Sharing Pengalaman Guru (2) : Tips Mengubah Tesis Menjadi Buku

Keterampilan menulis tidak terkait dengan gelar atau jenjang pendidikan seseorang, pun juga dengan profesi seseorang (apakah ia guru atau bukan seorang guru), juga menulis buku tidak sebanding lurus dengan keilmuan atau ketaqwaan seseorang. Oleh karena standar kemuliaan seseorang itu adalah ketawaan, standar keilmuan seseorang itu adalah akhlak, serta standar keajaiban (amazing) atau kehebatan seseorang itu bukan harta, pangkat atau kedudukan dan wanita yang dinikahinya akan tetapi kehebatan itu diukur dengan imannya.

Namun siapa yang bisa melihat iman seseorang?

Tentu tidak ada seseorang pun yang bisa melihat kedangkalan atau kedalaman iman seseorang kecuali hanya Tuhan Yang Maha Esa, yakni Allah SWT. Yang kita lihat adalah amal dan yang kita rasakan adalah sikap atau akhlak mulia sebagi pancaran dari iman seseorang. Oleh sebab itu ketika kita memandang bahwa buku adalah mahkota ilmu, jangan juga kita memaksakan diri untuk membuat buku dengan cara mendzalimi diri kita sendiri, dibuat alamiah saja, ikuti irama langkah dan prosesnya secara natural, maka yakinlah suatu saat ilmu yang kita catat atau ikat itu akan menjadi suatu karya yang bermanfaat.

Apakah itu berupa status di WA yang hanya dibuat beberapa kata atau kalimat saja itu, itulah karya tulis yang paling sederhana (belum menjadi buku). Jika menulis itu kita lakukan atas dasar iman, taqwa dan akhlak mulia maka ia akan bermanfaat bagi orang yang membacanya. Begitu juga status kita di FB atau IG atau Twitter yang terbatas hanya beberapa karakter saja, maka jika kita lakukan atas dasar iman, taqwa dan akhlak mulia maka akan sangat bermanfaat baik untuk diri kita maupun untuk orang lain.

Apalagi berupa artikel di sebuah website atau portal berita atau apapaun medianya, maka jika kita lakukan itu atas dasar iman, taqwa dan akhlak mulia sungguh luar biasa pahala dan manfaatnya. Terlebih yang kita lakukan atau kita tulis itu berdasarkan ilmu (Al-Qur’an), hikmah (Hadits) dan fakta-fakta di lapangan alias penelitiaan (Ilmu pengetahuan) maupun berdasarkan pengalaman (empirik) probadi atau komunitas, atau berdasarkan literatur yang ada di perpustakaan maka sungguh itu sangat berarti.

Meskipun tulisan-tulisan di atas itu belum disusun menjadi sebuah buku, apalagi kalau dibukukan. Maka itulah yang saya maksud ikuti saja alurnya sesuai fitrah kita, hobi kita dan keahlian kita dalam bidang apa yang menjadi banyak menyedot perhatian kita maka disitulah kita saatnya berkonsentrasi atau fokus dengan tulisan khas kita. Adapun buku maka itu adalah sebagi akibat dari sebab-sebab yang ada. Yaitu kita sering menulis baik di status atau blog atau website dan portal media lainnya.

Makanya banyak penulis yang mampu mebuat buku disebabkan karena mengumpulkan beribu-ribu cuitannya di twitter atau statusnya di face book atau cerita pengalamannya di instagram. Sebut saja muslimah pegiat literasi seperti Asma Nadia, Hevy Tiana Rosa, Najwa Syihab, Peggy Melati, Neno Warisman, Sharly Anavita dll. Atau banyak di kalangan kaum adam juga yang sukses menulis karena mereke melakukan prosesnya tidak mungkin “ujug-ujug” jadi buku.

Bagi mereka yang sudah memiliki karya tulis, apakah itu skripsi, apakah itu tesis atau disertasi sekalipun, maka itu sebuah langkah awal atau bahan setelangah jadi untuk membuat buku. Berdasarkan pengalaman penulis menyusun buku perdana Oktober 2020 tahun ini, maka proses setengah langkahnya yang belum dilakukan yaitu:

  1. Memilih atau mengubah judul dari tesisi menjadi buku.
  2. Menambahkan atau mengurangi sebagi sebuah konsekwesi bahwa memiliki ciri khas dan karakter yang berbeda antara karya tulis ilmiah (tesis) dan karya tulis populer (buku).
  3. Memilih dan mengedit dari sisi diksi, bahasa dan gaya bahasa. Buku biasanya mengguankan bahas ilmiah populer sedangkan tesis menggunakan bahasa ilmiah (tok/saja).
  4. Melihat situasi latarbelakang dan kondisi pasar saat kita menulis buku, selain melihat potensi yang kita miliki.
  5. Melakukan setting ulang, alur dan sistimatikan  penulisan termasuk menyusun urutan tema atau bab pada judul yang kita pilih. Sebagai contoh tulisan saya di bab empat (4)  tesis dengan judul “Pendidikan Berbasis Al-Qur’an di LPIT (Presschool-TKIT-SDIT-SMPIT-SMAIT-Pesantren) Thariq Bin Ziyad Bekasi” lalu tulisan di buku perdana saya judulnya menjadi “Pendidikan Berbasis Al-Qur’an & Pancasilan”.
  6. Berkonsuktasi, sharing atau diskusi dengan pihak-pihak yang memiliki kapasitas di bidangnya. Saya berkonsultasi dengan beberapa tokoh dan penulis, termasuk dengan sahabat kita di Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan, sehingga muncullah bagaimana bahas ilmiah populer itu mewujudkannya dalam sebuah buku yang sebelumnya sebuah tesis, disertasi atau skripsi sekalipun.
  7. Melakukan edit ulang dengan editor yang kita percaya dari sisi layout, bahasa (KBBI) dan tata bahasa lainnya. Jika ada bahasa Arab atau bahasa Inggrisnya jangan sungkan-sungkan kita bertanya atau konsultasi agar tulisan kita tidak menyalahi kaidah atau tata bahasa yang ada.

Wallahu a’lam.

 

Bekasi, 22 Oktober 2020

Selamat Hari Santri Nasional

Santri Berbakti Bangsa Mandiri

Santri Berdaya Bangsa Sejahtera

Ayo Menulis – Ayo Terbitkan Buku

Bersama YPTD Kita Bisa

#SantriPreneur

#PesantrenAgropreneur

#SaunkQu

#SaunkBEKEN

#Berdikari

#Kreatif

#Keren

#SAUNK = Silaturahim Antar Unsur Kepemudaan

#BEKEN = Benkel Entrepreneur

#RUHI = Rumah Ukhuwah Indonesia

Email : saunkbeken@gmail.com

FB : SaunQu Beken

IG : @saunkqubeken

Tinggalkan Balasan

1 komentar