Amira berjalan menyusuri sungai. Dia yakin pakaian yang hilang hanyut terbawa arus sungai. Sudah jauh Amira berjalan belum juga menemukan pakaian miliknya. Amira berhenti di sebuah batu besar. Dia duduk sambil memandangi arus sungai. Airnya yang jernih nampak berkiluan di terpa sinar matahari.
Diantara bebatuan, terlihat ikan-ikan kecil berenang. Beberapa diantaranya mendekati kaki Amira yang terjuntai ke sungai. Mulut ikan-ikan itu menyentuh kaki Amira. Terasa geli namun Amira tidak ingin beranjak. Dia malah membiarkan ikan-ikan itu mengerubungi kakinya.
Tiba-tiba seekor burung kecil terbang di atas permukaan. Paruhnya yang panjang menyentuh air sungai. Seketika ikan-ikan kecil itu berhamburan. Bersembunyi di balik batu-batu besar agar tidak menjadi mangsa burung tersebut.
“Amira…!” dari kejauhan terdengar suara memanggil. Amira mengalihkan pandangannya ke arah suara. Terlihat seorang nenek mendekat. Punggungnya menggendong setumpuk kayu bakar. Rupanya nenek baru pulang mencari kayu di hutan.
“Sedang apa di sini? Kamu sudah selesai mencuci?” tanya nenek sambil meletakan kayu bakar dan duduk disamping Amira.
“Sudah nek… tapi baju kesayangan Amira hanyut di sungai, sudah dicari belum ketemu juga.” Jawab Amira sedih.
“Sudahlah… nanti kita beli yang baru.” Jawab nenek sambil mengajak Amira pulang.
Amira beranjak dari duduknya. Sebenarnya dia masih ingin mencari pakaiannya. Amira sadar tidak mudah baginya mendapatkan baju pengganti seperti yang neneknya bilang. Jangankan untuk membeli pakaian untuk kebutuhan sehari-hari saja terasa begitu sulit.
Selama ini Amira dan nenek hidup dari hasil berkebun. Keuntungannya hanya cukup untuk membeli beras. Untuk lauknya mereka mengandalkan sayuran yang mereka tanam sendiri atau ikan yang mereka tangkap di sungai. Jika ingin membeli pakaian Amira harus mengencangkan ikat pinggang. Butuh waktu lama untuk membeli sepotong pakaian.
Amira berjalan mengikuti langkah nenek sambil membawa bakul cucian. Menyusuri jalan setapak menuju rumah panggung di tepi sungai. Rumah itu tidak terlalu besar tapi cukup untuk mereka berdua. Rumah yang biliknya terbuat dari anyaman bambu, sebagian sudah rusak dan terlihat lubang di sana-sini.
Amira membuka pintu yang tidak terkunci. Sementara nenek pergi ke belakang dan meletakkkan kayu bakar di samping rumah. Pintu dapur di dorong dari luar, pintu terbuka dan nenek langsung masuk tanpa melihat ke kiri dan ke kanan.
Nenek menyalakan tungku untuk memasak. Amira mengambil beberapa hanger untuk menjemur pakaian. Berjalan ke samping rumah dan mulai menjemur. Baru saja Amira hendak mengaitkan baju ke tali jemuran, Amira menjerit kaget.
Nenek yang sedang memasak di dapur berlari mendekati Amira yang berdiri mematung. Matanya melotot melihat seseorang tergeletak di samping tiang jemuran. Nenek mendekat dan membalikan tubuh yang terlihat seperti mayat.
Seorang laki-laki dengan tubuh yang kotor dengan luka goresan dan lebam di sekujur tubuhnya. Nenek memegang pergelangan tangan laki-laki itu. Denyut nadinya masih terasa tapi sangat lemah. Nenek meminta Amira untuk membantunya membawa laki-laki tersebut.
Setelah di bersihkan, laki-laki itu di tidurkan di ruang tengah. Nenek meminta Amira mencari daun-daunan untuk mengobati luka di tubuh laki-laki tersebut. Amira segera mencari daun-daunan yang di butuhkan Nenek. Tidak perlu waktu lama karena bahan itu sudah tersedia di belakang rumah. Setelah daun-daunan di bersihkan dan ditumbuk, lalu di balutkan pada luka di tubuh laki-laki itu. Nenek dan Amira Kembali meneruskan pekerjaannya dan meninggalkan laki-laki itu tergeletak di ruang tengah.
Selesai menjemur Amira Kembali ke ruang tengah. Terlihat laki-laki itu masih belum sadar. Amira ke dapur membantu nenek menyiapkan makanan.
“Nek… siapa laki-laki itu? Mengapa dia ada di rumah kita? Apa mungkin dia orang jahat yang sedang di cari oleh penduduk dan tersesat?” tanya Amira sambil duduk di depan tungku.
“Nenek tidak tahu, tapi semoga saja dia orang baik yang tersesat dan mengalami kecelakan.” Jawab nenek sambil mengangkat nasi dari tungku, menyimpannya ke atas panci, mengambil centong lalu mengaduknya perlahan sambil di kipas-kipas.
“Bagaimana kalau dia orang jahat?” Amira menatap nenek.
“Tetap kita tolong, walaupun dia jahat, karena saat ini dia butuh pertolongan.” Jawab nenek santai.
Amira terdiam, terdengar suara laki-laki itu mengerang. Rupanya dia sudah bangun dari pingsannya. Nenek meminta Amira mengambil minum untuk di berikan pada laki-laki tersebut. Amira mengambilnya tapi tidak mau memberikan kepada laki-laki itu. Dia lebih memilih melanjutkan pekerjaan nenek.
Nenek membawa minum dan memberikannya ke laki-laki tersebut. Dengan mengangkat kepalanya perlahan nenek mendekatkan gelas ke bibirnya. Dengan cepat laki-laki itu minum, air di gelas tidak tersisa. Setelah itu nenek kembali menidurkannya.
“Amira… nenek mau ke kampung, mengabari pak lurah kalau di sini ada tamu yang sedang sakit, biar mereka saja yang merawat dan mengembalikan ke keluarganya, kamu tunggu di sini, diam di kamar dan kunci pintunya.” Pesan nenek lalu pergi.
Amira hanya mengangguk, kemudian pergi ke kamar dan mengunci pintu. Amira duduk disamping tempat tidur, pikirannya tidak tenang. Dia masih memikirkan laki-laki yang ada di ruang tengah. Tiba-tiba laki-laki itu berteriak dan memanggil nama seseorang.
Amira segera bangkit dari duduknya dan mengintip ke ruang tengah. Terlihat laki-laki itu masih terbaring. Matanya terpejam, rupanya dia mengigau. Amira Kembali duduk memikirkan siapa orang yang di sebut oleh laki-laki itu?
Lama Amira terduduk, setelah tidak terdengar suara laki-laki itu, Amira membaringkan tubuhnya. Matanya menatap langit-langit kamar. Masih terbayang wajah laki-laki itu. Tubuhnya penuh luka dan lebam, tapi di balik itu dia memiliki wajah tampan yang belum pernah Amira temukan di kampung ini.
Amira tersenyum sendiri merasa konyol dengan pikirannya. Sempat-sempatnya dia berpikir kalau saja dia bisa berteman dengan laki-laki itu. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi, dia sendiri belum mengenalnya, apa mungkin laki-laki itu juga mau berteman dengan gadis lusuh seperti dirinya.
Kembali laki-laki itu berteriak, memanggil nama yang sama. Amira Kembali bangkit dan mengintip. Laki-laki itu terduduk, wajahnya terlihat pucat kemudian terbatuk-batuk. Lama dia terduduk. Sorot matanya terlihat bingung. Keringat membasahi keningnya.
Perlahan dia berdiri, berjalan limbung menuju pintu. Belum sempat mencapai pintu, dia terjatuh. Suara lantai yang terbuat dari kayu berderak keras membuat Amira sedikit khawatir. Tapi Amira tidak berani keluar kamar, dia takut jika laki-laki itu berbuat sesautu yang membahayakan dirinya.
Laki-laki itu kembali bangkit, merangkak keluar menuju pintu. Perlahan dia membuka pintu dan mencoba turun. Amira terus memperhatikan dari lubang pintu kamarnya. Kaki laki-laki itu terangkat, dia mencoba turun dari tangga rumah panggung tersebut.
Tapi belum sempat menyentuh tanah, tubuhnya sudah jatuh terkulai dan kembali pingsan. Amira tidak tega melihat laki-laki itu terkulai di depan pintu. Dia segera keluar dan menolongnya. Dengan susah payah diangkatnya tubuh laki-laki itu dan di tidurkan Kembali di atas tikar di tengah rumah.
“Air…” suara laki-laki itu pelan. Amira mengambil air dan meminumkannya ke mulut laki-laki tersebut. Baru beberapa teguk kembali dia terbatuk. Amira membersihkan air yang membasahi wajah laki-laki itu. Laki-laki itu membuka matanya, memandang Amira yang duduk di depannya.
“Kamu siapa? Apakah kamu yang menolong saya?”
Amira terdiam, Kembali di menidurkan laki-laki tersebut dan melangkah ke kamar lalu menguncinya. Laki-laki itu memandangnya heran. Berpikir sejenak, kemudian memejamkan matanya. Amira terus memperhatikannya di balik pintu.
Tidak lama terdengar suara nenek dan beberapa orang yang datang. Mereka segera masuk dan mendapati laki-laki yang terbaring di ruang tengah. Ternyata itu pak Lurah dan beberapa orang penduduk yang akan membawa laki-laki itu untuk segera mendapatkan perawatan.
Mereka membawa tandu dan menaikan pemuda itu di sana. Setelah semuanya rapih laki-laki itu di bawa pak Lurah menuju kampung. Nenek mengantarkannya sampai depan pintu. Setelah mereka pergi Amira keluar.
“Nek… siapa laki-laki itu? Apa pak lurah mengenalnya?” Tanya Amira
“Pak lurah tidak mengenalnya, kemungkinan katanya dia korban kecelakaan, beberapa hari yang lalu ada mobil pengantin masuk jurang, kemungkinan dia orangnya.” Jawab nenek.
“Jadi laki-laki itu pengantin, kalau yang wanitanya sudah di temukan belum Nek…?” lanjut Amira
“Nenek tidak tahu, mungkin dia sudah meninggal dan jadi hantu cantik penunggu sungai yang menyembunyikan baju kamu itu …!” Jawab nenek sambil terkekeh.
#kmab3