16. Keperawanan
Dari jendela kamarnya, Armaya dan isteri mengintip Rani dan Matt Paten yang sedang berbincang-bincang di taman. Armaya senang melihat Rani yang sering tersenyum saat bicara dengan Matt Paten,
“Bah.. kayaknya Rani sudah mulai suka dengan Matt Paten. Lihat saja tuh dia sudah banyak senyum.” ujar isteri Armaya.
“Biasanya memangnya bagaimana, Umi? Rani judes ya sama Matt Paten?” tanya Armaya.
“Seperti orang meremehkan gitu Bah.. dan suka sinis dengan apa yang dikatakan Matt Paten.” jawab isteri Armaya.
Armaya katakan pada isterinya, kalau dia sangat yakin Matt Paten bisa menjadi Imam bagi Rani, karena Matt Paten pikirannya sangat dewasa dan bisa mengayomi Rani.
Mereka melihat Rani yang tadinya duduk berhadapan dengan Matt Paten, sekarang malah pindah di bangku yang ada di samping Matt Paten.
Ternyata Rani ingin membahas sesuatu yang sangat personal dengan Matt Paten. Sehingga dia perlu mendekat disamping Matt Paten,
“Mas maaf.. saya mau tanya sesuatu yang agak personal, dan saya ingin tahu bagaimana sikap mas terhadap persoalan ini.” ujar Rani dengan sedikit berbisik.
“Tentang apa kira-kira Rani? Tidak masalah kalau pun sangat personal. Ini tentang kamu, atau saya nih?” tanya Matt Paten.
“Ini soal saya, yang pernah saya ceritakan pada mas. Bagaimana sikap mas kalau tahu pas malam pertama isterinya sudah tidak perawan?” tanya Rani.
“Rani.. ketika saya ijab Kabul dengan calon isteri saya, maka secara otomatis saya sudah siap menerima apa pun keadaannya. Termasuk juga soal keperawanannya.” jawab Matt Paten.
“Mas tidak kecewa menerima kenyataan itu?” tanya Rani lagi.
“Kenapa harus kecewa kalau sudah menerima? Itu artinya saya tidak niat menikahi isteri saya. Itulah perlunya keterbukaan sebelum pernikahan.”
Matt Paten cerita pada Rani tentang lelaki yang menceraikan isterinya, setelah dia tahu isterinya sudah tidak perawan lagi saat Malam Pertama. Betapa sakit hati isteri yang di nikahnya. Sementara isterinya tersebut merasa tidak pernah sekali pun berhubungan intim dengan seorang lelaki pun.
“Itukan artinya ketidakperawanan itu penyebabnya bukan hanya karena pernah berhubungan intim dengan laki-laki. Tapi, banyak faktor penyebabnya.” ujar Matt Paten.
“Kalau saya kan karena sudah pernah berhubungan dengan calon suami saya mas, jadi ketidakperawanan saya jelas penyebabnya.” jelas Rani.
“Bagi saya bukanlah masalah Rani, itu kalau saya yang menjadi calon suami kamu. Tapi, saya tidak tahu kalau lelaki lain.” ucap Matt Paten.
“Saya kan tidak bicara lelaki lain mas, saya tanyakan itu pada kamu mas? Jadi mas tidak mempermasalahkan status saya?” tanya Rani.
“Rani, kalau saya sudah mencintai kamu, itu artinya saya tidak lagi melihat kekurangan kamu. Yang saya lihat kelebihan kamu, dan menerima kekurangan kamu.” jawab Matt Paten dengan sangat tegas.
Rani cerita pada Matt Paten, bahwa persoalan keperawanannya itu sempat membuat dia stress, dan sangat mengganggu semangat hidupnya. Dalam kondisi seperti itu, maka sangat mudah dia kena santet, karena jiwa raganya dalam kondisi yang sangat lemah.
Rani juga cerita, kalau dia terlalu cinta sama pacarnya. Sehingga dengan sangat mudah melepaskan kehormatannya. Dia tidak pernah berpikir saat itu, kalau masalah itu akan menjadi persoalan yang besar bagi dirinya. Sehingga dia sangat benci dengan setiap lelaki.
Matt Paten melihat kalau Rani saat menceritakan itu hatinya sangat hancur, dan itu terlihat dari ekspresi wajah Rani yang sangat muram.
“Kamu tidak usah larut dalam kenangan masa lalu Rani, kamu punya banyak waktu untuk memperbaiki masa depan kamu.” Matt Paten membujuk Rani.
“Saya menolak keinginan Abah, salah satu alasannya masalah ini mas. Saya cuma bisa ceritakan ini sama mas.” ucap Rani.
“Kamu percaya gak, kalau saya di pertemukan Tuhan sama kamu dengan perantara penyakit kamu?” tanya Matt Paten.
“Tapi, kalau Abah gak cerita sama pak Barnus, mas kan gak akan kenal saya?” Rani Balik bertanya.
Matt Paten jelaskan pada Rani, bahwa Abahnya dan Barnus, hanyalah perantara Tuhan untuk mempertemukan dirinya dengan Rani.
“Kamu tahu apa yang saya alami dalam proses mengobati kamu?” tanya Matt Paten, “Saya di ganggu mahluk ghaib. Baik saat mengobati, mau pun saat saya sudah sampai di rumah.” lanjut Matt Paten.
“Kenapa mahluk itu sampai ganggu mas? Kan yang bermasalah Abah?”
“Mahluk itu marah saya mengobati kamu, karena usahanya untuk membuat kamu dan Abah kamu gila tidak berhasil.” jawab Matt Paten.
Rani hampir tidak percaya mendengar cerita Matt Paten, betapa sadisnya niat orang yang menyantet Abahnya. Rani menanyakan pada Matt paten,
“Seperti apa wujudnya mahluk itu mas? Apakah seperti manusia?”
“Wujudnya sangat menakutkan Rani. Kalau saya tidak kuat, saya bisa muntah saat mengobati kamu.” jawab Matt Paten.
Matt Paten jelaskan pada Rani, kalau niat dia saat itu hanya ingin menyelamatkan jiwanya. Kalau sempat tidak tetolong dia akan gila. Armaya ikut gila karena merasa tidak mampu mengobati anak yang sangat disayanginya.
“Dari mana mas bisa tahu tentang semua itu?”
“Saat saya pijat kamu, saya gunakan ilmu peraba sukma. Sehingga saya bisa deteksi penyakit kamu, juga tahu dengan siapa kamu berkomunikasi.” jawab Matt.
“Maksudnya gimana mas?” tanya Rani,
“Kamu sudah menjadi alat bagi mahluk ghaib itu, dan kamu di manfaatkan untuk membuat Abah kamu pusing.” jelas Matt Paten.
Matt Paten katakan pada Rani, kalau Rani tidak lagi di ikuti oleh mahluk itu. Tapi, dirinya masih terus jadi bulan-bulanan mahluk ghaib itu. Untuk melawan itu, Matt Paten harus tirakat dan terus menerus minta pertolongan Allah, karena yang di hadapinya adalah penganut ilmu Hitam.
Matt Paten minta pada Rani, supaya sudah mulai menunaikan sholat lima waktu, agar terhindar dari berbagai serangan mahluk ghaib. Selain itu, Matt Paten ingatkan bahwa sholat itu kewajiban bagi seorang muslimah.
Rani sebetulnya sudah terbuka hatinya untuk menerima Matt Paten, dia sudah merasa kalau Matt Paten mau menerima dia apa adanya. Hanya saja Rani sangat gengsi untuk menyatakan perasaannya pada Matt Paten.
Saat Matt Paten mengatakan kalau pertemuan untuk hari ini sudah selesai, ada perasaan kehilangan Matt Paten di dalam diri Rani. Dia hanya menayakan,
“Mas kapan kesini lagi? Saya sepertinya sudah mulai perlu belajar membaca Al Qur’an.” harap Rani.
“Kalau kamu serius dan sudah siap untuk belajar membaca Al Qur’an, saya siap kapan pun kamu mau.” jawab Matt Paten.
“Saya tidak ganggu waktu mas? Kan mas harus mengurus pesantren pak Barnus?” tanya Rani.
“Nanti saya akan minta izin sama pak Barnus, karena mengajar kamu mengaji itu sama pentingnya dengan mengurus pesantren.”
Rani sangat senang mendengar jawaban Matt Paten, dia sangat mengharapkan pertemuan selanjutnya dengan Matt Paten.
Bersambung
Kisahnya semakin lama.semakin menarik.
Mantabbbb pak Ajinatha,