Perawat bekerja di Arab Saudi
Oleh : Erwan Mayulu
Pada 1April 2022 pemerintah Indonesia dan Malaysia menandatan Memorandum of Undurstanding (MoU) tentang penempatan pekerja migran ke Malaysia. yang diikuti keluarnya Surat Keputusan Dirjen Binapenta dan PKK tentang penempatan pekerja formal ke Malaysia. Hal ini menandai dimulainya penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia.
Surat Keputusan Ditektur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja No 3/PK.02.01/IV/2022 Tentang Negara Tujuan Penempatan bagi PMI pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru.
Pada SK Dirjen Binapenta&PKK yang terbit Senin(18/4/2022) itu ditetapkan Malaysia salah satu negara tujuan penempatan untuk senua sektor pada pemberi kerja berbadan hukum,kecuali sektor rumah tangga.
Dimulainya penempatan ke Malaysia ini disambut gembira para pelaku penempatan baik P3MI maupun PMI.Sebabnya Malaysia merupakan tujuan PMI terbesar .Data di Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) munjukan, pada 2019, sebanyak 8.789 PMI berangkat dan bekerja di Malaysia. Pada 2020 tidak ada penempatan akibat Covid-19. Diperkirakan, calon PMI ke Malaysia telah siap berangkat namun terdampak penghentian sementara dari Januari 2019 hingga Maret 2020 jumlahnya sekitar 30.000 orang.
Pada SK Dirjen Binapenta dan PKK itu dibuka penempatan pada 56 negara dengan beberapa skema.
Sebelum Malaysia, penempatan PMI ke berbagai negara mulai bergerak.
Pada pertengahan Pebruari 2022 dan penghujung tahun 2021 dunia penempatan pekerja migran ke luar negeri mulai bergeliat sejalan dengan membaiknya penanganan pandemi Covid-19 di dalam negeri dan sejumlah negara mulai membuka peluang kerja bagi pekerja asing.
Pandemi Covid-19 yang melanda tanah air dan dunia hampir 2 tahun ini membuat penempatan pekerja migran ke keluar negeri ikut berhenti. Baik pemerintah Indonesia maupun negara – negara tujuan penempatan PMI menghentikan smentara penempatan dan penerimaan PMI.
Pembenrangkatan perdana PMI untuk sektor formal ke Timur Tengah dilakukan Direktur Bina Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI),Kementerian Ketenagakerjaan Rendra Setiawan dengan melepas 21 pekerja migran Indonesia ke Uni Emirat Arab (UEA) di setor hospitality Rabu,16/2/2022 di Bekasi,Jawa Barat. Mereka akan bekerja di Rotana Hotels.
Pemberangkatan perdana ini merupakan bagian dari 703 PMI yang akan dibekerja di bidang hospatality pada 2022 ini ke negara kaya di Timur Tengah itu oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) PT.Mardel Anugrah Internasional. Penandatangan kontrak telah dilakukan akhir 2021 lalu antara Rotana Hotel Group, UAE dengan PT Mardel Anugrah Internasional dengan difasilitasi KBRI UAE di Abu Dhabi. 703 PMI itu akan dipekerjakan di jaringan hotel Rotana yang ada di 9 hotel yang berada di Abu Dhabi, Dubai, Sharjah dan Al Ain.
Pemberangkan tahap pertama sebanyak 21 PMI sektor hospitality tercatat sebagai yang pertama penempatan PMI sektor formal ke luar negeri pasca pandemic Covid-19.
Direktur Bina P3MI, Kemnaker Rendra Setiawan mengapreasi upaya PT Mardel Anugrah Internasional menempatkan PMI di sekor formal di Uni Emirat Arab.Langkah ini, kata Rendera sesuai dengan program Sembilan Loncatan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah yaitu memperlus kesempatan kerja di luar negeri dengan mengisi lowongan kerja di sektor formal .
Rendra Setiawan berharap dengan mulainya penempatan PMI sektor formal ke UAE ini akan memberikan konstribusi terhadap pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19. Pemerintah terus mendorong penempatan PMI sektor formal ke luar negeri karena perlindungan pada PMI sangat bagus.
DOMESTIK WORKER
Sebelumnya, pada 23/11/2021 sebanyak 1.700 PMI telah diberangkankan ke Taiwan.
Terhitung mulai Kamis (11/11/2021) otoritas Taiwan resmi menerima kembali penempatan pekerja migran dari Indonesia (PMI). Setelah sejak Desember 2020 Taiwan menutup bagi kedatangan pekerja asing karena pandemic Covid-19.
Tahap pertama Taiwan menerima penempatan 1700 orang PMI, masing-masing 850 orang sektor formal dan sektor domestik. Setelah pihak Indonesia telah menyelesaikan persiapan pencegahan pandemi.
Dua penempatan PMI ke Kawasan Asia Pasifik dan Timur Tengah itu akan kah menjadikan tahun 2022 ini sebagai tahun kebangkitan penempatan PMI ke berbagai negara? Momentum ini sejalan dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi secara global dan penanganan virus Covid-19.
Dunia usaha sudah seharusnya optimis penempatan PMI pada 2022 akan lebih kuat dibanding tahun sebelumnya dan bangkit kembali setelah mati suri akibat terdampak Covid -19. Penanganan covid-19 dan pertumbuhan ekonomi secara global, negara – negara penempatan akan membuka kembali masuknya tenaga kerja asing, khususnya dari Indonesia . Momentum ini, harus diikuti dengan kebijakan dan langkah pemerintah memangkas hambatan yang masih terjadi dalam proses penempatan. Dunia usaha berharap pemerintah mengimplementasikan secara konkret slogan murah, mudah dan cepat dalam proses penempatan PMI. Juga adanya koordinasi yang efektif antara pusat dan daerah.
Penempatan PMI ke luar negeri akan menjadi sektor yang akan memberikan andil besar dalam upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional. Pada pemulihan ekonomi pasca membaiknya penanganai covid-19, pemerintah memproyeksikan ekonomi pada 2022 tumbuh dikisaan 5 persen – 5,5 persen . Diharapkan konsumensi masyarakat akan tumbuh dan terserapnya tenaga kerja di pasar kerja serta naiknya penerimaan keuangan negara .
Terkait dengan itu, penempatan PMI ke luar negeri akan memperluas kesempatan kerja, konsumsi masyarakat khususnya di daerah asal PMI akan naik serta akan mendatangkan remitensi.
Pada 2022 ini diproyeksikan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) berkisar 6 persen, turun dari tahun lalu sebesar dari 6.5 persen atau sekitar 8,75 juta orang. Meski turun prosentasenya, namun jumlah pengangguran masih cukup besar. Penempatan PMI ke luar negeri ,menjadi salah satu solusi mengurangi jumlah pengangguran.
BUKA PADA 65 NEGARA
Kementerian Ketenagakerjaan pada 2022 ini telah membuka lagi negara – negara penempatan baru selain negara – negara yang sudah dikenal sebagai negara penempatan selama ini. Melalui Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja No 3/5527/PK.02-02/XII/2021 tentang Penetapan Negara Tujuan Penempatan Tertentu bagi PMI pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru, dibuka penenpatn PMI ke 59 negara yang di semua benua. Negara penempatan ditambah lagi jadi 65 negara dengan keluarnya SK Dirjen Binapenta dan PKK No 3/PK.02.01/IV/2022
Mayoritas penempatnnya berskema P to P, artinya perusahaan penempatan PMI (P3MI) diberi kesempatan seluas -luasnya.Tetapi penempatan itu baru untuk pekerjaan di sektor formal. Pemerintah belum membuka untuk sektor pekerja rumah tangga atau domestic worker. Ada pun pemberangkatan domestic worker seperti ke Taiwan pada 23/11/2021 adalah menghabiskan penempatan yang tertunda karena pandemi Covid 19.
Karena pandemi.,sebanyak 88.973 calon PMI gagal berangkat ke luar negeri.Badan Pelindungan Pekerja Mingran Indonesia (BP2MI) merilis ke 88.973 calon PMI itu sudah terdaftar di SISKOP2MI yang siap berangkat. Siap berangkat artinya sudah melalui proses tahapan — tahapan sebagai syarat untuk bekerja di luar negeri, mulai dari registrasi, pelatihan, uji kompetensi , pemeriksaan kesehatan, sudah mempunyai visa kerja.Sebanyak 25.000 PMI diantaranya adalah PMI yang siap berangkat ke Taiwan.
Dibukanya penempatan pada 65 negara itu mestinya dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh perusahaan penempatan pekerja migran Indomesia (P3MI) dengan membuka pasar baru selain yang telah dilakoni selama ini. Karena pemerintah baru membuka sektor fotmal, maka lupakanlah sektor itu dan focus pada pasar kerja sektor formal.
Hanya saja, perluasan penempatan itu harus diikuti dengan langkah – langkah kemudahan dalam proses penempatan. Pemerintah harus satu kata dan satu langkah dalam kebijakan dan implentasi di di lapangan. Kemnaker sebagai regulator telah memperluas negara penempatan dan membuat SOP protokol kesehatan berstandar internasional, maka langkah itu harus diikuti kemudahan oleh pihak pelaksana baik di tingkat pusat maupun pemerintah daerah. Sebagai contoh regulasi yang dikeluakan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) tetang zero cost dan layanan kredit tanpa anggunan (KTA) pada pekerja migran yang ternyata dirasakan memberatkan oleh P3MI dan berpotensi membuat stagnasi penempatan PMI ke luar negeri.
Soal belum adanya Memorandum of Undurstanding (MoU) dengan beberapa negara juga dirasakan sebagai hambatan. Karena tanpa MoU maka penempatan sektor domestik workder tidak bisa dilakukan.
Karena itu kalangan P3MI berpendapat, apa artinya dibukannya puluhan negara, namun tidak diikuti penenandantangan MoU.
Dipahami, dalam pembauatan MoU, pemerintah sangat hati – hati demi perlindungan maksimal pada PMI saat bekerja di negara itu. Namun juga harus dipahami ada hal – hal tertentu yang mengatur dalam negeri negara bersangkutan harus kita hormati. Intinya dicarikan kesamaan pendapat dan pandangan hingga penempatan dapat dilakukan dengan tetap mengutamakan perlindungan pada PMI saat dia bekerja di luar negeri.
Erwan mayulu, penulis ketenagakerjaan