Berani Bermedsos, Jangan Baperan Ya

Terbaru119 Dilihat
Saya berani bertaruh, pengguna medsos saat ini tidak lagi mengenal batasan usia, jenis kelamin, pendidikan, status sosial, apalagi sekadar tingkat penghasilan. Siapa saja bebas bermedsos, bebas berkreasi dengan berbagai konten sesuai passion masing-masing. Ada larangan gak ya untuk warganet dalam menunjukkan ekspresi di dunia maya? Tentu ada, maka silahkan anda cari sendiri apa saja yang dilarang dalam bermedsos.
Era digital membutuhkan kecakapan khusus supaya selamat dunia akhirat. Sebentar, jangan dulu protes. Untuk urusan dunia, maka ada rambu-rambu yang harus diperhatikan agar tidak sampai berurusan dengan hukum, UU ITE. Nah, untuk urusan akhirat, apa kaitannya? Ada dong, sebab semua perbuatan, perkataan, penglihatan, pendengaran akan kita pertanggungjawabkan kelak. Maka, saya terherman-herman, ketika ada saja orang yang senaknya berceloteh di kokom, bahkan melontarkan berbagai ucapan yang lebih berpotensi asbun menjurus fitnah.
Beberapa hari ini, dunia maya dihebohkan berita tentang video viral di negeri antah berantah. Dan entah kenapa, kebetulan sekali saya offline seharian, tidak nge-efbi. Malam harinya, berseliweran di beranda postingan tentang video tersebut. Hanya membaca sekilas di kokom, pahamlah apa yang telah terjadi. Namun ironisnya, komentar bernada miring seakan berimbang dengan komentar memojokkan pelaku.
Haruskah kita beri komentar untuk postingan orang lain, yang notabene kita tidak tahu pasti apa dan bagaimana fakta dibalik berita tersebut?. Hemat saya, tahan dirilah untuk aktif di kokom ketika lebih terasa mudharat dari manfaatnya. Kita tidak hanya harus pintar memainkan jari diberbagai akun medsos, namun lakukanlah analytics. Tidak semua postingan teman efbi harus kita komen, sebab ketika komenan kita bernada kontra, maka siap-siaplah dibully.
Hal lain yang membuat saya juga lebih terherman-herman, adalah munculnya fenomena cerita karangan para author di beberapa komunitas yang saya ikuti. Sebagai penikmat sastra, tentu saya juga butuh cerita fiksi yang dapat menjadi hiburan merefresh otak. Rata-rata cerita yang ada di grup tersebut dominan tentang mertua vs menantu; menantu miskin yang tidak dianggap eh tiba-tiba jadi kaya-raya; istri yang dikhianati suami eh tiba-tiba menikah lagi dengan pemuda(lajang) paket komplit, rupawan,kaya,baik hati. Ah, saya kok jadi baper ya.
Maraknya cerita fiksi seperti tadi membuat jengah author yang ingin mengedukasi netizen kita. Maka, para author ini membuat cerita tandingan dengan tema yang menyampaikan ide-ide baik, namun,…pasar tidak merespon. Jangankan bertengger di 10 besar, untuk raih 50 besar sajapun sulit. Untuk sementara, bersabarlah duhai author garis lurus, ombak masih tinggi, semoga segera reda.
Kalau saat ini saya yang baper, bagaimana kira-kira ya, gak konsekwen dong ya?. Biarlah saya baper dalam hati saja, baper melihat bunda Nursalati yang tiada henti berqurban selama 26 tahun (cmiiw: correct me if i’am wrong). Saya juga baper dengan ayahanda Thamrin Dahlan dengan pengabdian beliau yang tulus, hingga menginfaqkan perusahaan penerbitan Yayasan Pustaka Thamrin Dahlan untuk dunia perbukuan. Biarkan juga saya baper terhadap anak didik saya yang jauh lebih sukses mengecap ilmu dan meraih berbagai prestasi seperti Muhammad Idris, Didi Sugara, Surianto Zayyan, dst.
Ternyata, jadi manusia baperan beroleh tempat juga. Saya menulis juga karena baper, sebab kalau tidak pakai perasaan, maka tulisan yang membutuhkan waktu 20 menit dengan memanfaatkan aplikasi wps office di hp saya, tidak akan kelar malam ini. Teknologi mampu menyederhanakan pekerjaan yang sulit hingga jadi lebih mudah. Namun, janganlah sampai kebablasan dengan berbagai kemudahan tersebut, supaya kita jangan disebut baperan ketika dikritik. Ingin tahu bagaimana tips menghadapi kritik? Jika kritik tersebut bagus dan disampaikan dengan adab, balaslah dengan lebih sopan lagi. Namun ketika anda dikritik dengan bahasa planet, sebaiknya tidak usah ditanggapi, abaikan saja, atau skip.
Udahan dulu ya bapernya. Intinya, jangan mudah baper melihat postingan orang lain, apakah itu sahabat kita, keluarga, bahkan orang yang kita anggap tidak sejalan dengan kita (gak tega aja sebut musuh). Semoga saya tidak baper ketika ada siswa yang tidak mengenali saya sebagai wali kelasnya (efek dari pandemi berkepanjangan). Salam literasi dari bumi Kualuh, basimpul kuat babontuk elok.

Tinggalkan Balasan