Literasi Nusantara Bersama Legenda Batu Gantung

Terbaru96 Dilihat

Siang ini agenda literasi nusantara yang difasilitasi oleh Ikatan Guru Indonesia pusat bertajuk “ Legenda Batu Gantung “ ( LBG ). Salah satu tujuan dari diadakannya literasi ini adalah untuk mengenal lebih dekat destinasi wisata diseluruh penjuru tanah air. Untuk Sumatera Utara sendiri, berbagai destinasi wisata sangat layak untuk “ dijual” kepada wisatawan lokal maupun mancanegara.

LBG merupakan salah satu objek wisata kebanggaan warga Kecamatan Girsang Sipanganbolon yang letaknya ditebing terjal tepi Danau Toba. Dengan jarak 176 KM yang dapat ditempuh melalui perjalanan darat selama 4 jam, anda akan tiba di kota Parapat. Untuk melihat dari dekat batu gantung, anda dapat menyewa boat atau kapal wisata.

Sebagai tokoh sentral dalam LBG adalah Seruni, gadis cantik sibunga desa. Seruni adalah anak yang sangat patuh kepada orang tua, rajin bekerja dirumah bahkan membantu ayah ibunya berladang. Seruni, secara diam-diam telah mengikat janji ( Marpadan ) dengan Doli, lelaki gagah pujaan hatinya. Untuk mewujudkan impian mereka, maka Doli pergi merantau, supaya mampu membiayai pesta pernikahan yang biasanya dilaksanakan dengan meriah dan menelan biaya yang tidak sedikit.

Jelang naik ke perahu, Doli berpesan supaya Seruni bersabar menunggunya, disaksikan alam mereka saling mengucap janji. Selepas kepergian Doli merantau, Seruni kembali pada kegiatannya sehari-hari. Namun, pada suatu malam, Seruni mendengar percakapan ayah dan ibunya, tentang rencana perjodohan Seruni dengan putra seorang tuan tanah. Terjadi perdebatan, ibu Seruni tidak setuju, sebab beliau tahu bahwa Seruni sudah memiliki pilihan hati. Tetapi ayah Seruni berkeras, bahwa putri mereka harus bersedia dinikahkan dengan putra tuan tanah tersebut, sebab kalau tidak, maka bahaya besar mengancam mereka. Malam itu Seruni tidak bisa tidur, dia menangis sepanjang malam memikirkan nasibnya yang malang.

Keesokan harinya, ayah dan ibu Seruni pergi ke sebuah hajatan di kampung sebelah. Seruni yang sedang gundah gulana, berjalan menuju pinggiran Danau Toba. Toki anjing peliharaannya mengikuti tuannya dengan gonggongan kecil, pertanda bahwa hewan tersebut juga memiliki firasat aneh.

Seruni berjalan semakin cepat, airmatanya bercucuran. Dia merutuki nasib, jika dia mengikuti kemauan ayahnya, bagaimana janjinya dengan Doli?. Namun jika dia menolak, maka orang tuanya terancam. Tiba-tiba Seruni terperosok ke dalam jurang, tangannya menggapai-gapai meraih apa saja disekitar tebing jurang. Toki yang sadar bahwa tuannya dalam kesulitan segera berlari pulang, setiba dirumah Toki menarik-narik ujung baju ibu Seruni.

Dengan berlari-lari kedua orang tua Seruni mendatangi jurang tempat Seruni terperosok. Dibantu oleh penduduk lainnya, ayah Seruni mulai memasuki ceruk batu yang sangat sempit. Ibu Seruni hanya bisa menangis. Tak lama kemudian terdengar suara Seruni berucap: “ Parapat… Parapat “ yang artinya lebih dekat lebih dekat. Tiba-tiba terdengarlah suara gemuruh dari atas tebing, batu-batu disekitar Seruni semakin merapat menutupi tubuh gadis malang itu. Setelah suara gemuruh reda, muncullah sebongkah batu menyerupai tubuh seorang gadis, menggelantung di tepi jurang, yang kini dikenal dengan Batu Gantung. Teriakan Seruni “ Parapat… parapat “, yang meminta supaya batu semakin merapat, akhirnya dijadikan nama kota Parapat yang dikenal sebagai kota turis.

Berbicara tentang legenda ( Disebut turi-turian dalam Bahasa Batak ), seperti penyampaian ketua umum IGI Pak Danang, maka legenda memiliki ciri khas. Ciri khas tersebut adalah sang peran utama biasanya seorang gadis cantik, kembang desa, baik budi. Sementara peran antagonis dikenali sebagai sosok yang memiliki kepribadian buruk, arogan, dan selalu memaksakan kehendak. Demikian halnya dengan Seruni. Sebagai seorang gadis desa yang ingin merajut masa depan bersama lelaki pujaan hatinya, ternyata harus kandas dihempas skandal hutang sang ayah.

Ketika kegiatan literasi beralih pada sesi tanya jawab, saya diberi pertanyaan oleh peserta. “ Apakah LBG merupakan plagiasi dari kisah Sitti Nurbaya ( Sumatera Barat )? “. “ Apakah cerita ini anonim atau benar-benar ada tokoh-tokohnya secara nyata? “. Untuk pertanyaan pertama, saya jawab, bahwa berbeda antara LBG dengan Sitti Nurbaya. Alasannya, Seruni tidak jadi menikah dengan anak sahabat ayahnya karena terjerat hutang, dan Sitti Nurbaya akhirnya menikah dengan Datuk Maringgih. Jawaban untuk pertanyaan kedua, kisah ini hanya berdasarkan cerita turun temurun dari leluhur sehingga tokoh-tokoh dalam legenda tersebut juga tidak terlacak.

Ada alasan tersendiri maka saya mengangkat tema ini pada kegiatan Literasi Nusantara yang dikelola oleh ibu Wulan Widaningsih sebagai Ketua Bidang Literasi. Selama ini Parapat-Danau Toba lebih dikenal dengan pantai pasir putih yang memukau, rimbunan pohon pinus di perbukitan, indahnya air danau, dan seterusnya. Padahal, Batu Gantung merupakan satu dari sepuluh Geopark Kaldera Toba yang disebut dengan “ Parapat Welded “.

Dengan mengangkat tema legenda, ada beberapa pesan yang ingin saya sampaikan. Pertama, kisah turun temurun dari leluhur tentulah mengandung petuah-petuah bijak yang harus dilestarikan dan diwariskan ke anak cucu. Sehingga, dengan mengangkatnya pada kegiatan literasi nusantara, sahabat literasi setanah air dapat lebih mengenali destinasi wisata Sumut dengan memberi panggung pada LBG. Ada yang menggelitik ketika Bu Wulan menyampaikan sambutan. Selama ini beliau hanya mengenali Sumut sebagai daerah asal suku Batak yang pintar menyanyi plus bersuara keras.

Pesan kedua dari LBG adalah, dengan mengangkat legenda, dongeng, cerita rakyat, dan seterusnya, akan mengasah kemampuan literasi, terlebih jika disemarakkan dengan berbagai lomba. Jika momen Bulan Bahasa dapat ditangkap dengan baik oleh para pegiat literasi ( Secara khusus bidang literasi IGI ), maka sudah selayaknyalah warisan leluhur dalam bentuk kisah-kisah tersebut menjadi salah satu tema penting.

Yang ketiga, melalui LBG, maka semakin terbukalah mata dunia terhadap berbagai destinasi wisata di Sumut. Sebagai warga negara yang baik, tentu kita menginginkan setiap rupiah yang dibelanjakan para wisatawan akan berdampak pada pendapatan perkapita yang juga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial. Destinasi wisata di luar negeri tak kalah menarik dengan suguhan wisata di Indonesia ( Sumut ). Sehingga jika ada himbauan untuk mencintai produk dalam neegri, maka inilah saatnya kita juga lebih mencintai produk wisata domestik. Selamat datang di “ Kepingan Surga Yang Jatuh ke Bumi di Sumatera Utara “. Salam literasi dari bumi Kualuh, basimpul kuat babontuk elok.

Tinggalkan Balasan