Memahami Makna Salat sebagai Komunikasi Tanpa Sekat

Humaniora0 Dilihat

Ilustrasi by AFP/Ahmad Gharabli. 

Dari peristiwa Isra Miraj ini betapa sangat berharganya nilai ibadah Salat yang dipersembahkan Allah kepada para hambaNya. Dengan Salat seorang hamba bisa berkomunikasi tanpa sekat, khusyu dari rakaat demi rakaat berdialog langsung dengan Allah.

BACA JUGA : Balada 22022022. 

Bersyukurlah bagi Anda yang saat ini sudah mampu menjalankan ibadah Salat dengan khusyu, memaknainya penuh kesungguhan dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. 

Setiap tahun Hijrah pada tanggal 27 Rajab adalah momen penting sebuah peristiwa Isra Miraj yang dijalani Nabi Muhammad SAW.

Beliau melakukan Isra dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa dan perjalanan Miraj dari Masjidil Aqsa menuju Sidratul Muntaha.

Perjalanan dari Masjid Al Haram ke Masjid Al Aqso adalah perjalanan horizontal yang memliki makna filosofi hubungan yang terbangun di antara sesama.

Setelah itu ada perjalanan vertikal dari Masjid Al Aqso menuju singgasanaNya yang Maha Tinggi. Inilah filosofi hubungan vertikal dengan Yang Maha Kuasa, Allah SWT.

Kepulangan Nabi Muhammad SAW dari dua perjalanan ritual yang suci ini adalah membawa rukun Salat yang sehari-harinya kita kenal dan kerjakan.

Dengan Isra dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqso dan Mi’raj dari Masjidil Aqso menuju Sidratul Muntaha, Muhammad adalah satu-satunya Nabi yang mendapat kesempatan berdialog langsung dengan Allah.

Tidak ada manusia manapun yang mendapat kesempatan berdialog langsung dengan Allah SWT. Nabi Musa saja berdialog dengan Allah harus terhalang oelh Gunung Thur, artinya dilakukan dialog tidak langsung.

Allah SWT berdialog dengan Nabi Musa AS di suatu tempat bernama Wadi Thawa atau yang biasa dikenal dengan nama Lembah Suci, di sisi kanan Jabal At-Thur.

Dalam perjalanan Miraj, Nabi Muhammad disambut baik oleh para nabi terdahulu. Setiap lapisan langit bertemu dengan para nabi dan di langit ke-7, Nabi Muhammad bertemu dengan bapaknya para nabi yaitu Nabi Ibrahim AS.

Sesampai di Sidratul Muntaha itulah perjalanan mi’raj itu berakhir. Di sana Muhammad SAW menunggu wahyu yang akan diturunkan Allah yaitu tentang Salat.

“Hatinya tidak mendustakan apa yang dilihatnya. Maka apakah kamu hendak membantahnya tentang apa yang dia lihat itu? Padahal sesungguhnya dia telah melihatnya sekali lagi. Di dekat Sidratul Muntaha. Yang di sisinya ada surga tempat kembali. Tatkala Sidratul Muntaha itu diliputi oleh sesuatu yang meliputi. Tidak berpaling penglihatan matanya dan tidak dia melampaui batas.” (QS An-Najm ayat 11-17). 

Firman Allah ini membuktikan kehadiran Muhammad di Sidratul Muntaha, berhadapan langsung dengan Allah Yang Maha Memiliki Kehidupan. Tidak ada keraguan dalam setiap hamba Allah dengan peristiwa ini.

Dari peristiwa Isra Miraj ini betapa sangat berharganya nila ibadah Salat yang dipersembahkan Allah kepada para hambaNya. Dengan Salat seorang hamba bisa berkomunikasi tanpa sekat, khusyu dari rakaat demi rakaat berdialog langsung kepadaNya.

Mungkin masih banyak yang belum menyadari bahwa ibadah Salat adalah wujud Kasih dan SayangNya untuk memberikan kesempatan para hambaNya berdialog langsung kepadaNya.

Bahkan berbagai Ulama memberikan ibarat dengan melakukan Salat seperti seorang hamba sedang melakukan Isra dan Miraj seperti pernah dialami Nabi Muhammad SAW.

Faktapun berbicara bagaimana hubungan antara mahluk dengan Sang Khaliq adalah keniscayaan yang mutlak. Karena hal itu adalah wujud kekuasaan Khaliq kepada mahluk yang tiada daya.

Maka dari itu ibadah Salat inilah adalah media yang diberikan Allah untuk para hambaNya untuk berkomunikasi langsung tanpa sekat apapun.

Maka sangat jelas sekarang bahwa sesungguhnya kewajiban menjalankan ibadah Salat bukan diartikan bahwa Allah butuh dengan Salat hamba-hambaNya. Namun Salat itu adalah kebutuhan para hambaNya untuk berhubungan langsung dengan Allah.

Salat dari sejak TakbiratulIhram yaitu membaca kalimat Takbir hingga bacaan Tasyahud di rakaat akhir, isinya semua penuh dengan Pujian dan doa untuk memohon kepada Allah.

Dalam dialog dengan Allah, Nabi Muhammad ditawarkan 50 kali Sholat setiap harinya. Namun tidak sanggup membayangkan umatnya menjalankan perintah Allah tersebut.

Akhirnya Nabi menerima hanya 5 kali sholat dalam sehari dengan jumlah 17 rakaat. Isya 4 rakaat, Subuh 2 rakat, Dhuhur 4 rakaat, Ashar 4 rakaat dan Maghrib 3 rakaat.

Mari simak bagaimana Allah berulang kali dalam KitabNya selalu memerintahkan hambaNya dengan kata “Dirikanlah Sholat.”

Kalimat itu adalah mendirikan sholat karena dalam ajaran Islam disebutkan bahwa Salay adalah tiang Agama seperti sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadistnya. Begitu pula Firman Allahdalam KitabNya.

“Dan dirikanlah salat untuk mengingatKu.” Demikian Firman Allah dalam Al Quran (QS Thaha : 14).

Hamba Allah yang mendirikan Salat adalah hamba yang sudah melakukan upaya menegakkan agama Allah. Menegakkan dalam arti melaksanakan segala PerintahNya dan meninggalkan segala LaranganNya.

Isro Miraj adalah momen penting untuk kembali memahami betapa Allah Maha Pengasih Maha Penyayang dengan memberikan fasilitas ibadah Salat bagi kepentingan hambaNya.

Bukan untuk kepentinganNya karena Allah tidak butuh kepada siapapun dan pada apapun. Allah Maha Kaya, Maha Segala, Tiada yang MenyamaiNya.

@hensa.

Tinggalkan Balasan