Oleh : Erwan Mayulu
Dunia kerja saat ini terus mengalami perkembangan yang dinamis disertai proses transformasi digital yang begitu cepat. Begitu pun dengan pola hubungan kerja yang menjadi lebih fleksibel, seperti pola part-time, freelance, kemitraan, dan sebagainya. Seiring perkembangan tersebut, bahaya kerja berupa potensi bahaya dan resiko terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan gangguan kesehatan lainnya juga makin meningkat.
Bahaya kerja tidak hanya terjadi di tempat kerja biasa seperti perusahaan, tetapi bisa saja terjadi di tempat kerja atau tempat aktifitas pekerja lainnya seperti di kantor-kantor, di rumah, di hotel, kafe/resto, tempat hiburan dan wisata, tempat umum/publik, di kendaraan, di jalan, dan juga di tempat kegiatan sekolah/pendidikan serta tempat umum lainnya. Untuk itu, maka diperlukan strategi dan cara-cara baru dalam upaya pelindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khususnya dan ketenagakerjaan pada umumnya.
Permasalahan K3 dewasa ini salah satunya adalah masih tingginya angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, sehingga kampanye pembudayaan K3 untuk terwujudnya tempat kerja yang layak (decent work) dan bebas kecelakaan kerja atau zero accident serta bebas dari kematian akibat kerja atau zero fatality by accident harus terus dikumandangkan. Saat ini masih sangat jarang ditemukan calon pekerja yang sudah mengerti atau memahami K3 sewaktu bekerja pertama kali di perusahaan.
Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan kerja, Kementerian Ketenagakerjaan Dr. Haiyani Rumondang mengemukakan, pemerintah pusat melalui Kementerian Ketenagakerjaan sebagai pemegang kebijakan nasional di bidang ketenagakerjaan dan K3 bersama para pemangku kepentingan telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong pelaksanaan K3. Berbagai program dan upaya yang sudah dilakukan mulai dari berbagai kegiatan kampanye, seminar, lokakarya, konvensi, pembinaan dan peningkatan kompetensi personil K3, pembentukan dan pemberdayaan lembaga-lembaga K3 baik tingkat nasional sampai dengan tingkat perusahaan, pemberian penghargaan K3, dan perbaikan-perbaikan sistem dan regulasi K3 secara berkelanjutan.
Namun demikian, K3 belum sepenuhnya menjadi budaya bagi semua pihak dan semua kalangan termasuk pada semua usia. Pada umumnya para penggiat K3 mempelajari dan menerapkan K3 setelah usia yang sudah relatif tua yaitu setelah bekerja.
Mencermati dari hal-hal tersebut maka diperlukan upaya pemberian informasi dan penanaman nilai-nilai K3 sejak awal atau sejak usia dini khususnya melalui dunia pendidikan. Dengan pemberian informasi dan penanaman nilai-nilai K3 di usia SD misalnya, kelak saatnya mereka bekerja atau mendapat pemahaman dan nilai-nilai K3 selanjutnya maka nilai-nilai K3 tersebut betul-betul melekat dalam perilakunya se hari hari sehingga mereka menjadi generasi penerus yang lebih kuat dalam mewujudkan Budaya K3.
LANGKAH AWAL
Sebagai langkah awal pengenalan K3 secara dini, Asosiasi Pengawasan Ketenagakerjaan Indonesia bekerjasama dengan ILO dan Binwasnaker, Kemnaker menyelenggarakan Forum Discussion (FGD) Peningkatan Budaya K3 Melalui Gerakan K3 Sejak Usia Dini pada Selasa , 9 Agusustus 2022 di Jakarta. Selain menampilkan pembicara berkompeten di bidangnya yaitu Direktur Bina Pemeriksanaan Ketenagakerjaan Yuli Adiratna, dan Direktur Sekolah Dasar , Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Mengenah, Kementerian Pendidikan ,Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, juga menampilkan paparan dari Dinas Tenaha Kerja Provinsi Sulawesi Selatan yang telah melaksanakan program pengenalan sejak usia dini K3 pada bebeapa sekolah dasar.
Seluruh pembicara pada itu sepakat bahwa K3 sudah harus dikenalkan sejak usia dini yaitu sejak dari sekolah dasar dan jenjang berikutnya. Pembicara yang mewakili Direktur Sekolah Dasar mengutip seorang guru di Australia yang mengatakan,”Kami tidak terlalu khawatir jika anakan- anak sekolah dasar kami tidak pandai matematika, kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantre” Pernyataan ini mengandung penumbuhan dan pembiasaan nilai – nilai karakter .
Tekait itu, penguatan karakter K3 dimulai sejak dini. Usia dini merupakan masa terbaik bagi penanaman nilai – nilai, karena pendidikan pada usia itu cenderung lebih akan bertahan sepanjang hidupnya. Karena itu pengensalan K3 sejak usia dini khsususnya Sekolah Dasar sangat penting agar para peserta didik memiliki karakter yang nantinya menjadi budaya Keselamatan dan Kesehatan kerja .
ANGKA KECEKALAAN TINGGI
Dirjen Binwasnaker dan K3 Haiyani Rumondang minta agar pemahaman K3 itu pertama diberikan pada para guru – guru pembimbing dilengkapi alat peraga K3 yang nantinya akan disampaikan pada murid – murid .
Dirjen Haiyani mengemukakan, pelaksanaan K3 tidak hanya merupakan tanggung jawab Pemerintah, tetapi juga merupakan tanggung jawab semua pihak, termasuk upaya untuk menjadikan K3 sebagai budaya pada setiap kegiatan, dan dilakukan pada semua usia termasuk sejak usia dini di antaranya sejak tingkat sekolah dasar, dan dilanjutkan pada tingkat Pendidikan yang lebih tinggi.
KEMBANGKAN SEBAGAI PROGRAM NASIONAL
Melalui gerakan pembudayaan K3 sejak usia dini tersebut juga diharapkan dapat untuk pembentukan karakter dan pengenalan nilai penghargaan K3, dan perbaikan-perbaikan sistem dan regulasi K3 secara berkelanjutan.
Namun demikian kita masih merasakan bahwa K3 belum sepenuhnya menjadi budaya bagi semua pihak dan semua kalangan termasuk pada semua usia. Pada umumnya para penggiat K3 mempelajari dan menerapkan K3 setelah usia yang sudah relatif tua yaitu setelah bekerja.
Mencermati dari hal-hal tersebut maka diperlukan upaya pemberian informasi dan penanaman nilai-nilai K3 sejak awal atau sejak usia dini khususnya melalui dunia pendidikan. Dengan pemberian informasi dan penanaman nilai-nilai K3 di usia SD misalnya, kelak saatnya mereka bekerja atau mendapat pemahaman dan nilai-nilai K3 selanjutnya maka nilai-nilai K3 tersebut betul-betul melekat dalam perilakunya se hari hari sehingga mereka menjadi generasi penerus yang lebih kuat dalam mewujudkan Budaya K3.
Pentingnya pengenalan K3 sejak usia dini juga dimaklsudkan agar mengurangi jumlah kecelakaan kerja yang hingga kini masih cukup tinggi. Direktur Binariksa, Kemnaker Yuli Adiratna menunjukan data selama 5 tahun terakhir jumlah kecelakaan kerja di Indonesia terus naik. Pada 2017 jumlahnya 123.040, pasda 2018 naik jadi 173.415, pasa 2019 naik jadi 182.835 dan pada tahun 2021 naik tembus angka 221.740.
Sementara data International Labour Organization ( ILO) menujkkan di dunia terjadi 2,9 juta kecelakaan kerja didominaasi usia produktif.
Menurut Yuli Adiratna, perlunya pembudayaan K3 swjak usia dini karena K3 merupakan program yang banyak manfaat apabila dilakukan , dan berisiko kerugian besar apabila tidak dilaksanakan. K3 juga sarat akan nilai – nilai yang sangat berharga bagi kehidupan, nilai – nilai kebiakan perlu ditanamkan sejak usia dini untuk membentuk karakter dan kepribadian positif.
Keberhasilan pembudayaan K3 sangat dipengaruhi olehn karakter , kepribadian dan sikap positif para pelakunya.
Ketua Umum APKI Dr. dr. Sudi Astono berharap FGD ini dapat mendorong komitmen kita bersama bahwa membudayakan K3 menjadi tanggungjawab semua pihak, dan praktek baik (best practice) Pembudayaan K3 sejak Usia Dini yang sudah ada dapat di replikasi di tempat atau wilayah lainnya, yang selanjutnya dapat dikembangkan sebagai program Nasional Pembudayaan K3 Sejak Usia Dini.
Erwan Mayulu, Penulis Ketenagakerjaan