Rinduku Kepada Ibu

Cerpen, Fiksiana0 Dilihat

Sore itu RS Santo Borromeus sudah mulai sepi dari para pengunjung pasien karena waktu berkunjung sudah habis. Aku yang berada di ruang rawat kembali menyendiri karena baru saja istriku, anak dan cucuku sudah kembali pulang usai menjengukku. 

Di tengah kesendirian ini aku teringat peristiwa 10 tahun lalu saat itu Ibu berulang tahun yang ke 80. Rumah Ibu di Bandung yang sering kami sebut dengan Mabes alias Markas Besar memang tempat dimana kami keluarga besar sering berkumpul.

Acara syukuran ulang tahun Ibu saat itu berlangsung di Mabes dalam suasana yang penuh rasa syukur penuh bahagia. Kami sudah tidak punya Ayah karena sudah mendahului pulang.

Saat itu kami mengawali acara syukuran dengan berdoa untuk Ibu yang berulang tahun.

Aku melihat Ibu begitu bahagia dan dengan penuh semangat meniup lilin yang berbentuk angka 80 tahun itu. Kemudian diikuti tepuk tangan dari para putra-putri dan cucu-cucu beliau.

Setelah itu satu persatu para putra putri dan cucu mengucapkan selamat sambil memeluk dan mencium beliau penuh dengan kasih sayang.

“Ibu selamat ulang tahun,“ kataku sambil mencium kedua pipinya yang sudah mulai keriput namun mata beliau terlihat berbinar memancarkan kebahagiaan. “Semoga Allah selalu melindungi Ibu, selalu sehat penuh dengan BarokahNya.”

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kenangan ulang tahun Ibu tahun lalu terasa seperti kemarin. Hari ini sebenarnya adalah ulang tahun Ibu yang ke-81, tapi tidak dirayakan seperti tahun lalu.

Ibu yang masih terbaring di Ruang Perawatan RS Pelni, hanya bisa menerima ucapan dari anak-anak beliau yang hadir khusus menjenguk Ibu.

Jika tahun lalu ulang tahun Ibu diadakan di rumah Ibu di Bandung, maka bedanya ulang tahun Ibu kali ini tidak dirayakan khusus.

Begitu pula seusai perawatan itu dan diperbolehkan pulang, Ibu juga tidak pulang ke Bandung tapi tinggal bersama adik bungsuku di Serang.

Ada alasan mengapa Ibu tinggal sementara di sana, karena dalam sebulan terakhir ini Ibu masih harus kontrol ke Rumah Sakit Pelni Jakarta.

“Hasil konsultasi dengan dokter ahli ya ini Mas!” kata adikku saat aku menanyakan bagaimana hasil CT-scan beberapa waktu yang lalu.

Ibu ternyata mengalami kelainan liver yang kecenderungannya menderita infeksi virus hepatitis C.

Sebenarnya sekitar 3 bulan yang lalu saat dilakukan pemeriksaan laboratorium melalui USG, hasilnya ditemukan adanya benjolan yang mengganggu kerja liver. Saat ini benjolan tersebut sudah menekan salah satu pembuluh di sekitar livernya.

“Lalu bagaimana saran tindakan medis selanjutnya?” tanyaku kepada adikku.

“Dokter ingin melakukan biopsi untuk memastikan infeksi tersebut, namun sangat mengkhawatirkan kondisi beliau yang sudah tua. Mungkin diambil jalan tengah dengan menjaga bagian liver yang masih baik, ” kata adikku.

“Hanya kesulitannya Ibu sangat sulit makan karena efek dari gangguan pada livernya.” Adikku menambahkan.

“Tapi fungsi livernya masih baik kan?”

“Iya masih baik walaupun ada sebagian kecil yang sudah mengeras.”

Aku sangat sedih sekali melihat kondisi Ibu yang berat badannya terus menurun. Bayangkan 3 bulan yang lalu berat badan Ibu masih disekitar 45-50 kg, saat ini hanya sekitar 39 kg.

Terlihat Ibu sangat kurus dan wajah Ibu tampak sangat lelah dengan sinar mata yang kelihatan mulai redup.

Malam ini Ibu kembali berada ditengah-tengah keluarga besarnya di Bandung. Rupaya beliau masih ingin ikut gembira sehingga acara syukuran ulang tahunnya yang ke-81 tetap diadakan. Walaupun tidak pada hari H nya.

Duduk menghadapi kue tart yang ada lilin berbentuk angka 81. Ketika Ibu meniup lilin ulang tahun itu dengan susah payah aku semakin prihatin dengan kondisi Ibu.

Walaupun akhirnya lilin yang ditiup itu padam juga dan tepuk tangan kembali berkumandang seperti tahun lalu.

Namun aku melihat wajah Ibu meski tersenyum bahagia, tidak terlihat pancaran cahaya dari matanya. Wajah Ibu seperti mulai meredup dan lelah.

Saat itu 60 tahun sudah aku mengarungi kehidupan ini bersama Ibuku. Teringat masa kecil dulu saat pertama Ibuku mengajari membaca Al Quran.

Begitu pula saat usia anak sekolah dasar, aku juga mulai diajarkan Ibu berpuasa. Puasa Dhuhur adalah puasa yang pertama diajarkan Ibu padaku yaitu puasa yang dilakukan hanya sampai bedug Dhuhur berbunyi.

Tentu saja dalam agama tidak ada yang namanya puasa Dhuhur.  Paling tidak berlatih puasa Dhuhur telah membuat aku berani berpuasa sejak kecil.

Bahkan akhirnya saat masih duduk dibangku SD, aku sudah terbiasa berpuasa penuh dibulan Ramadhan.

Saat akan berbuka adalah saat yang paling bahagia terutama karena aku begitu sangat menikmati takjil dengan kolak pisang bercampur kolang-kaling buatan Ibuku.

Di acara ulang tahun Ibuku yang ke 81 ini, aku masih memandangnya dengan penuh keprihatinan.

Raut wajahnya yang sudah penuh dengan garis-garis keriput adalah bukti ketangguhan beliau membesarkan anak-anaknya menjadi orang-orang berjiwa besar, tangguh dalam mengarungi kehidupan.

Beliau mempunyai 7 orang anak, 3 Laki-laki dan 4 wanita. Pada usia yang ke 81 tahun ini beliau sudah dikaruniai 20 cucu dan 1 cicit.

Beliau adalah wanita sukses karena berhasil mendidik anak-anaknya. Beliau juga meninggalkan ilmu yang sangat bermanfaat bagi Tujuh anak-anaknya.

Aku masih memandang Ibuku. Lalu aku menghampiri beliau dan memeluknya mencium kedua pipinya.

“Selamat ulang tahun Ibu.” Kataku lirih kepada Ibuku.

Ibuku tersenyum lemah dan lelah memandangku sambil berkata terima kasih dengan mata yang berkaca-kaca. Mungkin Ibuku sangat terharu.

Saat itu aku hanya bisa termenung sambil hatiku berbisik.

‘Ya Allah mengapa aku takut kehilangan Ibu? Padahal aku sadar bahwa Ibu bukan milikku. Dia adalah milikMu seperti halnya juga jiwaku ini.’

‘Aku begitu sulit untuk memahami hal ini karena aku adalah hambaMu yang lemah. Apakah karena selama 60 tahun ini aku selalu bersama Ibu sehingga aku begitu takut kehilangannya? ‘

Saat itu Ibu akhirnya dijemput oleh Yang Maha Punya saat usiaku 60 tahun pada 10 tahun yang lalu. Momen itu rasanya seperti baru saja hari kemarin.

Ibu tidak bisa ditolong karena livernya sudah semakin parah mengalami sirosis dan terlambat ditangani melalui program transplantasi.

Saat ini aku masih terbaring di ruang perawatan, tengah berjuang menghadapi liver yang mulai mengalami sirosis. Dalam beberapa hari ke depan seperti sedang menunggu keajaiban karena masih menunggu pendonor untuk program transplantasi.

Kondisi ini persis seperti yang dialami Ibuku. Teringat penderitaan Ibu dulu ketika menghadapi penyakit ini, aku tanpa terasa menitikkan air mata haru. 

Sungguh saat ini sku sangat merindukan Ibu. Haruskah aku pergi menemuinya? 

Sindang Palay di Hari Ibu 22 Desember 2023.

@hensa17.

#SelamatHariIbu

Tinggalkan Balasan