Celoteh Nyakbaye, Cerpen “Jika Saja (Tamat)”

Cerpen, Fiksiana, KMAB12 Dilihat

Hari ini sudah cukup, semuanya harus berakhir, jika saja aku bisa memilih maka aku memilih untuk tetap sendiri tanpa menerima kehadirnya sebagai lelaki yang seharusnya membawa bahagia bukan menebar duka sepanjang kebersamaan kami.

Hari ini mataku seakan terbuka, ketika tanpa sengaja aku bertemu dengannya. Tersenyum lebar, tangannya mengenggam tangan yang bukan milikku. Ada wanita lain yang membuatnya tertawa lebar, begitu pula dengan anak sambungku seakan merestui mereka. Mereka makan dengan gembira, aku hanya menjadi penonton yang mungkin sebentar lagi terlupakan.

“Pa, lebih baik dengan Tante Ita dari dengan bunda yang selalu memarahi Anna. Bunda tidak asyik, Anna lebih suka dengan Tante Ita yang bisa diajak ke salon dan ngemall. Bunda selalu banyak aturan menyebalkan.” Menusuk kata – katanya, bukankah aku mendidiknya untuk menjadi wanita sholehah tapi entahlah.

“Baik jika itu mau Anna, Bang mungkin ini akhir hubungan kita. Aku tunggu surat cerainya.” Sudah tidak bisa aku menahan hati, biarlah aku mengambil jalan yang dibendi Allah untuk membuat buat hatiku sehat.

Berlalu, tidak ada panggilan dari suamiku maupun anak sambungku jika bisa aku meminta aku tidak ingin mengingat chat yang aku baca dari handphone suamiku beberapa hari lalu.

“Bang kapan kita menikah, menjadi yang kedua tapi rasa pertama aku rasa tidak apa – apa. Apalagi Anna sudah dekat denganku.” Netraku melebar siapa dia, aku mengulir kebawah layar handphone untuk melihat chat yang lainnya.

“Aku sudah lelah bersamanya, jika karena Ibuku yang sangat menyayangi mungkin aku tidak akan menikahinya. Sekarang Ibu sudah tiada, mungkin hanya menunggu waktu tepat sebelum aku mengatakan talak kepadanya. Sabar ya Sayang.” Kalimat ini akan aku ingat selamanya, jika saja aku ada Allah tentu sudah aku amuk semuanya. Tapi takdir Allah siapa yang tahu, mungkin ini saatnya aku harus menanggis, batinku masih beristifar dan aku merasakan ketenangan dengan menyebut asma – Nya.

Jalanku lurus, menuju masjid, azan magrib sudah bergema mungki ini takdir darinya Jika saja tadi aku tetap dirumah mungkin aku tidak akan melihat mereka, jika saja aku lapar mungkin aku tidak akan melihat apa yang baru saja menjadi jalan takdirku.

Mungkin ini ijabah dari doa – doa malam yang aku panjat selama ini***

Tinggalkan Balasan