11. Pendekatan
Matt Paten jatuh cinta pada Rani, tapi dia tahu kalau dia bukan dari golongan orang yang pantas untuk bisa menikahi Rani. Meskipun Matt Paten sudah dapat lampu hijau dari Armaya. Tapi, Rani yang pernah tinggal di kota cukup lama, tentunya punya selera yang tinggi dalam menilai sosok pria.
Hari itu saatnya jadwal Matt Paten untuk melakukan terapi komunikasi pada Rani. Saat Matt Paten datang ke rumah Armaya dengan sepeda ontelnya, Rani sedang berjemur di halaman depan rumah. Seketika ekspresinya berubah melihat Matt Paten dengan sepeda ontelnya.
Matt Paten menyapa Rani, “Assalamualaikum
… selamat pagi Rani..” sapa Matt Paten. Rani tidak membalasnya, bahkan langsung masuk ke dalam rumah.
Melihat itu, Matt Paten hanya berprasangka kalau Rani memang belum sembuh total, dia masih harus bersabar untuk melakukan pendekatan pada Rani.
Sebelum masuk ke dalam rumah Armaya, Matt Paten mengucapkan salam terlebih dahulu. Ibu Armaya membalas salam Matt Paten,
“Wa alaikum salam..” sahut ibu Armaya sambil menghampiri Matt Paten. “Bapak gak ada di rumah, jadi saya yang menemani nak Matt Paten.” ujar bu Armaya.
“Gak apa-apa bu, hari ini saya cuma mau terapi komunikasi pada Rani.” tukas Matt Paten.
“Silahkan duduk dulu Matt,” ujar bu Armaya.
“Oh ya.. kamu mau minum apa? Biar ibu pesankan sama pembantu.” lanjut bu Armaya.
“Cukup air putih saja bu, saya tidak minum kopi dan teh.” jelas Matt Paten.
Matt Paten duduk di ruang tamu rumah Armaya, sambil menunggu bu Armaya yang lagi ke dapur. Sekonyong-konyong Rani keluar dari kamarnya, dan menghampiri Matt Paten. Dia hanya berdiri menatap ke arah Matt Paten.
Bu Armaya datang bersama pembantu yang membawa minuman untuk Matt Paten,
“Kamu kok cuma berdiri di situ Rani? Kamu gak temani mas Matt Paten ngobrol?” tanya bu Armaya, “Silahkan diminum Matt.” ujar bu Armaya.
Begitu bu Armaya duduk, Rani ikut duduk di sisi bu Armaya,
“Apa yang kamu lakukan saat terapi komunikasi Matt?” tanya bu Armaya.
“Mengajak Rani berbicara bu, ngobrol biasa saja sih.” jawab Matt Paten.
“Rani.. kamu temani mas Matt Paten ngobrol ya, karena dia ingin obati kamu.” ujar bu Armaya.
Rani hanya menjawab dengan anggukan kepala, pandangannya tidak lepas ke arah Matt Paten. Begitu bu Armaya menuju ke belakang, Rani mulai bicara dengan Matt Paten,
“Mas dukun ya?” tanya Rani dengan ketus.
Matt Paten menatap tajam ke arah bola mata Rani, “Bukan Rani.. saya guru mengaji.” jawab Matt Paten.
“Pendidikan mas apa?” tanya Rani lagi.
“Saya cuma lulusan S1, sehari-hari hanya mengajar mengaji penduduk kampung sini.”
Selama berinteraksi dengan Matt Paten, Rani tidak ramah sama sekali. Nada bicaranya cenderung meremehkan Matt Paten. Namun Matt Paten berusaha untuk memahami keadaan Rani.
“Apa yang mas lakukan terhadap saya kemarin?”
“Saya membuang semua hal yang negatif di tubuh kamu, karena kamu menderita sakit selama dua tahun.” Matt Paten mencoba memulihkan memori Rani.
“Sakit!!? Saya tidak sakit, saya sehat-sehat saja. Sakit apa?” tanya Rani.
“Kamu kena guna-guna, semacam di santet orang. Sehingga kamu tidak bisa berinteraksi, dan berkomunikasi dengan orang lain.” jawab Matt Paten.
Rani terdiam mendengar apa yang di katakan Matt Paten, dia hanya menatap ke arah Matt Paten.
Matt Paten melanjutkan pembicaraan, “Jadi kamu tidak merasa kalau kamu sakit? Dan kamu tidak tahu apa yang kamu derita selama dua tahun?” tanya Matt Paten. Rani hanya menjawab dengan gelengan kepala.
Matt Paten terus bicara, meskipun tidak mendapat respon dari Rani,
“Ada seseorang yang ingin berbuat jahat terhadap Abah kamu, tapi tidak bisa. Akhirnya karena batin kamu yang kosong, maka kamu yang kena santet.” lanjut Matt Paten.
“Kenapa batin saya kosong?” tanya Rani dengan ekspresi tetap datar.
“Maaf.. karena kamu tidak menunaikan kewajiban lima waktu, dan kamu jauh dari ajaran agama.” jawab Matt Paten.
“Apa lagi yang mas tahu tentang saya?”
“Kamu ingat kalau kamu pernah gagal menikah?” Matt Paten balik bertanya.
“Saya ingat, dan saya tidak mau bicara itu, karena sangat menyakitkan!!” jawab Rani dengan ketus.
Matt Paten merasa dapat peluang untuk mengajaknya terus bicara, meskipun dia melihat kalau kedua bola mata Rani basah oleh airmata
“Kenapa hal itu menyakitkan bagi kamu? Kamu sangat mencintai calon suami kamu?” tanya Matt Paten.
“Sangat, karena dia cinta pertama saya.” jawab Rani dengan penuh haru.
“Kenapa pernikahan kamu gagal? Apa yang menyebabkannya?”
“Abah menolaknya, karena kami beda agama.” jawab Rani.
Matt Paten menjelaskan pada Rani, bahwa soal jodoh itu hak prerogatif Allah, hanya Allah yang berhak menerima atau pun menolaknya. Dan Abahnya hanya sebagian dari perantaranya.
“Kamu tidak salah, begitu juga Abah kamu.. Allah belum menjodohkan kamu dengan orang yang kamu cintai. Jodoh itu adalah sesuatu yang di pertemukan Allah, dan di persatukan Allah sampai akhir hayat.”
“Kenapa kita tidak berhak menentukan jodoh kita?” tanya Rani.
Matt Paten tidak langsung menjawab, dia tahu kalau pengetahuan Rani soal agama sangat minim. Matt Paten harus mencari jawaban yang mudah di fahami Rani.
“Sudah ada ketentuannya dalam Al Qur’an. Sebagai umat Islam yang mengimani kitab suci, harus, dan wajib percaya, bahwa jodoh, maut, dan rezeki, Allah yang menentukan.” jawab Matt Paten.
Rani kembali terdiam mendengar jawaban Matt Paten, dia masih sulit memahami apa yang dikatakan Matt Paten. Yang dia fahami, apa yang selalu dia inginkan terpenuhi.
Mungkin seperti itulah yang tertanam di benaknya. Rani memang tidak punya wawasan tentang agama, itulah yang membuat batinnya kosong.
“Tidak ada yang bisa dilakukan manusia, kalau Allah tidak meridhoinya, rencana pernikahan kamu itu tidak mendapat ridho Allah, lewat perantara Abah kamulah Allah menolaknya.” lanjut Matt Paten.
“Apa karena beda agama sehingga tidak di ridhoi?” tanya Rani.
“Yang baik dalam pandangan manusia, belum tentu baik dalam pandangan Allah. Sebaliknya buruk dalam pandangan manusia, belum tentu buruk dalam pandangan Allah.” jawab Matt Paten.
Rani masih belum bisa memahami apa yang dikatakan Matt Paten, Matt Paten tidak secara langsung menjawab pertanyaannya, hanya dengan perumpamaan yang belum bisa di fahami Rani.
Akhirnya Matt Paten menjelaskan, apa yang di tolak Allah itu pasti lah ada sebabnya, dan bisa jadi Allah sudah punya rencana yang lebih baik dari rencana kita sendiri.
“Apa yang tidak di restui dan di ridhoi Allah, pasti ada sebabnya. Bahkan mungkin Allah sedang menundanya terlebih dahulu, karena Allah punya rencana yang lebih baik dari yang kita inginkan.” terang Matt Paten.
Matt Paten menyadari, kalau belum waktunya dia membahas hal seberat itu pada Rani, karena Rani sangat minim wawasannya tentang agama. Matt Paten pun akhirnya mengajak Rani bicara yang ringan-ringan saja.
Bersambung