MEMELIHARA TRADISI LELUHUR

Terbaru31 Dilihat

Masyarakat Palu Tanah Kaili pada umumnya masih kental memelihara tradisi leluhur yang telah diwariskan secara turun temurun. Dalam bahasa daerah setempat (dialek Ledo) disebut dengan “Nompapola Ada Ntotua”

Kelompok ini masih taat menjalankan berbagai ritual penghormatan terhadap para orang tua /leluhur yang telah mendahului.

Berbagai petuah dan hal yang mereka lakukan semasa hidup dilanjutkan oleh para keturunannya. Hal yang paling menonjol adalah pengobatan tradisional dan pembacaan do’a.

Baca doa juga dilakukan bila seorang anggota keluarga bermimpi kedatangan arwah orang yang telah meninggal. Itu pertanda mereka minta dikirimkan doa.

Segera anggota keluarga dan keturunannya  membeli pakaian misalnya sarung, baju koko/baju gamis untuk lelaki dan gaun/baju pada umumnya untuk perempuan. Pakaian ini akan disedekahkan pada orang lain dengan niat ‘pahala’ untuk almarhum atau almarhumah (disebutkan namanya).

Sebelum acara baca doa mereka akan berziarah ke makam para pendahulu untuk menyiram kubur dan mengirimkan doa . Setelah itu baru melakukan pembacaan doa di rumah dipimpin oleh seorang ‘imam atau ustadz’ lalu makan bersama sama dalam satu keluarga.

Pada umumnya keluarga yang hadir merupakan saudara atau sanak famili  yang  tinggal dalam satu  halaman yang luas tanpa pagar. Kekompakan inilah yang turut membantu lestarinya budaya leluhur yang mereka pegang.

Jika ada pekerjaan, maka mereka akan bergotong royong saling membantu satu sama lainnya. Misalnya kerja keroyokan dalam mendirikan tiang raja sebuah rumah, mendirikan tenda atau sabua dalam bahasa setempat ketika ada pesta. Kegiatan masak memasak makanan khas Kaili tentu tidak akan  pernah luput bila ada pekerjaan seperti ini.

Orang Kaili memang kuat memegang semboyan one for all terutama untuk kegiatan jamuan bersama.  Berbagi berkah sangat diutamakan agar rezeki selalu bertambah. Siapa saja yang datang ke rumah kita dan diberi jamuan, sesungguhnya  mereka memakan rezekinya sendiri. Tuan rumah hanya sebagai perantara datangnya rezeki itu.

Dalam sebuah pesta (posusa atau posalia dalam ‘bahasa kaili’), maka tuan rumah yang menanggung semua biaya yang dibutuhkan. Saudara yang lain akan menyumbang dengan apa yang di miliki semampunya.

Rata rata orang Kaili memiliki volume suara yang  keras (mungkin pengaruh geografis gunung dan laut) sehingga kalau sudah berkumpul pasti ramai dan seru. Disinilah letak keakraban antara  anggota keluarga selalu terjalin.

Orang Palu punya sifat terus terang tingkat tinggi. Baik bilang baik, buruk bilang buruk. Jarang ada  yang disimpan dalam hati (Blak blakan) .Namun hatinya baik dan peduli dengan orang lain.

Kedatangan tamu dianggap sebagai berkah. Jangan  berharap  diizinkan pulang oleh tuan rumah bila belum makan. Kondisi kekeluargaan seperti yang digambarkan itu masih sangat kental di zaman orang tua dahulu hingga  di era tahun  1900-an.

Kini di zaman yang serba instan dan praktis ini, kondisi menjamu makan kapan saja sudah mulai berkurang karena banyak ibu rumah tangga yang juga jadi pekerja di luar rumah baik di pemerintahan, swasta dan juga usaha kecil-kecilan.

Sehingga acara silaturahmi antar keluarga yang dekat maupun jauh dilakukan ketika ada acara keluarga misalnya pesta pernikahan (posusa/poboti) , selamatan(posalama), atau akikah ( posombe bulua) serta arisan keluarga.

 

Pengobatan Tradisional 

Bila ada anggota keluarga yang sakit, maka hal pertama yang akan dilakukan adalah mendeteksi jenis penyakit apakah penyakit medis atau ada gangguan dari alam lain. Sehingga pada umumnya yang dilakukan adalah mengobati penyakit tersebut secara tradisional.

Selain menggunakan ramuan alam yang berasal dari alam sekitar berupa tanaman obat (direbus atau ditempelkan), mengobati penyakit dengan cara ditiup juga dilakukan.

Orang tua yang memegang resep doa yang dimaksud akan meniup sambil membaca semacam  kalimat penyembuh yang berbahasa Kaili pada daerah yang sakit.

Cara lain yang juga dilakukan adalah meniup air yang akan diminumkan pada penderita. Khusus untuk luka bakar atau gangguan pada pendengaran akan menggunakan minyak kelapa kampung atau minyak tawon/minyak sumbawa yang telah ditiup.

Bila ada seorang anak terjatuh, lalu bengkak atau berdarah maka secara tradisional orang tua akan mengambil pisau atau parang dan menekan bidang pisau/parang yang rata pada bagian yang sakit. Gunanya agar bengkak cepat turun dan darah terhenti pada area luka.

Bayi atau anak kecil yang menderita diare selain diminumkan obat/oralit, maka langkah pengobatan yang juga dilakukan adalah membawa anak pada dukun bayi yang akan meniup sambil mengurut perlahan  pada bagian perut dan ujung tulang ekor. Alhamdulillah cara ini membawa hasil.

Ilmu pengobatan ini diturunkan oleh kakek/nenek pada seorang anak/ cucu keturunannya yang tertentu saja. Jadi kepribadian seorang anak/cucu juga menjadi salah satu faktor pertimbangan seseorang diturunkan ilmu ini.

Pembawaan yang tenang dan siap menolong orang kapan saja tanpa mengeluh menjadi syarat utamanya. Dengan demikian pengabdian tanpa pamrih kepada sesama yang menjadi tujuannya.

Ilmu yang diturunkan bila tidak diamalkan akan memakan diri sang pemilik. Berbagi manfaat bagi sesama tanpa meminta imbalan yang menjadi filosofinya.

Semoga apa yang disampaikan pada tulisan ini membawa manfaat dan menambah wawasan kita akan khasanah budaya tradisional daerah di Indonesia. Wasallam.

 

 

 

Tinggalkan Balasan