JALANKU MENUJU KELUARGA YPTD
Oleh : Adlan Ali, Depok (2020)
Alhamdulillah, mengawali artikel pertama di YPTD, saya panjatkan segala puji dan rasa syukur saya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah kepada segenap hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa. Sholawat dan salam saya sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam. Yang telah mengarahkan kita dari masa ketidaktahuan menuju masa yang penuh pencerahan dan kedamaian.
Tak lupa saya sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga besar Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk berbagi karya-karya kepada masyarakat luas melalui bantuan swadaya berupa penerbitan buku saya. Semoga perjuangan literasi ini terus mengalir hingga tidak ada batas waktu.
Selanjutnya, saya ingin bercerita terlebih dulu kepada keluarga dan kawan-kawan semua yang sudah menjadi bagian keluarga YPTD. Ada pepatah, “Tak kenal maka tak Sayang.” Buat saya pribadi, pepatah tersebut mengandung makna, kalau saya belum mengenal satu dan lain hal yang saya inginkan maka saya akan sedikit mendapat manfaat darinya. Kalau sudah kenal maka akan saling menyayangi, saling memperhatikan dan saling mencerahkan. “Mutual syimbiosis”. Itulaah prinsip hidup yang saya jalani.
Awal mula saya mengenal Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan, dari saudara yang tinggal di Pondok Gede, Bekasi. Saudara saya ini memang sangat aktif di beberapa grup chat. Dari grup semasa di kampoeng, sampai di Jakarta, semua diikuti. Karena baginya memperbanyak teman di grup berarti ada jaminan menambah teman dan memperbanyak wawasan. Karena yang sering kita saksikan sendiri, antara satu orang dengan yang lainnya pasti beda pemikiran dan beda pandangan terhadap satu objek. Terkadang, sering timbul juga, bahkan saya sendiri terkadang merasakan, terlalu banyak mengikuti grup chat terkadang membuat kita bosan, dan terkadang jengkel. Karena bunyi notifikasi yang tak mengenal waktu pagi dan malam. Untungnya, saya punya pedoman kecil. “Rasa bosan dan jengkel adalah sifat manusia, tapi bertemu teman dan kadang berbeda pendapat adalah takdir Tuhan yang harus saya jalani dengan lapang dada.”
Seperti hari biasanya, pagi itu saya mendapati handphone saya berbunyi dengan nada khusus yang menandakan ada kabar pesan masuk dari keluarga. Saya buka handphone dan saya sisir satu demi satu dari sekian pesan yang masuk. Saya baca sekilas saja dari sekian pesan yang masuk, sampai akhrinya giliran pesan dari keluarga yang saya baca. Alinea pertama pesan saya baca. Kurang lebih begini, “Al, ada berita bagus. Barangkali kamu butuhin.” (ada lampiran artikel di bawahnya). Lalu saya balas, “Oke. Terima kasih atas infonya.” Sempat timbul tanya, apakah artikel ini hoax atau bahkan prank?
Sampai akhirnya pada jam istirahat kantor, saya mencoba menyapa ke nomor yang tertera di artikel. Yang belakangan nomor tersebut merupakan nomor “the pioner” kita, Pak Thamrin Dahlan. Setelah menunggu, chat saya dibalas oleh beliau dan berlanjut saya menanyakan satu dan lain hal terkait penerbitan buku gratis oleh yayasan ini. Ternyata, beliau sangat antusias dan semangat dalam menjawab satu demi satu pertanyaan dari saya. Apalagi setelah beliau mendengar penjelasan kalau saya juga pernah menerbitkan buku dan masih ada beberapa buku yang belum saya terbitkan. Beliau dengan terbuka mempersilahkan buku yang belum terbit untuk diterbitkan di yayasan ini. “Alhamdulillah.” Saya berkata dalam hati. Lalu saya sampaikan terima kasih dan kesempatan baik ini akan saya pergunakan sebaik-baiknya.
Malam harinya, di rumah, saya mengambil laptop yang masih saya simpan di dalam tas rangsel. Saya duduk di meja kerja, sambil ditemani sebungkus rokok dan segelas kopi hitam. Saya buka laptop dan mencari file sambil mengingat-ingat file yang saya inginkan. Dengan teliti dan mencermati satu demi satu tahun dan bulan pembuatan folder, sampai akhirnya saya menemukan file naskah buku yang saya inginkan. Alhamdulillah, lagi saya ucapkan. Saya membuka file naskah tersebut dan sekilas saya baca dari halaman kata pengantar, daftar isi, isi, daftar referensi, sampai profile saya di halaman paling belakang. Sambil sesekali memperbaiki ejaan dan tata letak naskah buku.
Singkat cerita, karena naskah saya rasa sudah siap cetak, saya kirim melalui alamat email yang diberikan pak TD. Alhamdulillah, saya berhasil mengirimkan naskah. Lalu saya beritahukan kepada pak TD melalui chat, kalau saya sudah mengirim naskah ke alamat email. Karena kesibukan, pak TD membalas chat yang saya kirim, dengan penjelasan yang intinya akan dikabari lebih lajut terkait naskah yang saya kirimkan.
Keesokan harinya, saya menerima balasan chat dari pak TD. Tentu kabar baik yang saya harapkan. Isi chat saya buka. Saya kaget, pak TD menyampaikan kalau naskah yang saya kirim belum ada di lampiran email. Selesai membaca chat saya bergegas membuka laptop dengan perasaan deg-degan. Khawatir kalau naskah yang saya kirim nyasar ke email yang lain. Setelah saya periksa, ternyata file lampiran memang belum saya lampirkan. Mungkin, saat itu saya sedang banyak pikiran sehingga lupa ngecek file yang akan saya kirimkan ke pak TD.
Selesai file naskah saya kirim via email, kembali saya mengkonfirmasikan ke pak TD, naskah sudah saya dikirim kembali ke alamat email. Dan tak berselang lama, pak TD membaca dan membalas chat saya kalau naskah sudah diterima dan langsung dikirimkan ke Perpusnas untuk didaftarkan agar mendapat ISBN (international standar book number). Tak sampai satu minggu, saya mendapat chat dari pak TD kalau ISBN sudah keluar dan naskah buku mas Adlan siap dicetak di Buring, Margonda, Depok.
Di Buring, Margonda
Sampai akhirnya pada hari Rabo, 30 September 2020, hari yang sudah saya nantikan tiba. Tepat jam 09 pagi saya mengambil kunci kendaraan dan segera meluncur ke lokasi pertemuan yang sudah diberitahukan sebelumnya. Percetakan Buring, Margonda. Sampainya di lokasi parkiran, mesin kendaraan saya biarkan menyala, sempat timbul perasaan yang bercampur aduk serta deg-degan, karena akan bertemu pak TD, yang juga ketua Yayasan. Bagiku, bertemu orang baru sudah hal biasa. Namun, pertemuan kali ini tak terbayangkan sebelumnya. Dan pasti akan melahirkan banyak makna buat saya. Karena setelah pertemuan ini, akan ada tanggung jawab berat dan besar menanti yang harus saya pegang sampai waktu yang tak terhingga. Yaitu, saya menjadi begian keluarga YPTD dan saya juga harus bertanggung jawab terhadap buku yang sudah dicetak sampai akhirnya buku tersebut dapat dibaca dan diamalkan banyak orang.
Setelah perasaan tenang ini cukup kuat, saya mematikan mesin kendaraan dan saya turun dari kendaraan. Saya berjalan perlahan menuju ruang utama percetakan tersebut. Gagang pintu utama saya buka, perlahan saya dorong ke dalam, dan saya menyampaikan pada resepsionis kalau saya datang ke sini untuk bertemu dengan pak Thamrin Dahlan dalam rangka cetak naskah buku. Dengan hangat resepsionis menyambutku lalu mengarahkanku kepada seseorang yang belum saya kenal sebelumnya. “Pak Thamrin Dahlan, apa kabar?”, “Alhamdulillah, baik.” Dengan ramah, saya memperkenalkan diri, siapa saya dan bagaimana saya sampai akhirnya mengenal Yayasan yang beliau naungi.
Di saat sedang berbincang berdua, datang tiga orang yang belum saya kenal. Tapi, orang tersebut sudah sangat akrab dengan pak Thamrin. Belakangan setelah berkenalan, beliau adalah pak Dian Kelana, bu Kusuma dan bu Muthiah dan kebetulan beliau admin grop yayasan ini. Betapa senangnya saya, menambah teman, relasi dan sahabat baru yang luar biasa. Orang-orang yang menyisihkan waktu dan mendedikasikannya untuk alam literasi agar terus berkibar dan semakin menancap kokoh di negeri ini. Mengutip sedikit perbincangan dengan pak TD,”gajah meninggalkan gading, manusia meninggalkan buku.” Iya, bisa juga dikatakan, “buku adalah mahkota kita.”
Akhirnya, saya berpisah di parkiran percetakan Buring. Sebelum berpisah, saya sampaikan terima kasih dan saya berpesan agar pak TD tak lupa menjaga kesehatan. Karena, di tengah kesibukan dan situasi Covid19 ini, harus tetap berhati-hati dan waspada, agar jangan sampai terpapar. Dan untuk keluarga besar YPTD teruslah berkarya, karena karya, kita akan menambah ilmu, karena karya kita akan di kenang, sepanjang waktu dan sepanjang masa. Salam literasi,
Depok, 01 Oktober 2020