Mengikuti Pertemuan Bulanan IPHI Kabupaten Diisi Tausiah Buya Sinambela (2)

Edukasi, Humaniora66 Dilihat

SEBAGAIMANA sudah ditulis pada catatan sebelumnya bahwa pada Pertemuan Bulanan IPHI Kabupaten Karimun hari Ahad (08/01/2023) lalu itu dilaksanakan tausiah agama yang disampaikan oleh Buya Drs. H. Abadul Wahab Sinambela, salah seorang pendakwah terkenal di Kabupaten Karimun, bahkan di Provinsi Kepri. Dan perlu diualangjelaskan di sini bahwa pada setiap kegiatan seperti ini, penyampaian tausiah selalu ada dan menajdi acara utama.

Pertemuan Bulanan Haji PD (Pengurus Daerah) IPHI Kabupaten Karimun sesungguhnya selain dimaksudkan sebagai ajang silaturrahim antara sesama anggota IPHI juga untuk menambah ilmu dan wawasan keagamaan bagi anggotanya. Salah satunya adalah dengan acara tausiah agama yang disampaikan bergantian antara satu penceramah dengan peneramah lainnya. Dengan mengundang penceramah untuk memberikan tausiah itulah moeman terbaik bagi anggota untuk menambah pengetahuan sebagai usaha memperkuat ibadah. Dengan begitu tujuan IPHI untuk mewujudkan haji mabrur sepanjang hayat dapat diwujudkan.

Pada pertemuan awal tahun ini Buya Sinambela yang sering memberikan ceramah pada kegiatan IPHI memberikan tausiah dengan tema Keyakinan dalam Bertauhid yang membahas topik qodho dan qodar. “Akidah hendaklah dimulai dari tauhid karena tauhid itulah akidah itu sendiri,” jelasnya. Buya memberikan penekanan tentang pentingnya memahami dan menghayati akidah yang benar sesuai ulama ahlussunnah waljamaah.

Kata buya, ada empat kemungkinan keyakinan atau i’tikad manusia berkaitan qodho dan qodar. “Dari empat keyakinan atau i’tikad itu hanya satu yang diterima, tiga lainnya akan masuk neraka,” tegasnya. Lalu Sinambela bertanya, apa yang empat itu? Satu, meyakini satu kejadian itu semata-mata hanya kejadian tanpa ada sangkut-pautnya dengan Tuhan. Dia mencotohkan, itiqod kepada api dengan tabiatnya bisa membuat hangus dengan sendirinya; lalu contoh lainnya, pisau mempunyai tabiat membuat luka. Keyakinannya mutlak kekuatan api atau pisau semata. Kata Sinambela, keyakinan seperti ini kategorinya kafir.

Kedua, meyakini ada campur tangan Allah di atas kekuatan api atau pisah. Keykainan ini menganggap api memang bisa menghanguskan dan pisau bisa melukakan tapi Allah yang mengizinkan. Kata buya, sikap seperti ini disebut fasiq yaitu orang yang direndahkan di depan Allah. Sebabnya karena menganggap api membuat hangus dan pisau membuat luka meskipun diyakini pula atas izin Allah kepada pisau atau kepada api itu.

I’tikad atau keyakinan ketiga adalah meyakini bahwa Allah memberikan kekuatan kepada api untuk buat hangus sehingga api itu mutlak berkekuatan untuk membuat hangus atau terbakar. Keyakinan ketiga ini meyakini bahwa api jika membakar mesti membuat hangus. Begitu pula pisau akan membuat luka karena Allah telah memberinya kekuatan untuk itu. Kata buya, sikap seperti ini juga tidak benar dan termasuk kategori fasiq juga. Artinya akan tetap masuk neraka walaupun kemungkinan dengan keimannya dia akan dimasukkan juga ke syurga.

Keyakinan keempat adalah bahwa setiap kejadian itu semata hanya karena Allah. I”tikad ini meyakini bahwa kekuatan api atau kekuatan pisau yang dicontohkan itu bukanlah karena api atau karena pisaunya. “Api menghanguskan adalah karena kekuatan Allah dan pisau membuat luka juga karena Allah. Api dan pisau sama sekali tidak menghanguskan atau tidak melukakan,” jelasnya. Dia mencontohkan ketika Ibarahim dilemaprkan ke dalam api oleh Nambrut, apinya tidak membuat Ibrahim terbakar karena Allah tidak membuat api itu berkekuatan membakar.

Sikap keempat inilah yang benar dan sesuai dengan konsep tauhid ulama ahlussunnah waljamaah. Inilah yang dikatakan sebagai akidah yang benar, akidatunnajiah. Dan keyakinan terakhir ini pula yang akan diterima dan orangnya akan dimasukkan ke dalam syurga. Segalanya karena Allah, hanya Allah memilih waktu dan tempatnya untuk memberikan kekuatan itu. Jadi, itu semata Allah sendiri, tidak ada unsur lain dalam kekuatan itu. Buya mengingatkan kembali bahwa qodho itu adalah ketentuan sebelum terjadi sedangkan taqdir adalah ketentuan sudah terjadi. Begitulah kita mengimani qodho dan qadar, katanya mengakhiri tausiah.***

Tinggalkan Balasan