Merindukan Sosok Pak Tani Di Era Tahun 70-an

Selamat siang sobat,

Kata banyak orang, hari Sabtu adalah hari week end yang berarti tidak melakukan pekerjaan rutin, santai di rumah atau pergi jalan jalan bersama keluarga.

Namun bagi saya, hari Sabtu ya seperti hari hari lainnya tetap melakukan aktivitas di rumah, maklum sudah pensiunan dan lansia. Saya juga tetap menulis secara rutin dan pagi tadi, dua tulisan sudah saya selesaikan lalu saya publikasikan di blog pribadi : doviri974.blogspot.com.

Setelah itu saya sempatkan melihat akun Kompasiana saya karena kemarin saya mempublikasikan satu artikel. Alhamdulillah, artikel yang saya publikasikan menjadi artikel pilihan editor Kompasiana. Di Kompasiana ini saya tidak begitu rutin mempublikasikan artikel, hanya kalau pengen saja.

Kemudian aktivitas saya adalah nglaras sejenak di ruang literasi untuk menikmati lagu lagu lawa dari Koes Plus. Kali ini yang saya nikmat lagu lagu Pop Jawa yang bernyansa gembira .

Tiba di lagu yang dinyanyikan oleh mas Murry yang berjudul Pak Tani. Adapun liriknya dalam bahasa Jawa adalah sebagai berikut :

Ayem tentrem ing ndesane pak tani
Urip rukun bebarengan
Mbangun desa sak kancane pak tani
Nyambut gawe tanpo pamrih

Wayah esuk wis podho nggiring sapine
Rame-rame nggarap sawah lan kebone

Pancen luhur bebudane pak tani
Keno kanggo patuladhan
Nyambung urip sak anane pak tani
Jujur tindak lan lakune

Lagu yang dinyanyikan mas Murry begitu sarat makna. Kehidupan pak Tani di tahun 70-an tersebut ditunjukkan dalam lagu tersebut.

Dalam alinea pertama, menggambarkan kehidupan desa dari pak Tani yang rukun, damai dan tentram. Kemudian bekerja bersama sama membangun desa tanpa adanya pamrih.

Di alenia kedua menggambarkan kehidupan penuh disiplin dan perilaku gotong royong dalam bekerja.

Sedangkan di alenia ketiga menggambarkan sosok pak Tani yang luhur budi pekertinya dan menjadi panutan atau teladan. Hidup apa adanya alias sederhana dan selalu mengutamakan kejujuran dalam ucapan dan tindakannya.

Sosok pak Tani dan komunitasnya seperti yang digambarkan dalam lagu ini sudah nyaris tak terjadi di era sekarang ini. Hidup rukun, damai dan tenteram cuma jadi slogan saja. Caci maki, intrik dan saling menjatuhkan mudah sekali ditemukan di kehidupan nyata maupun di media sosial.

Hidup disiplin dan gotong royong lagi lagi cuma jadi slogan dan kerap dijadikan alat politik saja. Kepentingan prubadi, kelompok atau golongan lebih didahulukan daripada kepentingan bersama. Lihat saja, sulitnya menyatukan kelompok Cebong dan kelompok Kadrun di kehidupan nyata. Keduanya selalu saling menjatuhkan dan merendahkan.

Sosok pemimpin yang berbudi pekerti luhur semakin sulit ditemukan di kehidupan nyata. Guru yang dulu diartikan digugu dan ditiru. Kini, bisa jadi dihormati pun tidak.

Sosok sederahana sekedar menjadi komoditas politik saja untuk pencitraan.

Kejujuran sudah sulit ditemukan di sosok penimpin negeri ini. Ucapan dan tindakannya dipenuhi dengan dusta dan tipu muslihat demi untuk mencapai keinginannya.

Kita sangat merindukan sosok pak Tani seperti lagu yang dinyanyikan oleh mas Murry di era sekarang ini.

Sobat, saatnya saya iri.

Selamat beraktivitas ..

Salam sehat ..

 

NH

Depok, 6 Agustus 2022

Tinggalkan Balasan