4 Hal yang Menentukan “Takdir Tulisan”

Gaya Hidup56 Dilihat
beautiful woman at home writing and working

Saya sangat meyakini apa yang pernah dikatakan Pramoedya Ananta Toer bahwa, “Setiap tulisan akan menemukan takdirnya sendiri”.

Dan saya masih meyakini, setiap tulisan mempunyai pembacanya sendiri, maka dari itu tidak ada alasan bagi saya untuk tidak menulis, karena dengan menulis maka kita tidak hilang dari peradapan dan sejarah, itu juga kata Pramoedya.

Memang kadang kita perlu menguji kekuatan sebuah tulisan, mem-postingnya ke publik adalah salah satu cara untuk mengetahui, seberapa besar tingkat keterbacaan sebuah tulisan.

Tingkat keterbacaan sebuah tulisan tidak terlepas dari seberapa aktualnya imformasi yang kita bagikan, disamping itu, seperti apa kita mengaktualisasikan imformasi tersebut, karena imformasi yang menarik tanpa dikemas dengan baik, maka akan mempengaruhi tingkat keterbacaan.

Selain itu, sebetulnya tergantung kebutuhan masing-masing, tapi kalau argumentasinya tidak terlalu mementingkan apakah terbaca atau tidak, bukanlah sesuatu yang penting, agaknya terkesan agak naif ya, karena kebutuhan seorang penulis bukan cuma menyampaikan, tapi juga butuh untuk dibaca.

Makanya setiap penulis punya strategi agar tulisannya terbaca, dan diminati pembaca. Sudah menjadi hukumnya, sebuah tulisan yang imformatif, dan aktual, akan sangat diminati pembaca, apa lagi sesuatu yang disajikan sedang menjadi topik pembahasan dan viral.

Memang tidak mesti sebuah tulisan tingkat keterbacaannya harus tinggi, tapi salah satu yang terus memotivasi seseorang untuk tetap terus menulis, salah satunya jelas karena tulisannya mampu mempengaruhi minat pembaca untuk membacanya.

Sudah menjadi pakemnya di media daring, tingkat keterbacaan sebuah tulisan itu dipengaruhi beberapa hal, antara lain;

Pertama, Topik pembahasan yang aktual dan trending, ini cukup penting kalau orientasinya untuk mengejar tingkat keterbacaan, karena sesuatu yang aktual dan trending sedang menjadi pembicaraan hangat, sehingga mengundang minat untuk membacanya.

Kedua, Penyajiannya sangat imformatif. Ini juga sangat penting, topik yang aktual kalau dalam penyajiannya tidak imformatif, dan ribet ketika dibaca, maka akan ditinggalkan pembaca, sehingga imformasi yang disajikan tidak terbaca secara tuntas.

Sesorang yang mampu menyajikan sesuatu topik dengan sangat imformatif, meskipun tulisannya panjang, pasti tetap enak dibaca, sehingga akan terbaca sampai tuntas.

Ketiga, Judul artikelnya menarik, dan tidak biasa. Ini tidak kalah penting, karena judul merupakan gerbang imformasi yang akan disajikan. Judul yang menarik akan mengundang pembaca untuk mengetahui isinya, tapi tidak bisa cuma judul yang menarik, kalau tidak didukung imformasi yang juga menarik.

Keempat, Menyajikan imformasi yang baru. Sesuatu yang baru tentunya sangat mengundang keingintahuan pembaca, namun sesuatu yang baru pun harus diimformasikan dengan judul yang menarik, kalau judulnya tidak mengundang penasaran, maka imformasi yang baru pun tidaklah akan menjadi menarik perhatian.

Menunurut saya pribadi, empat hal ini sangat mempengaruhi tingkat keterbacaan sebuah artikel. Memang terkadang, dalam menulis tidak selalu berorientasi pada tingkat keterbacaan, hal yang terpenting adalah, apa yang ingin disampaikan sudah dibagikan.

Itulah pada akhirnya memasrahkan biarlah sebuah tulisan menemukan takdirnya sendiri, karena sebuah tulisan yang memang lahir dari hati, akan memiliki kekuatan untuk menggugah pembacanya.

Ada memang tulisan yang begitu di publish langsung diserbu pembaca, namun ada juga tulisan yang pertama di publish, tidak dilirik pembaca, namun setiap hari tetap akan terus terbaca, dan ada yang membacanya. Inilah bukti bahwa setiap tulisan punya takdirnya sendiri.

Intensitas menulis akan sangat mempengaruhi kemampuan dalam memenuhi target diatas, dan terus mengasah kemampuan menulis, mengetahui kemampuan dan karakteristik yang menjadi kekuatan diri, maka semakin akan menemukan kenikmatan menulis.

Saya secara pribadi sebetulnya tidak terlalu peduli dengan berbagai teori menulis, karena kadang-kadang kebutuhan menulis setiap orang berbeda-beda, sementara teori menulis hanyalah bersifat bimbingan dasar, selebihnya bisa dipelajari sambil berjalan.

Kadang terlalu teoritis juga hanya membuat sebuah tulisan yang dihasilkan menjadi terlalu kaku, sehingga terkesan tidak lugas, karena terlalu terikat dengan berbagai teori penulisan. Menulis merasakan pekerjaan yang membutuhkan kreativitas, jadi kita sendiri bisa menciptakan teori.

Tinggalkan Balasan