Disebut-sebut kondom dorong laki-laki lakukan zina yang secara umum disebut sebagai ‘seks bebas’ ternyata tidak terbukti
“Kasus HIV dan Sifilis Meningkat, Penularan Didominasi Ibu Rumah Tangga” Ini judul artikel di sehatnegeriku.kemkes.go.id (9 Mei 2023).
Fakta ini menunjukkan bahwa anggapan setengah orang, terutama yang membalut lidahnya dengan moral atau yang memakai baju moral, bahwa kondom mendorong laki-laki melakukan zina, secara umum disebut ‘seks bebas’ (ini istilah yang rancu bin ngaco-Red.), ternyata tidak terbukti.
Kalau benar kondom mendorong laki-laki, terutama para suami, melakukan zina, dalam hal ini melacur dengan pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di tempat-tempat pelacuran) atau dengan PSK tidak langsung (perempuan di kafe plus-plus, pijat plus-plus, cewek dan ‘artis’ prostitusi online, dll.), memakai kondom tentulah kasus HIV dan sifilis tidak meningkat.
Soalnya, penularan HIV dan sifilis (disebabkan oleh bakteri jenis Treponema pallidum) persis sama antara lain melalui hubungan seksual tanpa kondon di dalam dan di luar nikah.
Kalau para suami itu memakai kondom tentulah tidak ada risiko tertular sifilis. Tapi, fakta menunjukkan banyak ibu rumah tangga yang tertular sifilis dari suaminya. Ini membuktikan suami tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan perempuan lain atau dengan Waria.
Sebuah studi di Surabaya, Jatim, tahun 1990-an menunjukan pelanggan Waria lebih banyak laki-laki beristri. Ini jadi pintu masuk sifilis ke suami yang selanjutnya ditularkan ke istri.
Bisa juga ada suami biseksual (secara seksual tertarik perempuan dan laki-laki) sehingga punya pasangan sesama jenis.
Kemenkes melaporkan penyakit sifilis, dikenal juga sebagai raja singa, meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2016-2022). Dari 12.000 kasus naik jadi hampir 21.000 kasus dengan rata-rata penambahan kasus antara 17.000 – 20.000 kasus setiap tahun.
Yang perlu diingat angka-angka itu hanya kasus yang terdeteksi ibu hamil, tapi tidak semua ibu hamil di Indonesia menjalani tes HIV dan sifilis.
Kemenkes menyebut dari 5 juta perempuan hamil di Nusantara hanya sebanyak 25% (1,25 juta) yang jalani skrining atau tes sifilis. Itu artinya ada 3,75 juta ibu hamil yang tidak jalani tes sifilis.
Dari 1,25 juta ibu hamil yang jalani tes sifilis hasilnya sebanyak 5.590 ibu hamil positif sifilis.
Maka, ada angka yang tidak terdeteksi (dark number) yang justru jadi mata rantai penyebaran sifilis di masyarakat, terutama disebarkan oleh laki-laki yang mengidap sifilis kepada perempuan, terutama istri mereka, melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Sifilis pada ibu hamil bisa menyebabkan keguguran, serta gangguan kesehatan, cacat fisik, bahkan kematian pada bayi yang dikandungnya.
Celakanya, seperti dijelaskan oleh Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr Muhammad Syahril, presentase pengobatan pada pasien sifilis masih rendah. Pasien ibu hamil dengan sifilis yang diobati hanya berkisar 40% pasien. Sisanya, sekitar 60% tidak mendapatkan pengobatan dan berpotensi menularkan dan menimbulkan cacat pada anak yang dilahirkan.
Lebih celaka lagi kalau suami ibu-ibu hamil yang terdeteksi sifilis itu tidak diobati. Mereka jadi mata rantai penyebaran sifilis di masyarakat. Maka, biarpun istri mereka diobati tapi kalau suaminya tidak diobati tidak ada artinya karena penularan akan terus terjadi.
Dalam artikel itu tidak ada penjelasan tentang suami ibu-ibu hamil yang terdeteksi mengidap sifilis itu, apakah mereka menjalani tes sifilis seperti istrinya.
Kalau suami dari ibu-ibu hamil yang hasil tes sifilis positif tidak menjalani tes sifilis, maka itu artinya Kemenkes membiarkan mereka jadi penyebar sifilis di masyarakat.
Memang, beberapa studi menunjukkan para suami yang istrinya terdeteksi mengidap sifilis menolak menjalani tes sifilis. Bahkan, mereka menuduh istrinya selingkuh. Dalam beberapa laporan studi juga disebutkan ada suami yang memukul istrinya yang terdeteksi mengidap sifilis.
Maka, sudah saatnya Kemenkes dan jajarannya sampai ke Puskesmas membalik paradigm berpikir. Skrining sifilis bukan terhadap ibu hamil, tapi suami dari ibu hamil.
Dengan cara ini suami tidak bisa mengelak lagi dengan menuduh istrinya yang selingkuh sehingga tertular sifilis. (Sumber: Tagar.id, 12 Mei 2023). *