Hilang, belum tiga hari buket kalimatku yang belum rampung takkutemukan, raib entah ke mana
Halaman masih belum terisi bunga yang bermekaran, lebih banyak daun kering yang berserakan
Aku takperlu sapu lidi untuk membersihkan, biarlah angin yang mempermainkannya, dia akan berguling-guling ke sana kemari, menikmati pergantian musim, lalu membusuk menyatu dengan bumi
Wajahku tersenyum masam namun geli, tapi takbisa kugambarkam lewat kata, seperti kamu yang memang gila
Mampu mengartikan perjalanan waktu yang melintas lepas. Sedang aku hanya bisa memeras isi kepala saja tanpa hasil nyata, aku terbahak. Tepuk tangan kuberikan untukmu, kuakui aku belum sanggup seperti itu
Halo Juni, kusapa kau di pertengahan angka, masih kutemukan rintik hujan menghiasi, sepertinya mendung masih belum rela untuk beranjak. Kupikir mungkin karena permintaan mereka yang patah hati agar tak ada musim kemarau
Sebaiknya memang takperlu memikirkan perselisihan kecil tiap detik yang selalu berganti, itu hanya instrumen kehidupan kadang bernada cepat atau lambat, bagai irama hujan
Ingatlah masih ada sisa waktu, jadi selalu buka kelambu dan jendela rumahmu lalu mintalah janji mentari, jangan lupa selalu menyajikan secangkir teh jahe untuk menghangatkan suasana, bisa jadi di musim ini akan ada yang membeku
Ruang kata, Juni 2021
*Puisi ke 6