Kala masih sebagai bayi merah
Dalam balutan kain yang masih meninggalkan bercak darah
Aku hanya bisa menatap seorang perempuan muda
Yang berlinang air mata
Yang menciumi berkali-kali
Kemudian, aku ditinggalkan di lorong sebuah panti
Mata batin masih mengingat parasmu
Kata tak terucap, aku takut sendiri wahai ibu…
Kau pergi meninggalkan tangis
Menjerit keras sampai suaraku habis
Membangunkan penghuni panti
Yang berteriak takjub, alangkah cantiknya bayi perempuan ini…
Kini kala beranjak remaja
Bayangmu masih melekat di sukma
Jantung selalu bergetar
Kala melihat seorang perempuan mengintip di balik pagar
Menatap, membisu dan pergi begitu saja
Rindu tersimpan pada tatapan hampa sepasang mata
Sudah seminggu tak kulihat perempuan itu lagi
Ada rasa yang hilang di relung hati
Mulai menyusuri jejak langkah
Dan mengantarku ke sebuah rumah
Dia terbaring sakit dan sendiri
Kugenggam dinginnya jemari
Apa benar engkau ibuku? Batin mulai meraba bertanya
Iya, engkau adalah anakku, terdengar gaung di telinga
Maafkan aku nak, suara parau terdengar untuk pertama kali
Dosa membawamu dalam derita seperti ini
Aku tak ingin engkau ikut dalam pusaran lara
Ibu hanya ingin engkau bahagia
Kami berpelukan dalam tangis yang tertahan dalam masa
Raganya terasa dingin tiba-tiba
Dia sudah pergi dalam senyum manis
Ibu…ibu…ibu.. aku mencintaimu, aku mulai menangis
Hanya sekejap kita mengurai sayang
Jeritan sang bayi kembali terulang
Fatmi Sunarya, 20 September 2021
Puisi ke 29 KMAA
Puisi ini pernah tayang di sebuah blog