Coretan Tanpa Bekas
Sensasi Sore Di Setiap Sudut Malioboro
Oleh: Arfianto Wisnugroho
Menikmati suasana malioboro yang berjubel tidak membuat orang merasa bosan. Malah dengan bertambah orang akan membuat suasana menjadi semakin mempesona. Itulah salah satu hal yang memberikan daya tarik malioboro kepada wisatawan. Seperti semboyan kota Jogja saja, tetap istimewa. Tentu saja demikian, mau membeli berbagai kebutuhan tinggal ambil saja, tapi di bayar tentunya. Meski demikian harga barang-barang di setiap sudut malioboro cukup terjangkau. Ya semua tergantung tempatnya juga, beberapa tempat mungkin memiliki harga lebih tinggi. Tapi tenang saja, meski demikian kualitas barang sepadan dengan uang yang dikeluarkan. Seperti yang dialami mas Nyentrik akhir-akhir ini.
Melihat tatanan malioboro yang sudah lebih rapi membuat mas Nyentrik ingin menikmati segala perubahan yang ada. Seperti di Nol kilometer kota jogja. Disana kita akan disuguhkan berbagai pemandangan yang tidak membosankan. Tempat ini menjadi salah satu titik favorit mas Nyentrik. Hampir setiap kali ke malioboro, ia akan selalu kesana meski hanya untuk duduk untuk sekian detik saja. Hal itu lantaran karena letak nol kilometer kota Jogja ini yang berada pada perempatan jalan. Sebelah tenggara terdapat Kantor Pos kota Jogja yang selalu ramai. Sebelah barat daya adalah Bank BNI yang katanya masih ada mesin ATM yang berisi uang Rp 20.000,- disana. Sebelah barat laut merupakan salah satu bangunan milik kesultanan yang dulu pernah dipakai sebagai pusat pemerintahan RI saat beribukota di Yogyakarta. Sedangkan bagian timur laut terdapat Museum Vredeburg dan monumen Serangan Umum Satu Maret.
Kalau dilihat usia, bangunan-bangunan tersebut sepertinya sudah sangat tua. Hal tersebutlah yang membuat suasana mas Nyentrik menjadi nyaman ketika menikmati sore disana. Dapat dilihat berbagai orang beraktivitas seperti belajar menari, berswafoto, diskusi, atau melakukan kegiatan lain. Tentunya sore di titik nol tersebut bukan hanya sekedar kegiatan menghabiskan waktu yang tidak jelas. Bagi mas Nyentrik, menikmati sore di malioboro seperti menetralkan keadaan badan. Baik keadaan secara jasmani maupun rohani. Sehingga mas Nyentrik dapat bertahan lama untuk berada di malioboro.
Setelah selesai menikmati titik nol, mas Nyentrik biasanya akan berjalan ke utara. Tidak lain itu merupakan arah menuju Tugu Jogja, ikon dari kota Yogyakarta. Mas Nyentrik biasa menghabiskan waktu minimal tiga setengah jam untuk sampai di Tugu Jogja. Tentu saja waktu yang diperlukan bisa lebih sedikit untuk sampai jika hanya sekedar jalan. Tetapi mas Nyentrik mematok waktu tersebut adalah waktu standar, itu jika kita tidak kalap dengan berbagai hal yang menarik hati. Jelas demikian, disepanjang jalan dari titik nol menuju tugu Jogja dipenuhi berbagai pemandangan menarik. Akan sangat mubazir jika kita melewatkannya begitu saja.
Entah apa yang menjadi daya tarik, saat berada di sepanjang jalan tersebut mas Nyentrik selalu merasakan sensasi tertentu yang tidak dapat ia utarakan. Sebuah sensasi yang membuat dia seolah-olah menyatu dengan keadaan. Seperti saat ada pengamen yang kebetulan ia lewati. Tiba-tiba saja perasaan ingin mendengar lagu yang dinyanyikan sampai selesai sangat besar. Padahal niat awal hanya ingin memberikan uang receh lalu pergi. Tidak ternyata tidak demikian, setelah memberi uang malah ingin mendengarkan lagu yang dinyanyikan sampai selesai. Terkadang ingin mengikuti atau berjalan bersama pengamen.
Kejadian lain adalah saat sudah sampai rel kereta api yang membentang dari arah barat-timur di stasiun. Jika belum ada kereta api yang lewat rasanya kurang afdol melewatinya. Sehingga saat ada kereta yang lewat mas Nyentrik merasa sangat senang. Mungkin perasaan itu juga yang dirasakan anak-anak kecil di saat kereta api lewat. Mereka akan berteriak secara spontan, “Ada Kereta Api..!” Itu yang sering didengar mas Nyentrik. Kerumunan orang yang mau menyeberang terus bertambah saat kereta api melewati rel tersebut. Ketika kereta api sudah lewat, kerumunan akan berbondong-bondong. Mereka akan antri untuk melewati rel. Meski terkadang jumlah yang lewat terlanjur banyak, orang-orang terlihat sabar dan santai.
Rasa yang tidak kalah luar biasa adalah ketika sudah berada di utara sisi rel. Tentunya saat itu hari sudah mulai gelap. Biasanya mas Nyentrik sampai disana lebih dari jam enam sore. Hal itu dikarenakan mas Nyentrik selalu sholat terlebih dahulu di masjid milik pemerintah daerah kota Yogyakarta. Jika sudah sholat terlebih dahulu, suasana disana akan lebih syahdu. Kita dapat menikmati berbagai angkringan yang sudah mulai dibuka di sepanjang jalan itu. Saat mampir di salah satu angkringan, kita dapat memesan kopi Jos, minuman kopi yang diberi bara api.
Tentunya perjalanan yang memakan waktu tersebut memberikan sore yang istimewa bagi mas Nyentrik. Lelah dan letih akan terbayar ketika mas Nyentrik sudah sampai di tujuan. Menikmati indahnya Tugu Jogja sambil minum kopi, “Pokok,e Jos…!” Ucap mas Nyentrik.