sebelumnya perlu dikonfirmasi kepada bendahara sekolah dan pembantu administrasi BOS. Dicari terlebih dahulu kebenarannya. Tidak menerima dan menelan informasi yang diberikan secara bulat-bulat, tanpa mengetahui dari kedua belah pihak.
Bel tanda berakhirnya kegiatan pembelajaran pada hari ini telah dibunyikan. Aku beranjak dari tempat duduk menuju pintu, berdiri di depan pintu dan memandang ke arah pintu pagar depan sekolah. Sesekali aku berbalik arah untuk mengamati kegiatan yang terjadi di pintu pagar belakang sekolah. Disaat aku kembali menoleh ke arah depan, aku melihat ada siswa yang memukul temannya sambil menangis. Kulangkahkan kaki menuju kejadian. Aku berjalan sambil sedikit memegang sedikit rok di atas lutut agar dapat melangkah lebih panjang.