Mengulas tentang kartini dari sudut keislamannya tentu lebih menarik. Terus terang ketertarikan saya mengulas tentang ini atas dasar rasa penasaran saya terhadap pemikiran-pemikiran filosofi, dan spiritualitasnya yang begitu dalam. Seperti yang dikatakannya ;
“Agama memang menjauhkan kita dari dosa, tapi berapa banyak dosa yang dilakukan atas nama Agama”
Dari beberapa artikel yang pernah saya posting juga mengulas tentang hal ini. Tapi kali ini saya mencoba menyelisik lebih jauh tentang keislaman dan spiritulitas Kartini.
Pemikiran Kartini tentang Hal ini masih terus relevan dengan kekinian, bayangkan pemikiran tersebut sangat jauh kedepan dibandingkan perempuan-perempuan sebayanya dimasa itu.
Ini adalah sisi spiritual Kartini yang saya anggap luar biasa, belum lagi pemikirannya tentang Islam. Agama yang dianggapnya sangat luar biasa setelah dia mulai belajar secara mendalam tentang Islam dengan Kiyai Sholeh Darat.
Kartini bukanlah tipikal orang yang menerima begitu saja setiap apa yang diajarkan, dia begitu gelisah ketika belajar membaca Al Qur’an tanpa mengerti isinya, kegelisahan itu dituangkannya dalam suratnya kepada Stella EH Zeehandelaar tertanggal 6 November 1899:
“Al-Qur’an terlalu suci untuk diterjemahkan dalam bahasa apapun juga. Disini orang juga tidak tahu Bahasa Arab. Disini orang diajari membaca al-Qur’an, tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Saya menganggap itu pekerjaan gila; mengajari orang membaca tanpa mengajarkan makna yang dibacanya”.
Atas dasar Hal inilah Kartini berusaha mencari guru yang Juga mampu menterjemahkan isi Al Qur’an, adalah KH Muhammad Sholeh bin Umar Assamarani (Mbah Sholeh Darat), orang yang dianggapnya tepat untuk mengajari Al Qur’an beserta tafsirnya.
Betapa Kartini sangat ingin tahu tentang isi kitab suci agamanya, karena baginya belum sempurna Islam seseorang tanpa memahami apa yang terkandung dalam kitab yang mulia tersebut.
Hal itu tercermin dari Surat lanjutannya kepada Stella sahabatnya, Kartini masih melanjutkan kalimat dalam surat yang sama:
“Sama halnya seperti kamu mengajar saya membaca buku bahasa Inggris yang harus hapal seluruhnya, tanpa kamu terangkan maknanya kepada saya. Kalau saya mau mengenal dan memahami agama saya, maka saya harus pergi ke negeri Arab untuk mempelajari bahasanya disana. Walaupun tidak saleh, kan boleh juga jadi orang baik hati. Bukankah demikian Stella?”
Dari suratnya tersebut masih terbersit kegelisahan Kartini, bahwa betapa pentingnya ada terjemahan atau tafsir Al Qur’an, bayangkan gadis yang masih berusia 20 Tahun saat itu sudah berpikir begitu jauh, dengan adanya tafsir Al qur’an maka akan mudah mempelajari isi kandungannya.
Kartini mendesak KH Sholeh Darat untuk membuat tafsir Al Qur’an, dan diakui oleh Kiyai Sholeh Darat bahwa Kartinilah yang mendesaknya untuk segera menterjemahkan Al Qur’an, dan Kartini juga yang menjadi Sosok inspirator di Balik Lahirnya Tafsir Fayd al-Rahman karya Mbah KH Sholeh Darat.
Seperti yang dikatakan KH Dr Imam Taufiq MAg, ahli tafsir UIN Walisongo yang juga Pengasuh Pondok Pesatren Darul Falah Besongo Semarang menyebutkan tegas saat menyampaikan Kajian Tafsir Faidlurrahman di Masjid Agung Kauman Semarang (17 April 2016):
“Tradisi penerbitan ulama klasik tidak menyebarkan karangan sebelum selesai. Percepatan penerbitan karena tingginya permintaan dan kebutuhan tafsir al-Qur’an dengan bahasa lokal. Dan desakan Kartini atas penerbitan tafsir lokal kepada KH Sholeh Darat dalam pengajian pamannya, Bupati Demak Ario Hadiningrat”.
Inilah salah satu fakta yang terungkap dari karya Mbah Sholeh Darat yang menegaskan bahwa salah satu yang meminta Mbah Sholeh Darat membuat tafsir berbahasa Jawa adalah Kartini. Dan Kartini juga terpengaruh dengan isi rahasia al-Qur’an yang ditulis oleh Mbah Sholeh Darat. Sehingga Kartini menjadi orang yang berjiwa santriwati dengan status sosialnya sebagai keluarga ningrat (pejabat negara).
Hal lain yang menarik dari Seorang RA Kartini, seperti yang diceritakan Agus Tiyanto, salah seorang penulis buku tentang KH.Sholeh Darat adalah tiga hal:
Pertama, Kartini telah mendapat pencerahan (ilmu hikmah) dalam memahami ilmu agama berkat bimbingan seorang ulama (kyai).
Kedua, Kartini yang dinyatakan pejuang sejati kesetaraan gender, tetapi pada akhirnya menerima juga ketika suaminya berpoligami. Disitulah rahasia kuat Kartini.
Dan ketiga, Kartini adalah generasi pejuang yang lahir dengan garis ayah dari kaum ningrat (terikat dengan adat budaya Jawa) dan dari garis Ibu yang dari ulama-ulama dalam tradisi kaum santri.
Pergulatan Kartini dengan Islam sangatlah kental, sehingga lahirnya pemikiran-pemikiran kritis tentang agama, khususnya Islam membuat dia mampu menorehkan kalimat-kalimat filosofis yang begitu dalam.
Sumber Tulisan :
http://www.nu.or.id/post/read/67554/fakta-jawaban-kh-sholeh-darat-atas-kegelisahan-kartini