Pahlawan Dari Gunung Kidul, Bekerja Dalam Diam

Terbaru53 Dilihat

Jauh dari hiruk pikuk keluh kesah, mereka bekerja dan mengabdi dalam diam. Meski akhirnya, kegiatan rutin yang dilakukan sejak tahun 2008 viral juga. Kali ini saya pikir kita sepakat, bahwa hal-hal baik seperti ini  harus di share agar memberi efek domino. Jika ada orang/pihak yang berbuat kebaikan demi kemaslahatan orang banyak, maka kita lepaskan sejenak segala buruk sangka yang ada di benak kita.

SD Negeri 2 Kenteng, sebuah sekolah yang terletak di Kabupaten Gunung Kidul, memiliki kisah unik. Sejak tahun 2008, para guru dan penjaga sekolah menjemput dan mengantar siswa secara bergantian. Jarak 1’5-2,5 KM, ditempuh setiap hari dengan mengendarai motor. Apa penyebab maka guru/penjaga sekolah mendapat tugas tambahan seperti itu?.

Tugas utama guru adalah mengajar, mendidik, dan membimbing siswa. Tetapi ketika siswa mengalami kendala untuk mengikuti pelajaran, maka guru juga harus proaktif mencari penyebab dan solusi. Jarak yang cukup jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki, karena orang tua tidak memiliki kendaraan, merupakan kendala yang dialami siswa. Sehingga, pihak sekolah mengambil inisiatif, melakukan kegiatan jemput dan antar kembali para siswa tersebut. Sungguh merupakan pengabdian yang saya pikir tidak termasuk dalam tupoksi guru, namun mereka ikhlas melakukannya.

Andai guru di SD Negeri 2 Kenteng tersebut bersikap cuek, tidak mau tahu, yang penting tugas guru hanya mengajar, titik. Apakah yang akan terjadi dengan siswa-siswa tersebut?. Dapat dipastikan, mereka akan putus sekolah, sebab kondisi orang tua yang memiliki keterbatasan, bahkan untuk mengantar anak ke sekolah juga tidak mampu. Siswa tidak boleh kehilangan cita-cita karena kurangnya fasilitas, demikian kata Sri Wahyuningsih, Direktur Sekolah Dasar, Kemendikbud.

Dalam kunjungannya ke SD Negeri 2 Kenteng, Sri Wahyuningsih memberi apresiasi atas kerja ikhlas yang didedikasikan oleh warga sekolah. Mateus Brotosugondo, sang Kepala Sekolah, meneruskan upaya yang telah dirintis Kepala Sekolah sebelumnya, dengan melakukan jemput antar siswa. Dalam masa kepemimpinannya, Broto mampu menggerakkan semua pihak untuk mendukung penuh agar anak-anak didik di daerah tersebut untuk memiliki kesempatan mengenyam pendidikan.

Sepuluh tahun lebih melakukan jemput antar dengan motor dan merogoh kocek sendiri, akhirnya berbuah manis. Tahun 2019, sekolah tersebut mendapat bantuan sepeda motor dan mobil dari donatur. Aksi jemput antar tetap dilakukan guru/penjaga sekolah, tidak hanya terhadap siswa, namun juga terhadap masyarakat yang membutuhkan. Semua ini adalah demi pengabdian kepada masyarakat sekitar. Acungan jempol buat mereka, karena telah memberi banyak manfaat bagi sesama.

Membaca kisah ini, hati saya trenyuh, karena masih juga mau mengeluh misalnya ketika berhadapan dengan siswa yang “Nakal”. Meski nakalnya sebatas malas sekolah, bolos, tidak mengerjakan peer, dan seterusnya, tak urung menguras tenaga dan pikiran juga. Namun bercermin dengan guru-guru super duper tadi, sangatlah tidak pantas jika masih saja berkeluh kesah.

Hari ini, dunia pendidikan kita diramaikan dengan program guru penggerak. Ternyata, rekan sejawat kita, saudara-saudara kita di SD Negeri 2 Kenteng telah lebih dahulu bergerak. Sejatinya, merekalah “The Real Guru Penggerak”. Tanpa mengikuti latihan, webinar, serta seabrek kegiatan lainnya, mereka memberi bakti untuk negeri. Mereka berkarya dalam diam, tidak perlu buat video pendek tentang kegiatan jemput antar setiap harinya. Meski akhirnya masyarakat luas mengetahui setelah viral di media sosial, namun saya yakin mereka melakukan dengan ikhlas.

Bercermin, ya, saya harus bercermin dari kisah ini. Sebagai guru, dihadapkan dengan munculnya riak-riak kecil ketika berinteraksi dengan siswa, adalah hal yang lumrah. Semoga saya, dan rekan-rekan saya para guru se-Indonesia raya menyudahi keluh kesah. Barangkali beban yang kita tanggung belum seberat beban rekan guru lainnya di seantero tanah air. Intinya, saya masih cinta dengan pekerjaan saya, maka saya belum mau resign. Jika masih mengeluh, resignlah, demikian kata sahabat saya, Turang Hujan Tarigan.

Salam literasi dari bumi Kualuh, basimpul kuat babontuk elok.

Tinggalkan Balasan