Ilustrasi cover novel Kisah Cinta Jomlo Pesantren (Foto by Ajinatha).
Novel Kisah Cinta Jomlo Pesantren ini ditulis khusus dalam rangka mengikuti program KMAB yang diselenggarakan oleh Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan mulai 7 Juli 2022 – 17 Agustus 2022.
Episode 9
Di balik paras cantik Mikayla Angela, seperti tersimpan sejuta misteri sehingga saat dia tersenyumpun kadang aku melihat ada garis duka yang dalam.
Ada nestapa yang tersimpan berkepanjangan. Seakan menyandera kebahagiaannya.
Aku baru tersadar dari lamunanku ketika Mikayla menegurku.
“Hei Mas Hendar! Kenapa jadi melamun?” Tanya Mikayla.
“Oh iya maaf Kayla. Aku bukan, bukan sedang melamun tapi merenung.”
“Apa yang kamu renungkan Mas?”
“Aku berfikir bahwa Tuhan selalu ada dan hadir dalam seluruh masalah yang kita hadapi. Tidak ada satu perkarapun yang menjadi solusi kecuali dengan campur tanganNya” Kataku berfilosofi.
“Ya Mas. Aku juga yakin Tuhan selalu hadir dalam semua kejadian yang kita alami. Misalnya aku ditakdirkanNya bisa berkenalan dengan mas Hendar.”
“Betul Kayla. Aku pertama kali melihatmu di Halte depan Kampus itu!”
“Aku juga Mas. Saat itu aku mempunyai firasat bahwa aku akan bertemu dengan seorang Pria yang baik, ramah, sopan dan hormat kepada wanita,” kata Mikayla dan kulihat raut wajahnya mulai mendung, matanya berkaca-kaca.
Aku memperhatikan ada gurat-gurat nestapa itu di wajah teduhnya. Mikayla terdiam sejenaknya kemudian melanjutkan curahan hatinya.
“Selama ini aku selalu menilai bahwa laki-laki itu adalah mahluk keji, tidak beradab, budak nafsu dan penjajah yang sempurna bagi wanita,” kata Mikayla dengan suara pelan.
Aku biarkan saja dia mengeluarkan semua isi hatinya. Maka akupun menjadi pendengar yang baik untuk semua curahan hati Mikayla.
Duka nestapanya baik pada masa lalu maupun yang saat ini sedang dia rasakan tumpah ruah. Akupun memungutnya dengan utuh satu demi satu.
Biar semua kepedihan hatinya segera saja terbuang ke tempat yang tidak pernah memungkinkan dia temukan lagi.
“Mas Hen, sebenarnya aku tidak mau lagi bercerita tentang peristiwa malam jahamam itu. Mengingatnya saja aku tidak kuasa apalagi menceritakannya kembali. Aku harus bicara untuk Mas Hendar,” kata Mikayla mulai terisak.
Malam itu bagi Mikayla adalah malam yang mengerikan penuh dengan lumpur dosa maka wajar jika dia menyebutnya dengan malam jahanam.
Sebelum masa kelam itu, masa remaja Mikayla di Kota Medan itu demikian indah dan manis. Keluarga yang bahagia dan harmonis.
Prestasi belajarnya sangat luar biasa sehingga Mikayla merasa bangga akhirnya bisa diterima kuliah di sebuah Perguruan Tinggi terkenal di Bandung seperti yang dicita-citakannya selama ini.
Namun sejak Ayahnya meninggal yang terjadi saat dia sudah kuliah jauh di rantau, kebahagiaannya seakan telah terengut.
Beban hidup keluarga harus dipikul oleh Ibunya. Walaupun Ibunya tetap bekerja sebagai wanita karir namun tetap saja beban yang dipikul terlalu berat.
Mikayla bisa memahami jika Ibunya harus menikah lagi maka diapun memberikan restu. Bagi Mikayla pernikahan Ibunya penuh dengan harapan perbaikan ekonomi untuk keluarganya sehingga kuliahnya di Bandung juga berjalan dengan lancar.
Mikayla teringat saat pertama kali bertemu dengan lelaki calon ayah tirinya. Kesan pertama yang terlintas bahwa dia seorang lelaki yang ganteng berbadan tegap dan kelihatan bertanggung jawab. Sangat pantas untuk Ibunya yang hingga kini masih tetap cantik.
Hanya ada sedikit ganjalan bagi Mikayla, mata calon ayah tirinya itu jika memandang Mikayla seperti sedang menelanjangi dirinya.
Mungkin wajar siapapun lelaki pasti terpana jika berjumpa dengan Mikayla, seorang gadis yang molek, rupawan, berkulit putih dengan rambut terurai.
Jika hal ini dilakukan oleh calon ayah tirinya maka bagi Mikayla tentu saja merasa risih. Sikap itu sangat tidak wajar.
Hampir saja Mikayla ingin mengutarakan mengenai hal itu kepada Ibunya namun dia menurungkannya. Takut Ibunya akan tersinggung.
Mikayla hanya berfikir bahwa itu mungkin hanya perasaannya saja. Ternyata sampai saat ini firasat seorang wanita tidak boleh diremehkan.
@hensa.
1 komentar