Kisah nyata ini terjadi pada Musim Haji tahun 1994. Ketika itu saya ditugaskan menjadi anggota Tim Kesehatan Haji Indonesia oleh Departeman Kesehatan. Sebelum berangkat ke tanah suci saya mendapat amanah untuk mendampingi Datuk Binjai. Amanah itu disampaikan oleh putra putri Tuan Palengah [begitu saya memanggil Datuk Binjai ] agar menemani ” ayah” ketika berada di tanah suci.
Saya berangkat dalam gelombang haji pertama mengawal satu kloter bersama 2 orang petugas kesehatan. Rombongan berjumlah 500 jamaah berasal dari Jakarta langung menuju Madinah. Setelah menunaikan shalat sunnah Arbain 40 waktu atau selama 8 hari di Masjid Nabawi, rombongan menuju kota suci Makkah Al Mukarammah.
Setiba di Masjidil Haram kami melaksanakan ibadah umrah sembari menunggu prosesi Ibadah Haji. Saya teringat amanah putra putri Tuan Palengah namun saya lupa menanyakan, beliau berada dalam Kelompok Terbang (kloter) berapa. Saya hanya paham Tuang Palengah termasuk dalam gelombang kedua ibadah haji tahun itu. Gelombang kedua diatur oleh Kementrian Agama untuk berangkat ke Mekah dulu menunaikan Ibadah haji baru kemudian ziarah ke maqam Rasulullah di Madinah.
Karena saya tidak mengetahui dimana Maktab Datuk Binjai tempat menginap , saya jadi bingung bagaimana cara menemui Beliau. Seperti biasa jamaah haji yang berhimpun menjelang prosesi Arafah berjumlah jutaan orang. Kota Suci Makkah sangat ramai, setiap waktu Masjidil Haram dipenuhi jamaah dari manca negara. Dalam keadaan demikian sangat sulit mencari sanak saudara apalagi tempat menginap jamaah Indonesia bertebaran di radius 2-5 Km di sekitar Kota Makkah.
Satu satu nya jalan agar bisa bertemu dengan Datuk Binjai yaitu Masjid, namun pintu masjid sangat banyak, jamaah datang dari sepuluh penjuru angin. Masjidil Haram mempunyai pintu yang sangat banyak. Dalam kondisi seperti itu saya hanya berharap kepada Allah SWT agar dipertemukan dengan Datuk Binjai yang dalam silsilah keluarga besar Petokayo masih dalam kekerabatan sepupu.
Setelah melaksanakn tugas sebagai Tim Kesehatan yaitu mengontrol kondisi kesehatan jamaah sekloter serta memberikan bantuan kepada jamaah yang sakit, saya beserta jamaah yang sehat melaksanakan ibadah Shakat Fardhu ke Masjid Haram. Semangat Ibadah jamaah luar biasa bukan karena pahala shalat di depan Kabaah berganda 100.ooo kali dibanding shalat sendiri namun suasana hati memang seakan dekat sekali kepada Illahi.
Setelah melaksanakan tawaf sunah sebagai pengganti Shalat Tahyatul Masjid saya memilih posisi di depan Ka’bah persis di depan Multazam (pintu Ka’bah). Berdoa dengan khusyu mohon keselamatan dunia kaherat untuk keluarga besar Haji Dahlan Ibnu Affan dan Ibunda Hajjah Kamsiah binti Sutan Mahmud . Salah satu doa itu adalah mohon dengan sangat dan penuh harap agar dipertemukan dengan saudara saya bernama Sutan Palengah bergelar Datuk Binjai. Saya sedikit resah karena ibadah haji tidak lama beberapa hari kedepan akan usai menjelang berangkat ke Arafah, namun saya belum juga bertemu dengan Tuan Palengah.
Tiba tiba ditengah berdoa, hati saya bergetar entah karena apa. Segera saya mendongakkan kepala memandang keagungan Ka’bah. Seketika itu juga terlihat beberapa syaf didepan diantara sesaknya jamaah , dua orang sedang berjalan bergegas. Saya terpana hati saya berdetak, Masya Allah bukankah itu saudaraku Tuan Palengah.
Serta merta saya berdiri , sedikit berlari melampaui beberapa jamaah didepan mengejar dua orang jamaah Indonesia itu. Segera saya sapa dari arah belakang, Tuan, Tuan Tuan Palengah,…. Subhanallah ternyata beliau benar saudaraku Datuk Binjai. Kami berpelukan di depan Kabah sembari sesugukan menangis. Ada rasa haru menghujam di hati ini. Akhirnya doa di kabulkan Allah SWT, semata dengan izin NYA kami diperetemukan di tempat suci. Inilah salah satu keajaiban yang saya alami selama melaksanakan ibadah haji nan tidak akan terlupakan.
Kami masih bersama di Mekkah selama 7 hari. Setiap berangkat shalat, terutama shalat subuh saya menghampiri Datuk Binaji di maktabnya. Kebetulan maktab saya berada di kawasan Sulaimaniyyah, jadi ketika menuju majidil Haram melewati Maktab Tuan yang ada didekat masjid Kucing atau masjid Buchari. Tidak lupa pula saya mengajak Tuan Palengah berkomunikasi dengan anak anaknya yang berada di Jakarta. pada tahun itu belum ada handphone. kami menggunakan fasilitas telepon antar negara. betapa gembiranya Upik Farida dan Upi Varia ketika mendengar secara langsung suara Ayah. Amanah sudah ditunaikan semoga memberikan kebahagiaan kepada diri sendiri dan kerabat.
Setelah Prosesi Haji, saya dan Tuan Palengah silaturahim dengan Uni Husna. bundo kandunag menunaikan Ibadah haji menggunakan ONH Plus. Jadilah kami ikutan menikmati makan enak di hotel mewah serta fasilitas kenyamaman lainnya. Ketika waktu berpisah telah tiba, saling mendoakan semoga dipertemukan kembali di tanah air. Datuk binjai melanjutkan perjalanan menuju Kta rasullullah nabi Muhammad SAW ke Madinah sedangkan rombongan kami bersiap berkemas koper menuju Jakarta Indonesia.
Hari selasa, 4 Mei 2015 saya bersilaturahim ke Haji Taufik di kediaman di Jalan Sutan Agung Manggarai Jakarta Selatan. Bersama kemenakan ambo Saudagar Pasar Cijantung Khatib Muslim kami memohon doa kepada Pak Haji. Kini usia beliau menginjak hitungan 101 tahun. Subhanllah masih sehat walafiat. Muka jernih bersinar. Setiap lima hari khatam Al Qur’an. Inilah kekasih Allah SWT yang mungkin sudah sangat langka. Dalam usia sepuh masih istiqomah beribadah. Insha Allah doa doa Haji Taufik diijabah Allah dalam kerendahan dan keikhlasannya. Beliau menmaggil saya dengan sebutan Haji Siddik.
Demikianlah cerita ketika akan berpisah di Makkah tahun 1994 itu, kami saling menambah nama mengharapkan keberkahan. Berdasarkan budi baik seorang Tuan Arab di Maktab maka Tuan Palengah Datuk Binjai diberi tambahan nama Haji Taufik sedangkan Haji Thamrin Dahlan Bin Dahlan Ibnu Affan mendapatkan tambahan nama : Haji Siddieq.
Secara statistik , tingkat probabilitas atau kemungkinan dua orang bertemu di kota suci seramai Makkah sangat kecil sekali. Bisa jadi satu berbanding sejuta kemungkinan bersua itu karena begitu banyaknya jamaah, dan begitu panjang pula waktu ibadah serta luasnya area kota Makkah. Seorang saudara dari Padang bercerita bahwa dia tidak bisa berjumpa dengan kerabat dekat sewaktu menunaikan ibadah haji Padahal mereka tinggal di satu maktab. Ketika di cari ke alamat hotel tidak bersua, saudaranya sedang ke Masjid, demikian pula ketika saudaranya bertamu ke hotel , kerabatnya sedang berbelanja oleh oleh. Demikanlah seterusnya sampai mereka pulang ke kampung. Jadi tanpa seizin Allah SWT perjumpaan itu mustahil terjadi.
Oleh karena itu hanya dengan redha Allah, kemungkinan probabilitas itu bisa di patahkan artinya dengan kekuasaan Allah SWT setelah kita berdoa maka r segala sesuatu yang tidak mungkin ternyata mudah saja bagi Allah Tuhan Yang Maha Kuasa. Alhamdulillah Ka’bah menjadi saksi abadi perjumpaan saya dengan Datuk Binjai, semoga pertemuan dua saudara sepupu ini menjadi saksi pula nanti di akherat, Amin
Menelisik pertemuan ajaib dipelataran Ka’bah diyakini bukan lah satu kebetulan semata namun perjumpaan itu telah ditadirkan sesuai yang tertulis di Lauh Mahfuzd. Bukankah jodoh, maut , rezeki dan pertemuan itu adalah takdir anak manusia yang telah ditetapkan ketika Ruh ditiupkan di rahim Ibunda setelah janin berusia 120 hari.
Setiap anak manusia telah mempunyai takdir masing masing dan takdir itulah misteri yang akan kita buka hari demi hari sebagai lembaran kehidupan. Alangkah indahnya membuka misteri takdir itu dalam suasana iman dan taqwa yang sebenarnya taqwa sehingga apapun yang terjadi , kita mampu menghadapi dalam keadaan tenang kerna sesungguhnya semuanya akan kembalikan kepada Nya.
Amin ya Rabb
Selamat menunaikan Ibadah Shalat Jum’at
Salam salaman.
Sukses