5. Kesurupan
Matt Paten menjadi orang kepercayaan Barnus untuk mengurus wakafnya. Sepulang dari rumah Barnus, dengan sepeda ontelnya Matt Paten melewati jalan desa dekat pematang sawah. Jalan yang begitu lengang meskipun di siang hari, kadang rawan karena banyaknya Begal.
Matt Paten sangat yakin kalau dia bukanlah incaran begal, karena hanya pakai sepeda ontel. Walaupun begitu dia tetap waspada melintas di jalan itu. Belum habis rasa khawatirnya, tiba-tiba dia melihat dua orang yang mencurigakan melintas di sisi kanannya dengan sebuah sepeda motor.
Tidak jauh di depan Matt Paten, ada sebuah motor yang di kendarai seorang wanita. Matt Paten melajukan sepedanya dengan kecepatan Bayu Amogasakti (angin sakti), ini salah satu ilmu yang dimiliki Matt Paten, apabila di saat terdesak bisa digunakannya.
Dua lelaki yang baru saja melintas di samping Matt Paten, berusaha memepet wanita yang mengendarai motor, melihat itu Matt Paten menyergahnya,
“Jangan ganggu wanita itu!!” serga Matt Paten
Melihat kemunculan Matt Paten yang tiba-tiba kedua lelaki itu merasa aneh, karena setahu mereka Matt Paten sudah tertinggal jauh oleh mereka, apa lagi Matt Paten hanya naik sepeda.
Wanita pengendara motor itu di suruh Matt Paten terus jalan, sementara dia menghadang kedua begal tersebut. Di tangan mereka sudah terhunus celurit, dan sebuah golok.
“Kamu siapa Ki sanak? Kenapa kamu ikut campur urusan kami?” tanya salah satu pria yang agak brewokan
“Saya bukan siapa-siapa, tapi saya tidak suka melihat orang melakukan tindak kejahatan.” jawab Matt Paten.
“Emang kamu siapa? polisi bukan, dan tentara pun bukan.” ujar pria yang satu lagi, yang agak tambun.
“Kan saya sudah bilang, saya bukan siapa-siapa, apa yang kalian ingin lakukan terhadap wanita tadi?” tanya Matt Paten.
Kedua pria itu langsung menyerang Matt Paten, tanpa perlu menjawab pertanyaan Matt Paten. Menghadapi serangan yang penuh amarah seperti itu, sangatlah mudah bagi Matt Paten, hanya dengan hentakan kakinya ke tanah, kedua pria itu langsung terjengkang sendiri.
Matt Paten menghampiri keduanya, “Ayo coba berdiri bisa gak?” tanya Matt Paten.
Keduanya hanya termanggu kaku menatap ke arah Matt Paten, tanpa bisa berkata apa-apa, karena sekujur tubuh mereka kaku. Mereka mendengar apa yang di ucapkan Matt Paten, tapi mereka tidak bisa menggerakkan mulut, karena semuanya kaku.
“Saya yang membuat kalian seperti itu, maka saya juga yang bisa membebaskan kalian, itu kalau kalian sadar dengan perbuatan kalian.” ucap Matt Paten.
Matt Paten mengambil celurit dan golok dari tangan kedua pria tersebut, di depan mata keduanya, Matt Paten mematahkan golok dan celurit dengan mudahnya. Itu salah satu cara Matt Paten untuk kasih tahu mereka.
Setelah berdoa sejenak, Matt Paten mengusapkan tangannya ke tubuh kedua pria tersebut, seketika mereka pulih kembali seperti semula. Keduanya hanya menatap Matt Paten, tanpa berkata apa-apa.
“Sekarang kalian boleh pergi, kalau kalian masih terus melakukan tindak kejahatan, maka kalian akan ketemu lagi sama saya.” pesan Matt Paten.
Kedua pria itu tergesa-gesa naik ke motornya, sambil terus memandang Matt Paten di atas sepeda ontelnya. Matt Paten sengaja membiarkan mereka jalan duluan dengan motornya. Setelah mereka begitu jauh, Matt Paten menyusul kedua pria yang naik motor tersebut.
Keduanya kaget setelah melihat Matt Paten dengan sepeda ontelnya sudah sejajar di samping motor mereka. Matt Paten seolah-olah tidak tahu sama mereka, dia terus mengayuh sepedanya dengan ilmu Bayu Amogasakti. Kedua pria itu semakin takjub dengan kesaktian Matt Paten.
Matt Paten mendekatkan sepedanya dengan motor kedua pria tersebut, dan menjejeri sepedanya dengan motor kedua pria itu, dia mengingatkan kembali kedua pemuda itu,
“Ingat!! Kalau kalian masih melakukan kejahatan, kalian akan bertemu saya lagi, mau!!” ingat Matt Paten dengan sedikit bercanda.
Kedua pria itu hanya menjawab dengan gelengan kepala. Matt Paten membiarkan kedua pria itu jalan lebih duluan, dan Matt Paten membelokkan sepedanya ke arah sebuah Mesjid yang ada di pinggir jalan. Dia mampir untuk menunggu azan Maghrib.
Selesai sholat Maghrib, Matt Paten tidak langsung keluar Mesjid, dia wirid amalan yang biasa dia lakukan setiap hari. Amalan-amalan itu sangat berkaitan dengan konsistensi sikap, dan keteguhan iman yang di milikinya.
Keluar dari Mesjid, dia mendengar teriakan dari rumah penduduk yang ada di dekat Mesjid, Matt Paten segera menuju kerumah itu. Di dalam rumah, dia melihat seorang pemuda dengan mata melotot, leher mengejang, terus teriak-teriak,
“Maaf.. boleh saya pegang tubuh pemuda itu?” tanya Matt Paten pada orang tua pemuda itu.
“Aden siapa kalau boleh tahu?” orang tua pemuda itu balik bertanya.
“Saya jamaah Mesjid, dan penduduk desa seberang, kebetulan saya mampir tadi ke desa ini.” jawab Matt Paten.
Orang tua pemuda itu mengijinkan Matt Paten memegang tubuh pemuda itu. Yang pertama kali di pegang Matt Paten adalah lehernya, begitu di pegang Matt Paten, pemuda itu murka pada Matt Paten,
“Apa urusanmu mengusir aku!!?” tanya pemuda itu dengan suara yang sangat murka.
Matt Paten tahu kalau itu bukanlah suara pemuda tersebut, tapi suara sosok arwah yang masuk ketubuhnya. Matt Paten bertanya pada orang tua pemuda itu,
“Bapak kenal suara ini?” tanya Matt Paten.
“Itu suara mbah Suro den, yang sering masuk ketubuh orang-orang di desa sini.”
Matt Paten memijat bagian kaki pemuda itu, terutama bagian jempol kakinya, setelah itu dia memijat pangkal betisnya, seketika pemuda itu lemas, dan matanya terpejam.
“Lain kali saat di waktu Maghrib, sebaiknya tidak keluar rumah, kecuali ke Mesjid, karena itu waktu yang rawan.” ucap Matt Paten.
“Ya den, tadi anak saya saat Maghrib, dia masih duduk di luar, sambil main hapenya.”
“Nanti kalau dia siuman, kasih minum ini.” ujar Matt Paten sambil memberikan setengah botol air mineral bekas minumnya. Matt Paten pun meninggalkan rumah tersebut, dia melanjutkan perjalanan pulang.
Matt Paten merasa prihatin dengan penduduk desa tersebut, tinggal dekat dengan Mesjid tapi tidak pernah menginjak Mesjid. Itulah yang membuat dia ingin segera menyelesaikan pesantren yang di wakafkan Haji Barnus, dia ingin agar penduduk di sekitar desa itu melek pendidikan agama.
Matt Paten terus mengayuh sepeda ontelnya dengan perlahan, sepanjang jalan dia terus berpikir tentang beberapa peristiwa yang di hadapinya, akhir-akhir ini.
Dia sangat merasakan kalau penduduk di beberapa desa yang di kunjunginya, sangat tidak peduli dengan kegiatan keagamaan, seakan-akan mereka memang tidak memiliki agama. Kalau pun ada Mesjid, tapi jamaahnya sangat sedikit.
Makanya dia tidak aneh kalau desa-desa di sekitar tempat tinggalnya sangat rawan kejahatan. Sebagai seorang santri, dia merasa bertanggung jawab dengan situasi dan kondisi tersebut.
Matt Paten sangat senang, setelah Barnus pulang dari Mekah, dia benar-benar menepati janjinya. Semua nazarnya, satu persatu sudah dia tuntaskan, dan Matt Paten selalu mendampinginya.
Bersambung