Sekolah ini dan Sekolah Itu

Coretan Tanpa Bekas

 

Sekolah ini dan Sekolah Itu

Oleh: Arfianto Wisnugroho

 

Ini bukan tentang bagaimana seorang anak harus menjalani pembelajaran setiap hari. Bagaimana mereka memiliki hal menyenangkan setiap saat. Atau bagaimana mereka mencoba mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Tentu juga bukan apa, dimana, bagaimana, dan dengan siapa mereka belajar. Lalu tentang apa? Bukankah mereka sedang berada di suatu lembaga pendidikan. Saat ini sedang duduk bersama teman sekelas yang menyenangkan. Bersama guru yang siap memberikan segalanya agar perkembangan mereka maksimal. Guru yang menjadi motivator saat mereka merasa tidak mungkin melakukan sesuatu. Guru yang memberikan dukungan saat mereka ingin mencapai sesuatu. Pokoknya guru yang paling ter, ter, dan ter. Paling tidak istilah guru terhebat akan memberikan satu gambaran tentang seorang yang sangat peduli pada peserta didik. 

Semua deskripsi tentang guru diatas tidak diperoleh di sekolah itu. Sebuah sekolah yang dimana anaknya pak Anu, Dita, pernah mengenyam pendidikan disana. Selama beberapa bulan Dita belajar di sekolah kecil itu. Bukan pak Anu atau Istri beliau yang memang menginginkan anak mereka sekolah. Justru Dita sendiri yang meminta untuk di daftarkan. Melihat Dita semangat untuk pergi sekolah, pak Anu dan Istri mencari referensi berbagai sekolah yang tepat. Dari informasi yang mereka dapatkan, sekolah itu memiliki kriteria yang sepertinya sesuai. Meski demikian, pak Anu masih merasa ragu dengan sekolah itu. Tetapi setelah melalui beberapa pertimbangan, pak Anu memutuskan mendaftarkan Dita ke sekolah itu.

Singkat cerita, Dita bersekolah di sekolah itu. Hari pertama berangkat sekolah, Dita sudah tidak begitu bersemangat. Untuk itu pak Anu dan Istri harus bekerja lebih keras agar Dita tetap mau berangkat ke sekolah. Banyak hal yang sudah dilakukan pak Anu dan Istri agar Dita mau bersekolah seperti anak-anak lain.  Usaha mereka membuahkan hasil. Dita akhirnya mau berangkat ke sekolah setiap hari. Selama Dita sekolah, pak Anu dan Istri selalu memperhatikan semua hal terkait sekolah. Sebisa mungkin mereka mengobservasi sekolah itu yang dilakukan ketika berada disana. Pastinya tidak ada waktu khusus untuk melakukannya. Tetapi mereka selalu memiliki kesempatan seperti saat mengantar atau menjemput Dita, saat rapat wali, atau saat kegiatan yang melibatkan wali peserta didik.

Dari hasil observasi, pak Anu mengetahui bagaimana kualitas sekolah itu. Memang tidak seperti apa yang diharapkan. Tetapi pak Anu yakin bahwa sekolah itu selalu memberikan yang terbaik bagi peserta didik. Namun semua yang keyakinan pak Anu pupus. Apa yang diharapkan dari sekolah itu seolah lenyap begitu saja. Hal itu berawal dari Dita yang tidak mau berangkat ke sekolah. Saat ditanya alasannya, Dita hanya diam. Serasa mulut Dita dibungkam oleh suatu hal. Hari pertama Dita tidak sekolah, pak Anu berpikir mungkin Dita sedang tidak enak badan. Atau mungkin Dita sedang ingin mencari hal yang merefresh otak dan pikirannya. Maklum saja karena itu semester pertama Dita sekolah. 

“Mungkin memberikan kesempatan istirahat untuk sehari akan membuat ia lebih baik,” Ucap pak Anu dalam hati.

Namun apa yang diharapkan pak Anu tidak terjadi. Dita mulai tidak mau sekolah pada hari-hari berikutnya. Saat mau diantar ke sekolah setiap pagi Dita bersikeras tidak mau ke sekolah. Bahkan ketika malam tiba, saat diberitahukan kalau pak Anu akan mengantar Dita ke sekolah besok pagi. Dita langsung sedih sampai mengeluarkan air mata. Selain itu, terkadang Dita merengek dan menangis agar tidak diantar ke sekolah itu lagi. Kejadian tersebut menjadikan hati pak Anu dan istrinya pilu. Mereka berpikir keras mencari jawaban dari kelakuan Dita yang tiba-tiba tersebut. 

Setelah berdiskusi panjang, pak Anu dan Istri mendapatkan beberapa hal yang menjadi kemungkinan anak mereka tidak mau ke sekolah. Menurut istri pak Anu, ia pernah mendapatkan Dita menangis di luar kelas. Saat itu tidak ada guru yang memperdulikan hal tersebut. Hal serupa juga terjadi pada beberapa peserta didik lain. Pak Anu membenarkan apa yang diutarakan istrinya. Hal itu terjadi karena Pak Anu juga pernah mendapati hal serupa saat menjemput Dita. Selain itu ada kejadian lain yang mungkin menjadi penyebabnya. Yang paling membuat kaget pak Anu adalah ketika istrinya mendapati secara langsung bahwa ada guru yang meninggikan nada bicara pada Dita. Suara itu terdengar jelas seperti bentakan. Saat itu guru bersangkutan tidak mengetahui kalau istri pak Anu sudah berada di sekitar sekolah untuk menjemput Dita. 

“Lho… kok bisa demikian pak Anu?” Tanya mas Nyentrik dengan penuh rasa ingin tahu.

Yang diketahui mas Nyentrik, selama ini guru itu selalu lembut pada peserta didik, terlebih guru di tingkat dasar. Ternyata itu semua hanya asumsi mas Nyentrik. Masih banyak guru yang belum memahami arti pendidikan. Dan belum memahami seperti apa pendidikan yang baik. Meski demikian perlu juga memperhatikan sekolah yang mana ada guru seperti itu.

“Ya bisa saja, sekolah itu tidak sama dengan sekolah ini..!” Jawab pak Anu atas pertanyaan mas Nyentrik sambil menunjuk sekolah yang berada di depan mereka.

 

Tinggalkan Balasan